SATU-satunya perusahaan yang subur di pasar modal kita mungkin PT Danareksa. Sementara itu, sejumlah pedagang uang dan efek, brokers, nampak kurus bak bocah cacingan. Itu setidaknya terungkap Jumat pekan lalu, ketika Menkeu Radius Prawiro melantik R. Soebagjo, sebelumnya wakil ketua Bapepam (Badan Pelaksana Pasar Modal), menjadi dirut PT Danareksa, menggantikan J.A. Sereh. "Tahun lalu Danareksa untung Rp 30 milyar, Rp 5 milyar lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya," tutur J.A. Sereh, 67 tahun, sesaat setelah melepaskan jabatannya. Menurut Sereh, yang memimpin Danareksa sejak lahirnya, perusahaan milik Departemen Keuangan itu tak akan berjalan lenggang sendiri mulai tahun ini."Tapi akan menghadapi tantangan lebih berat," katanya. Itu memang konsekuensi dari paket deregulasi, yang membolehkan pihak swasta dalam negeri dan asing berperan sebagai penjamin emisi, underwritter, di pasar modal. Dalam Pades ditetapkan, lembaga keuangan lain bisa mengeluarkan sekuritas sertifikat pecahan saham dan obligasi, mirip yang dikeluarkan Danareksa. Bedanya, sertifikat perusahaan milik Departemen Keuangan itu berjangka panjang, sedang sekuritas berjangka setahun. "Tapi sebenarnya sama saja, karena sekuritas bisa diperpanjang, roll over," tutur Sereh, yang kini mempunyai kesibukan baru sebagai ketua PPUE (Perserikatan Pedagangan Uang dan Efek). PPUE, terdiri dari para pialang yang direstui pemerintah, akan mengelola pengeluaran dan perdagangan surat berharga alias sekuritas tadi. PPUE juga akan mengelola perdagangan saham dari perusahaan bermodal relatif lebih kecil dari yang ada di bursa. Semua surat berharga akan diperdagangkan di pasar modal kedua, paralel dengan pasar modal pertama yang kini dikelola Bapepam. Itu sebabnya, pasar modal PPUE dinamakan bursa kedua atau paralel. Praktek bursa kedua akan lain. Perdagangan efek di bursa pertama berlangsung dengan sistem teriak atau coret-menyoret harga di ruang bursa. Di bursa paralel, jual-beli efek nanti dilakukan lewat telepon, dan harga-harga ditebarkan pada layar komputer. Kalau orang asing nanti terjun ke situ, bisa diduga kegiatan akan lebih ramai, seperti yang lazim berlaku di bursa Hong Kong atau Singapura. Menurut Ketua Bapepam, Prof. Barli Halim, pasar modal kedua dibentuk untuk meramaikan pasar modal Jakarta, yang sudah beberapa tahun ini menderita penyakit kurang darah. "Kelesuan itu berpangkal dari adanya resesi dan kebijksanaan deregulasi moneter Juni 1983 dari Bank Sentral, yang membebaskan bank-bank pemerintah menentukan bunga deposito," tutur Barli. Resesi yang menggigit negeri ini sejak 1983 memang menyebabkan pendapatan sejumlah perusahan turun, bahkan tak sedikit yang merugi. Akibatnya, masyarakat enggan menyimpan uangnya di saham yang tidak menghasilkan dividen. Apalagi ada deposito berbunga tinggi dan bebas pajak, tanpa takut diusik asal-usul fulus itu. Sejak 1977 hingga sekarang baru 24 perusahaan memasyarakatkan sahamnya di bursa pertama, terakhir PT Prodenta, 1984. Surutnya minat go public dan kurangnya transaksi saham menyebabkan pedagang uang dan efek mengantuk bak kena gigitan laler tsetse. Untung saja, Pesero Jasa Marga dan Danareksa, secara bergantian setiap beberapa bulan, mengeluarkan obligasi dan sertifikat. "Praktis, itulah yang membuat kami masih bernapas," kata beberapa pialang (lihat Dari Utang untuk Utang). Para pialang boleh berharap akan beroleh suntikan obat kuat. Sebab, merekalah nanti yang bakal menciptakan pasar. Tak lagi bertopang dagu menunggu datangnya perusahaan baru yang lolos dari pintu Bapepam. Sebagian besar urusan yang ditangani Bapepam kini bisa diproses PPUE yang swasta. Misanya tentang komisi penjamin, sebentar lagi bisa diatur dengan tawar menawar, tak lagi ditetapkan oleh Bapepam. Bukan berarti Bapepam lantas melepaskan kendalinya. Tinggal tiga (dulu delapan) dokumen yang harus diurus di Bapepam oleh perusahaan yang mau menjual sahamnya: anggaran dasar, laporan keuangan, dan rancangan prospektus. Tapi Bapepam tak lagi akan memungut 0,5 permil dari nilai saham yang akan dijual, sebagai uang pendaftaran. Ketua Bapepam juga wajib memberikan izin otomatis bila permohonan izin tak selesai diurus dalam 30 hari. Berapa persen dari modal ditempatkan yang boleh dicari di bursa masih disusun petunjuk pelaksanaannya. Yang sudah ditetapkan adalah perusahaan itu minimal harus memiliki modal disetor penuh Rp 100 juta, dan saham-saham yang bakal dijual atas nama maksimum 49% dari modal disetor. Perusahaan-perusahaan itu juga tidak diharuskan memberikan dividen dalam dua tahun, minimum 10% sejak melakukan emisi, sebagaimana berlaku di bursa pertama. Beberapa pengamat beranggapan, kalau tak hati-hati, kebolehan yang baru itu bisa saja merugikan masyarakat pembeli saham. "Sebab, bukan tidak mungkin perusahaan yang sebenarnya rugi memoles laporan keuangannya sedemikian rupa hingga kelihatan rapi," kata direktur keuangan sebuah perusahaan swasta. Tapi bursa paralel memang bukan tempat pemilik uang mencari dividen. Arena itu lebih banyak diwarnai spekulasi dalam mencari laba modal, capital gain, dari naik-turunnya harga saham. Menurut Barli Halim, sejauh ini sudah sekitar 50 perusahaan berminat mencari modal di bursa paralel. Ketua Bapepam itu sudah menugasi J.A. Sereh, agar segala sesuatunya bisa siap sebelum April. Kapan mulai beroperasinya belum jelas benar. Ada yang bilang baru di akhir tahun ini. "Singapura saja dulu mempersiapkannya sampai dua tahun," kata Sekretaris PPUE Kitty Twysel, dari PT (pialang) Intan Artha. Max Wangkar, Soehardjo, Yopie Hidayat (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini