Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Program Pengungkapan Sukarela (PPS) wajib pajak atau Tax Amnesty Jilid II resmi dimulai 1 Januari sampai 30 Januari 2022, atau selama enam bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga telah menerbitkan ketentuan pelaksananya yaitu Peraturan Menteri Keuangan atau PMK 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“PPS adalah kesempatan yang diberikan kepada WP (Wajib Pajak) untuk mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh (Pajak Penghasilan) berdasarkan pengungkapan harta,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Neilmaldrin Noor dalam keterangan tertulis, Senin, 27 Desember 2021.
Ada beberapa petunjuk tata cara pengungkapan dalam program ini, berikut rinciannya:
- Pengungkapan dilakukan dengan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) yang disampaikan secara elektronik melalui laman https://pajak.go.id/pps. SPPH dilengkapi dengan lima dokumen yaitu SPPH induk, bukti pembayaran PPh Final, daftar rincian harta bersih, daftar utang, dan pernyataan repatriasi dan/atau investasi.
- Khusus untuk peserta kebijakan II, ada dua tambahan kelengkapan dokumen. Keduanya yaitu pernyataan mencabut permohonan (restitusi atau upaya hukum), serta surat permohonan pencabutan banding, gugatan, peninjauan.
- Peserta program dapat menyampaikan SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya untuk membetulkan SPPH. Perbaikan bisa dilakukan apabila ada perubahan harta bersih atau kesalahan tulis, hitung, atau perubahan tarif.
- Peserta juga dapat mencabut keikutsertaan dalam program ini dengan mengisi SPPH selanjutnya dengan nilai 0. Peserta yang mencabut SPPH dianggap tidak ikut dalam program dan tidak dapat lagi menyampaikan SPPH berikutnya.
- Bila berlanjut, maka pembayaran dilakukan dengan menggunakan Kode Akun Pajak (KAP) PPh Final 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) untuk kebijakan I yaitu 427, dan untuk kebijakan II yaitu Pembayaran tidak dapat dilakukan dengan Pemindahbukuan (Pbk) dan PPh Final harus dibayarkan sebesar tarif dikali nilai harta bersih (harta dikurang utang).
- Selanjutnya, pedoman penghitungan harta bagi dua kelompok peserta di dalam program ini. Pertama yaitu kebijakan I, dengan peserta wajib pajak orang pribadi (OP) dan badan peserta Tax Amnesty Jilid I pada 2016 lalu. Basis pengungkapannya yaitu harta per 31 Desember 2015 yang belum diungkap saat mengikuti Tax Amnesty. Kelompok peserta ini dikenai tiga jenis tarif:
- 11 persen untuk harta deklarasi luar negeri
- 8 persen untuk harta luar negeri repatriasi dan harga deklarasi dalam negeri
- 6 persen untuk harga luar negeri repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara atau SBN, hilirisasi Sumber Daya Alam atau SDA, atau energi terbarukan.
Lalu, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2015 tersebut yaitu:
- Nilai nominal, untuk harta kas atau setara kas
- Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk tanah atau bangunan dan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) untuk kendaraan bermotor
- Nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk untuk emas dan perak
- Nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk saham dan waran yang diperjualbelikan di PT BEI
- Nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia untuk SBN dan efek bersifat utang atau sukuk yang diterbitkan perusahaan
- Jika tidak ada pedoman, menggunakan hasil penilaian Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP)
- Kedua yaitu kebijakan II, dengan peserta wajib pajak orang pribadi. Basis pengungkapannya yaitu harga perolehan 2016 sampai 2020 yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan atau SPT Tahunan 2020. Kelompok peserta ini juga dikenai tiga jenis tarif:
- 18 persen untuk harta deklarasi luar negeri
- 14 persen untuk harta luar negeri repatriasi dan harga deklarasi dalam negeri
- 12 persen untuk harga luar negeri repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri yang diinvestasikan dalam SBN, hilirisasi SDA, atau energi terbarukan.
Lalu, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2020 tersebut yaitu:
- Nilai nominal, untuk kas atau setara kas
- Harga perolehan, untuk selain kas atau setara kas
- Jika tidak diketahui, menggunakan nilai wajar per 31 Desember 2020 dari harta sejenis atau setara berdasarkan penilaian wajib pajak
- BACA:
Sri Mulyani Rilis Aturan Tax Amnesty Jilid II: Peserta, Tata Cara, dan Sanksinya