Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Ini Rekomendasi Ekonom Menghadapi Pelemahan Rupiah

Nilai tukar rupiah terus melemah. Bagaimana rekomendasi para ekonom terhadap Bank Indonesia menghadapinya?

8 April 2025 | 09.29 WIB

Petugas menunjukan uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Petugas menunjukan uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah melemah secara signifikan dalam beberapa minggu terakhir, bahkan sempat menembus angka Rp17.000 per dolar Amerika Serikat di pasar asing selama Lebaran. Ekonom dan pengamat kebijakan publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai langkah Bank Indonesia untuk mengintervensi pasar valas dan pembelian Surat Berharga Negara sebagai solusi semu. Dia pun memberikan sejumlah rekomendasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada aspek kebijakan moneter dan pengelolaan devisa, Achmad mengatakan ada tiga hal yang bisa dilakukan Bank Indonesia. Pertama, optimalisasi cadangan devisa. “(Dilakukan dengan) mengalihkan sebagian dari instrumen super aman ke aset likuid yang berpotensi memberi imbal hasil lebih baik, tanpa mengorbankan keamanan secara drastis,” kata Achmad dalam keterangan tertulis pada Senin, 7 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Kedua, dia menyarankan agar Bank Indonesia melakukan pengawasan utang valas dengan memperketat aturan dan pengawasan utang luar negeri korporasi, terutama bagi sektor yang tidak menghasilkan devisa. Hal ini, kata dia, bertujuan untuk mengurangi risiko gagal bayar saat rupiah melemah.

Ketiga, Bank Indonesia dinilai perlu menyiapkan jaring pengaman tambahan seperti memperkuat dan memperluas perjanjian Bilateral Currency Swap Agreement (BCSA) dengan negara mitra strategis. “Bank Indonesia belum mau menggunakan instrumen Chiang Mai Initiative, padahal hal itu bisa menjadi salah satu langkah buffer yang lebih murah daripada pengaman yang digunakan saat ini,” kata dia.

Sementara itu untuk pemerintah, Achmad menekankan perlunya diversifikasi ekonomi, sebab tidak cukup hanya mengandalkan komoditas atau sektor tertentu saja. “Perlu akselerasi ke sektor bernilai tambah tinggi dan penguatan sektor jasa seperti yang dilakukan Filipina,” kata Achmad. Dia juga mengatakan pemerintah perlu menguatkan basis domestik dengan mengurangi ketergantungan impor bahan serta mendorong industri substitusi impor.

Dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada Senin, 7 April 2025, Bank Indonesia memutuskan untuk melakukan sejumlah intervensi Non Deliverable Forward (NDF) guna menstabilkan nilai tukar rupiah dari tingginya tekanan global. Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menyebut intervensi di pasar offshore dilakukan Bank Indonesia secara berkesinambungan di pasar Asia, Eropa, dan New York. Langkah lainnya, Bank Indonesia juga akan melakukan intervensi di pasar domestik sejak awal pembukaan pada 8 April 2025 dengan mengintervensi pasar valas serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

Selain itu, Ramdan mengatakan Bank Indonesia juga akan melakukan optimalisasi instrumen likuiditas rupiah untuk memastikan kecukupan likuiditas di pasar uang dan perbankan domestik. “Serangkaian langkah-langkah Bank Indonesia ini ditujukan untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah serta menjaga kepercayaan pelaku pasar dan investor terhadap Indonesia,” kata dia dalam keterangan resmi.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus