Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Ini Temuan KKP dan Unair Soal Penyebab Terdamparnya 52 Paus di Bangkalan

KKP bersama tim Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga (FKH Unair) menjelaskan hasil investigasi terdamparnya 52 ekor Paus

12 April 2021 | 21.57 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas menggunakan alat berat mengubur bangkai Paus Pilot Sirip Pendek (Globicephala macrorhynchus) yang mati saat terdampar di Pantai Modung, Bangkalan, Jawa Timur, Sabtu, 20 Februari 2021. Sebanyak 51 ekor dari 52 ekor Paus Pilot Sirip Pendek yang mati, dikubur agar tidak menimbulkan bau dan menyebarkan bakteri yang membahayakan masyarakat sekitar. ANTARA FOTO/Zabur Karuru

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sempat menjadi perhatian publik, penyebab terdamparnya 52 ekor Paus Pilot Sirip Pendek atau Globicephala macrorhynchus di Pantai Modung, Kabupaten Bangkalan, Madura pada Februari lalu akhirnya berhasil diketahui. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama tim Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga (FKH Unair) menjelaskan hasil investigasi hari ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kejadian terdamparnya 52 ekor paus pilot sirip pendek ini pada 18 Februari 2021 lalu merupakan kejadian yang jarang terjadi sehingga perlu diketahui penyebab mamalia tersebut bisa terdampar di pesisir pantai," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Tb. Haeru Rahayu dalam keterangan tertulis, Senin, 12 April 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurutnya, pengetahuan ini dapat mengantisipasi kejadian serupa dan mencegah kematian mamalia laut ketika terdampar.

Salah satu Tim Histopatologi FKH Universitas Airlangga, Bilqisthi Ari Putra, menguraikan bahwa koloni paus pilot sirip pendek yang terdampar sedang melakukan migrasi dan berburu makanan.

"Koloni paus pilot sirip pendek dipimpin oleh betina produktif dengan kondisi lapar, lemah dan mengalami gangguan pernafasan (emfisema). Sedangkan pejantan kelaparan dan mengalami gangguan pernafasan (pneumonia granulomatosa) dan gangguan jantung (infark miokardiark)," kata Bilqisthi.

Dia mengatakan bahwa penyebab paus pilot sirip pendek terdampar adalah disorientasi akibat kelainan otot reflektor melon pada betina utama diperburuk dengan kelaparan serta kondisi pernafasan dan pencernaan yang kurang baik. Disorientasi timbul ketika terjadi dinamika oseanografi seperti MJO (Madden-Julian Oscillation).

"Penyebab kematian pada betina utama maupun pejantan adalah terjadinya gagal nafas sedangkan pada anggota koloni yang lain, kematian disebabkan karena dehidrasi dan kelemahan," ujarnya.

Tb Haeru menuturkan setelah menerima laporan kejadian pada 18 Februari 2021, Tim Respon Cepat BPSPL Denpasar segera merespon dan turun ke lokasi dan melakukan penanganan bersama Pemerintah Provinsi Jawa Timur, PSDKP Surabaya, BKSDA Jatim, FKH Unair, Jakarta Animal Aid Network, Dinas PU dan SDA Jawa Timur, DKP Provinsi Jawa Timur, DKP Kab. Bangkalan, TNI, Polair Polres Bangkalan dan Camat Modung

Tebe menambahkan dari hasil identifikasi, paus pilot yang mati sebanyak 51 ekor dan satu ekor berhasil dilepasliarkan kembali di tengah laut pada 19 Februari 2021. Paus pilot yang terdampar memiliki panjang 2 hingga 3,5 meter dan yang terbesar memiliki panjang 5 meter, dengan berat rata-rata 300 kg sampai 3 ton.

"Bangkai paus dikubur di enam lokasi area pantai di Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan dengan menggunakan 2 ekskavator. Tim FKH Universitas Airlangga melakukan tindakan nekropsi dengan mengukur ketebalan lemak dan mengambil tiga sampel untuk proses histopatologi dan pemeriksaan mikrobiologi dengan rincian dua sampel dari paus jantan dan satu sampel dari paus betina," kata Tebe.

Sementara itu Wakil Dekan FKH Unair Mustofa Helmi Effendi menyampaikan tim Unair bertugas menyampaikan hasil investigasi berdasarkan bukti-bukti ilmiah (scientific) melalui forensik patologi untuk bisa menjawab apa yang terjadi pada kejadian mamalia terdampar ini.

"Kami akan berikan hasil investigasi kami ke KKP. Dengan terkuaknya persoalan ini, kami berharap akan memberikan masukan bagi KKP dalam menentukan arah kebijakan pengelolaan mamalia laut ke depan," ungkap Helmi.

"Melalui pendekatan keilmuan, ini nantinya tidak akan menjadi bahan hoaks, karena dilakukan atas dasar fakta dan data-data sesuai hasil kajian," kata Helmi.

Adapun paus merupakan biota laut yang dilindungi oleh negara melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999. Guna penanganan lebih lanjut untuk kejadian lain yang sejenis, Tebe menegaskan bahwa KKP sudah memiliki rujukan pengelolaan mamalia laut dengan menetapkan Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Mamalia Laut Periode 2018-2022 melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 79 Tahun 2018. Di dalamnya terdapat standar operasional prosedur mengenai edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang penanganan terhadap kejadian mamalia laut terdampar.

HENDARTYO HANGGI

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus