Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Energi listrik adalah salah satu kunci keberhasilan pembangunan, begitu kata orang. Namun kinerja PLN tidak mencerminkan betapa strategisnya energi listrik itu. Ketika pada tahun 2001 diberikan keleluasaan bagi PLN untuk menaikkan tarifnya tiap tiga bulan sekali (sampai tahun 2005), barulah terbukti betapa pentingnya listrik. Setelah itu, utangnya sebesar Rp 30 triliun pun di-swap menjadi penyertaan modal pemerintah. Dan belakangan ini, pemerintah menggodok pemberian subsidi kepada PLN, melalui harga jual khusus gas.
Subsidi harga jual gas selama ini dikenal dengan sebutan insentif gas domestik (IGD) dan diberikan kepada industri pupuk nasional. Dalam formula ini, pabrik pupuk membeli gas dengan harga US$ 1,5 per million British thermal unit. Harga tersebut lebih rendah daripada penjualan kepada perusahaan lain atau untuk ekspor, yang mencapai US$ 3 per million British thermal unit.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro menilai pemberian insentif sangat diperlukan untuk membantu PLN. Melalui pemberian subsidi harga gas, diharapkan kondisi keuangan PLN bisa membaik. "Sehingga subsidi gas menimbulkan kepercayaan dari kreditor," ujarnya.
Namun Koordinator Working Group on Power Sector Restructuring, Fabby Tumiwa, menilai rencana pemberian insentif gas harus dikaji lebih serius. Alasannya, selama manajemen PLN belum efisien seperti sekarang, pemberian tersebut menjadi percuma. "Harus dilihat dulu apakah pemberian tersebut akan meningkatkan efisiensi atau tidak. Jika tidak, lebih baik nggak usah," katanya kepada TEMPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo