Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi atau Kemenkomarves Rachmat Kaimuddin menyatakan Peraturan Presiden atau Perpes Nomor 79 Tahun 2023 tentang Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) merupakan bukti komitmen negara untuk mengembangkan produksi kendaraan listrik dalam negeri. Dia yakin sejumlah insentif yang diatur dalam Perpres tersebut bisa mengembangkan ekosistem kendaraan berbasis listrik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kita akan mendapatkan banyak opsi kendaraan listrik, yang menjadikan kendaraan listrik jauh lebih terjangkau untuk khalayak," katanya di acara Sosialisasi Insentif dalam Rangka Percepatan Investasi KBLBB, Jumat, 1 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perpres Nomor 79 Tahun 2023 memberikan beberapa insentif bagi para investor perusahaan kendaraan listrik. Mulai dari keringanan bea masuk sebesar 0 persen untuk impor kendaraan listrik, pajak penjualan atas barang mewah atau PPnBM yang ditanggung pemerintah sebesar 10 persen, hingga pengurangan pajak penghasilan sebesar 100 persen untuk perusahaan yang memproduksi, merakit, dan mengimpor kendaraan listrik.
Tak hanya mengatur perihal insentif mobil listrik, Perpres ini juga mengatur penyesuaian ketentuan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) kendaraan listrik untuk roda dua atau tiga dan roda empat atau lebih. Target TKDN 60 persen yang sebelumnya mulai 2024 diubah menjadi 2027 sampai 2029.
Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal atau BKF Kementerian Keuangan Rustam Effendi menyatakan insentif pajak kendaraan listrik itu dapat menjadi magnet untuk para produsen perusahaan kendaraan listrik supaya mau berinvestasi di Indonesia.
"Sudah dibuktikan (ada) dua industri, Wuling dan Hyundai. Mereka sudah investasi (ke Indonesia) dan ternyata memang antusiasnya luar biasa," katanya.
Lebih lanjut, Rustam mengatakan, bahwa pemerintah serius mendukung industri kendaraan listrik ini. Salah satu buktinya, menurut dia, kebijakan insentif pusat seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), bea masuk, dan PPnBM. Dia berharap, kebijakan insentif pajak kendaraan listrik ini membuat produsen kendaraan listrik tingkat global tidak ragu berinvestasi di Indonesia.
"Pemberian fasilitas semacam tes pasar itu sebenarnya logis dengan berbagai macam prospek. Harusnya (adanya tes pasar) pabrikan global enggak ragu-ragu," ujarnya.
NOVALI PANJI NUGROHO