SEJUMLAH pengusaha, selama pekan lalu, mengesankan tampil sebagai politikus. Mereka bukan cuma bicara soal untung rugi perusahaan. Tapi juga soal organisasi, yang bukan perusahaan tentunya. Salah satu cerminan kasak-kusuk para pengusaha itu adalah pernyataan Sukamdani Sahid Gitosarjono pada koran Bisnis Indonesia, bahwa Munassus Kadin (Musyawarah Nasional Khusus Kamar Dagang dan Industri), pada 5-7 Desember ini, bisa berkembang menjadi Munas Luar Biasa. Ada apa? Beberapa Kadinda (Kadin Daerah) sekitar September lalu, konon, telah mengajukan mosi tak percaya terhadap kepengurusan Kadin yang kini dipimpin Sotion Arjanggi. Tapi Sotion, yang sampai dua kali dihubungi TEMPO, tetap tak bersedia memberikan tanggapan. "Ini urusan intern Kadin. Jangan memancing-mancing," kata Sotion. Namun, tersebarnya isu itu memang diakui beberapa pengusaha. Bahkan isu mosi tak percaya tersebut sampai berkembang seolah telah disiapkan empat calon pengganti Sotion, yakni Iman Taufik, Aburizal Bakrie, Arnold Baramuli, dan Fahmi Idris. Asap yang mengepul itu agaknya memang ada percikan apinya. Ada beberapa Kadinda yang merasa tak puas terhadap pengurus induknya di pusat. Sebagai contoh kecil, keluhan pengurus Kadinda Bali, Putu Supartha Yuma. Dengan penuh emosi ia mengeluhkan pengurus Kadin Pusat. "Kami pengusaha daerah -- terutama kontraktor -- seperti ayam mati di lumbung padi," katanya. Misalnya, pekerjaan pembangunan di Nusa Dua, Kuta, dan Sanur. Semuanya dikerjakan orang luar, tanpa pernah kulonuwun. Kalau dulu, pengurus Kadinda paling tidak diundang untuk hadir pada peletakan batu pertama. "Mereka ibarat menanam di kebun kami, sekaligus membikin kuburan buat kami di sini," kata Putu. Ada pula yang berpendapat bahwa Kadin kurang tanggap terhadap isu-isu ekonomi yang bermunculan selama tahun 1989 ini. Antara lain mengenai diberlakukannya pajak pertambahan nilai, kenaikan tarif listrik, isu monopoli, biskuit beracun, pasar modal, konglomerat, kenaikan pajak ekspor kayu gergajian, sampai soal demokrasi ekonomi. Suasana panas menjelang Munassus itu rupanya dirasakan juga oleh pemerintah. Menteri Muda Perindustrian Tunky Ariwibowo, konon, ditugasi khusus menjaga Munassus itu agar tak berkembang menjadi penggoyangan pengurus. Tunky tak membantah telah bertemu dengan Presiden Soeharto untuk urusan itu. "Saya kan masih Direktur Utama PT Krakatau Steel (KS). Jadi, saya sebagai anggota dunia usaha. Dengan sendirinya, saya mempunyai akses untuk bicara mengenai masalah Kadin," tutur Tunky. Sebagai pejabat pemerintah, Tunky menjelaskan, "Saya cuma ingin mengawasi agar Munassus berjalan sesuai dengan rencana, yakni menyempurnakan AD/ART. Tidak boleh melantur." Pagar yang dipasang Dirut KS itu agaknya cukup rapat, sampai-sampai Jumat pekan lalu keluar pernyataan dari Dewan Perusahaan Swasta Nasional (DPSN) yang dipimpin Probosutedjo. "DPSN secara tegas sepenuhnya mendukung UU No. 1/1987 tentang Kadin, dan kepengurusan Kadin saat ini." Aburizal Bakrie, Presiden Direktur PT Bakrie & Brothers, yang ditemui TEMPO Senin sore, juga mengatakan bahwa tidak akan terjadi apa-apa dalam Munassus. Bahkan ia menyangkal telah dicalonkan sebagai Ketua Umum Kadin pada saat ini. "Tidak mungkin. Itu namanya makar," kata Aburizal. Iman Taufik, Dirut PT Guna Nusa Utama Fabricator, menganggap suasana panas itu justru bagus. "Dengan demikian, anggota-anggota Kadinda semua mau datang, sehingga persyaratan jumlah suara (kuorum) bisa terpenuhi," kata Iman, yang menjadi Ketua OC (Organizing Committee) Munassus. Tapi, ia menganggap panasnya suasana menjelang Munassus ini tak sehebat yang pernah diadakan di Bali beberapa tahun lalu. "Dulu sampai ada kubu-kubuan," katanya. Yang berterus terang tak menyangkal adanya isu "gerakan menggoyang" kepengurusan Kadin adalah Djukardi Odang. "Betul. Ada gerakan yang menuntut kepengurusan Kadin sekarang ini diganti. Tapi masalah itu secra resmi belum dilontarkan," kata bekas Dirut PT Pantja Niaga itu di sela-sela pertemuan Majelis Pertimbangan Kadin, yang berlangsung Senin pagi di Hotel Mandarin. Namun, kata Djukardi, tidak logis jika mereka yang tak puas terhadap kepemimpinan Sotion itu memaksakannya di dalam Munassus. Munassus Kadin ini, yang akan berlangsung dalam bentuk sidang pleno, tak mungkin berkembang menjadi Munas Luar Biasa. "Sidang pasti merupakan ajang demokrasi. Apa saja bisa terjadi, tapi jika harus menjadi Munas Luar Biasa, saya akan mengundurkan diri sebagai Ketua OC," kata Iman Taufik. Menurut Iman, dalam wawancaranya dengan TEMPO Senin tengah malam, Munassus ini akan membahas 17 masalah yang menyangkut AD/ART. Soal kepengurusan memang akan dibicarakan. Namun, hanya menyangkut jumlah dan susunan pengurus serta masa kepengurusan. Masa kepengurusan semula ditentukan 5 tahun. Tapi ada yang berpendapat bahwa masa kepengurusan cukup 2-3 tahun. Bahkan, kata Iman, ada pula yang mengusulkan agar figur ketua umum haruslah seorang tokoh pengusaha yang mapan dan mempunyai pengalaman berorganisasi. "Ini semua bisa dibahas karena menyangkut konstitusi Kadin. Tapi bukan penilaian kepada pengurus yang sekarang," ujarnya. Penurus Kadin pimpinan Sotion Arjanggi, kata Iman, Senin sore telah melobi Menteri Sekretaris Negara Moerdiono. Pemerintah diminta mengeluarkan Inpres yang mengatur masalah etika bisnis. Misalnya, konglomerat jangan sampai mencaplok ladang pengusaha kecil. Kalau ada perusahaan yang menjual saham, agionya yang wajar saja, dan sebagainya. Dan jawaban pemerintah, katanya, ternyata tak ingin dilibatkan langsung dalam masalah intern Kadin itu. "Tanggapan Mensesneg ternyata sangat baik. Mengapa pemerintah perlu dilibatkan dalam urusan Kadin. Bisa saja keluar Inpres, tapi itu berarti pemerintah bisa mengubah peraturan yang dibikin Kadin," tutur Iman, mengutip Menteri Moerdiono. Dengan kata lain, Kadin harus memecahkan masalah dunia pengusaha secara intern. Paling-paling dengan menegakkan etika bisnis. Misalnya, bila ada pengusaha yang nakal, perlu ditetapkan sanksinya. Max Wangkar, Bambang Aji, Moebanoe Moera, Tri Budianto, Tommy Tamtomo (Jakarta), dan Joko Daryanto (Bali)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini