MEMANG, sudah banyak orang yang diduga tukang santet atau penyihir dieksekusi massa. Tapi, mungkin hanya di Desa Rat, Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat, pembunuhan semacam itu didalangi oleh kepala desanya sendiri. Bahkan, komandan Koramil setempat, sampai kini, terpaksa diperiksa atasannya karena kasus itu. "Kalau jelas terlibat, baru diserahkan ke POM ABRI," kata Dandim Bima Letkol. Pol. M. Pudjo Hardjono. Yang sudah pasti, sampai pekan ini, lima penduduk bersama Kepala Desa Rato M. Sidik Mansyur terpaksa duduk di kursi pesakitan. Mereka dituduh telah menganiaya Talib Samiun, 75 tahun, sehingga kakek itu tewas. Di persidangan, Sidik mengaku bahwa Talib alias Taali mati akibat dikeroyok warganya. Di desanya, kata Sidik, masih ada kepercayaan tentang ilmu sihir. Karena itu, banyak warga desa yang percaya, ketika Fatimah mengaku sakit gara-gara disihir Talib, sepupunya sendiri. Sakit itu, konon, bukan sakit biasa. Fatimah mengaku sering merasa kedua ibu jari kakinya tiba-tiba seperti terbuka dan ada "sesuatu" yang masuk. "Lantas, naik ke kepala dan membuat kepala saya bergoyang-goyang," kata Fatimah, ibu delapan anak. Konon, sakit itu sudah diderita Fatimah selama 30 tahun. "Kalau sedang kumat sakitnya, Fatimah sering meneriakan nama Taali," tambah suami Fatimah, Saleh. Karena itu, Saleh percaya bahwa istrinya sakit "dibuat" Taali. "Saya yakin, dia yang berbuat," kata Saleh. Tak tahan melihat ibunya menderita, Wahab, anak tertua Fatimah, melaporkan ke Kepala Desa Sidik. "Bila tidak ditangani, akan kami selesaikan sendiri," ujar Wahab kepada Sidik, yang diulangnya di persidangan. Dari rumah Sidik, Wahab mendatangi juga pejabat Komandan Koramil Sape Ismail, yang kebetulan tengah menghadiri perkawinan di Desa Rato. Pada 22 Juni lalu, kedua petugas itu mempertemukan Fatimah dan Taali di Balai Desa. Tapi, anehnya, Sidik menyiapkan "senjata" sebelum pertemuan itu. "Saya menyuruh seseorang mencari kayu pohon kelor," kata Sidik di persidangan. Sebab, menurut Ismail, ilmu hitam begitu bisa "luntur" bila dipukul batang kelor. Menurut dakwaan Jaksa Darmono, di Balai Desa itu, Taali diinterogasi Sidik. Tapi, karena korban menyangkal terus Sidik memukul kepala, telinga, dan perut korban dengan kayu kelor tadi. Setelah itu, ia menendang korban hingga tersungkur. Menyusul kelima terdakwa lain: Wahab Saleh, 31 tahun, Abdullah Abubakar, 18 tahun, Abdul Gani, 18 tahun, Jufri Ali, 20 tahun, dan Yusuf Abidin, 32 tahun, menghajar Taali sehingga korban babak-belur. "Korban langsung meninggal dunia di tempat kejadian," dakwa Jaksa. Setelah itu, mayat korban dimasukkan para terdakwa ke dalam sebuah gua di desa lain. Di persidangan, terungkap versi lain lagi. Benar bahwa malam itu, keenam terdakwa menyiksa korban. Tapi, korban hanya pingsan saat itu. "Setelah sadar, Taali diantar pulang oleh Sidik dan Ismail, diiringi massa," kata beberapa saksi di persidangan. Menurut Ismail kepada TEMPO, pada waktu itu, ia meminta Taali menyembuhkan Fatimah. Taali kemudian menyebut obat Fatimah, yaitu kunyit. Akibat itu, massa percaya bahwa Taali benar menyihir Fatimah. Ismail mengakui sudah mencoba menenangkan massa. "Fatimah bukan dimakan sihir," kata Ismail berteriak kepada warga di luar. Tapi, tak ada yang percaya. Mereka serempak berseru, "Bohong. Bunuh saja orang itu." Itu sebabnya, menurut kesaksian Wahab, warga yang tak puas itu kemudian menyatroni Taali yang sudah luka parah itu di rumahnya. Kemudian, beramai-ramai warga desa itu membawa Taali, duda tanpa anak, ke gua Wadu Nggaja, sekitar satu kilometer dari Desa Rato. Di situ, menurut Wahab, Taali dibuang ke dalam lubang sumur sedalam 10 meter. Tapi, keesokannya, cerita itu segera tersebar di seluruh penjuru desa. Kapolres Bima Muchlis Hamzah kemudian mengusut kasus itu. Benar saja, mayat Taali ditemukan dalam keadaan menyedihkan. Setelah mendengar keterangan sejumlah saksi, keenam terdakwa tidak terbukti bersama-sama melakukan pembunuhan. "Yang terbukti, keenam terdakwa bersama-sama melakukan penganiayaan sehingga korban tewas," ujar Jaksa. Akibat kejahatan itu, Jaksa menuntut Kepala Desa Sidik dan Wahab masing-masing tujuh tahun penjara. Sedangkan terdakwa lainnya hanya empat tahun. Laporan Supriyanto Khafid (Bima)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini