Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden terpilih Prabowo Subianto akan segera dilantik pada 20 Oktober 2024. Menjelang pelantikannya, sejumlah program dikabarkan akan dikerjakan Prabowo selama menjabat sebagai kepala negara. Salah satu proyek besar yang akan digarapnya adalah pembangunan tanggul laut raksasa atau giant sea wall, yang membentang di pesisir utara Jakarta hingga Gresik, Jawa Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Informasi ini sebelumnya disampaikan oleh Ketua Satgas Perumahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo, dalam pertemuan APEC Business Advisory Council Indonesia di Hutan Kota by Plataran, GBK, Senayan, Jakarta, Sabtu, 31 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Hashim, pembangunan tanggul laut raksasa ini akan dikerjakan bersama oleh pemerintah dan swasta, termasuk investor asing. Adik kandung sekaligus penasihat Prabowo itu menjelaskan, pembangunan tanggul laut raksasa tersebut dilakukan untuk merespons ancaman tanah-tanah di pesisir utara Pulau Jawa yang akan tenggelam. Dia memperkirakan 40 persen lahan sawah akan tenggelam bila proyek ini tak kunjung dibangun.
Menurut Hashim, pembangunan tanggul laut raksasa telah dirancang oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sejak 1994. Sepuluh tahun silam, proyek ini telah siap dimulai. Tapi menurut Hashim, tak ada kemajuan selama sepuluh tahun terakhir. “Kalau tidak salah, sepuluh tahun lalu sudah mantap dan bisa dimulai. Tapi ada apa selama sepuluh tahun tidak ada kemajuan,” kata Hashim.
Lantas, apa sebenarnya fungsi tanggul laut raksasa dari Jakarta hingga Gresik, Jawa Timur itu? Berikut rangkuman informasi selengkapnya.
Fungsi Tanggul Laut Raksasa
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, tanggul laut raksasa atau giant sea wall dibuat untuk mengatasi adanya ancaman banjir rob dan penurunan muka tanah atau land subsidence di wilayah utara Pulau Jawa.
Airlangga mengungkap, Pantai Utara atau Pantura Jawa terpantau mengalami variasi penurunan tanah sekitar 1 hingga 25 sentimeter per tahun. Di samping itu, tantangan lain yang mengintai adalah peningkatan permukaan air laut sebesar 1 hingga 15 sentimeter per tahun di beberapa wilayah, serta kejadian banjir Rob.
"Adanya ancaman land subsidence dan fenomena banjir rob yang terjadi di Kawasan Pantai Utara atau Pantura Jawa tidak hanya membahayakan keberlangsungan aktivitas ekonomi dan aset infrastruktur ekonomi nasional di wilayah tersebut, tetapi juga kehidupan jutaan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut," kata Airlangga dalam acara Seminar Nasional Strategi Perlindungan Kawasan Pulau Jawa Melalui Pembangunan Tanggul Pantai dan Tanggul Laut di Jakarta, Rabu, 10 Januari 2024.
Ia memperkirakan setidaknya terdapat 70 Kawasan Industri, 5 Kawasan Ekonomi Khusus, 28 Kawasan Peruntukan Industri, 5 Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri, dan wilayah perekonomian lainnya yang akan terdampak apabila penanganan permasalahan degradasi di Pantura Jawa tidak segera ditangani dengan baik.
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono sebelumnya mengatakan, tanggul laut raksasa dibangun untuk mengatasi permasalahan banjir rob dan penurunan tanah, khususnya di wilayah pesisir utara Jawa, agar tidak amblas akibat abrasi air laut.
Dalam pembangunannya, dia menekankan pentingnya ekologi dan diperlukannya celah atau kanal pada titik-titik tertentu agar ekosistem laut di kawasan tersebut tetap terjaga.
Ia mencontohkan hutan mangrove di kawasan pesisir Jalan Tol Semarang-Demak yang berfungsi sebagai penahan arus air laut yang mengikis daratan pesisir. Selain itu, tanaman mangrove mampu menahan air laut, sehingga tidak mengikis tanah garis pantai. "Kita lupa bahwa kita sedikit mengabaikan ekologi. Padahal, ini sangat penting untuk tujuan ekonomi," kata Trenggono.
Yohanes Maharso berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Hashim: Prabowo Telah Kantongi Nama Menteri Penerimaan Negara