Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) Putu Rusta Adijaya mengatakan, pemerintah perlu menyediakan insentif untuk membangun dan memperkuat teknologi informasi di Indonesia. Pernyataan ini menanggapi konteks debat terakhir calon presiden (Capres) perihal pengembangan teknologi informasi Indonesia pada Ahad, 4 Februari 2024. Indonesia mengimpor ponsel sebesar Rp 30 triliun, padahal hanya perlu investasi Rp 0,5 triliun untuk membangun pabriknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Putu Rusta, penting untuk melibatkan banyak pihak, termasuk investor domestik. Mereka juga harus dilibatkan dan diberdayakan untuk membangun pabrik ponsel melalui pemberian insentif, baik insentif pajak dan insentif lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Investor juga perlu didorong untuk memberikan transfer teknologi. Di sini kita butuh kemampuan diplomasi dan daya tawar yang lebih baik untuk kepentingan strategis Indonesia,” katanya dalam keterangan tertulis pada Senin, 5 Februari 2024.
Di samping itu, kata Putu, pendekatan kebebasan ekonomi dapat membantu mempercepat akselerasi teknologi informasi di Indonesia. Ia mencontohkan Amerika Serikat dengan Apple dan Korea Selatan yang moncer dengan industri Samsung. Keduanya kini telah menjadi raksasa bisnis dunia.
“Ini tidak lepas dari adanya pendekatan kebebasan ekonomi juga. Hal ini memberikan kesempatan bagi masyarakat sebagai inventor dengan patennya, dengan ikut didukung fasilitasi dalam penelitian dan pengembangan, serta SDM (sumber daya manusia) dan fasilitas teknis yang memadai, dan lain sebagainya,” tutur Putu.
Dia menilai, potensi ekonomi digital di Indonesia harus didukung, seperti misalnya melalui tata kelola yang baik. Dia menyebut, Indonesia diprediksi sebagai negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2030. Maka dari itu, Indonesia perlu mengembangkan teknologi informasi, baik dalam bentuk kepemilikan ponsel maupun pengetahuan terkait teknologi informasi.
"Harus ada good governance yang baik dari pemerintah dalam mengelola investasi agar ada trickle-down effect dari investasi manufaktur ponsel misalnya, agar masyarakat di daerah manufaktur juga bisa mendapatkan keuntungan."
Putu menekankan, SDM menjadi salah satu unsur penting dalam menarik investasi untuk membangun manufaktur. Seperti halnya manufaktur ponsel. Akan tetapi, kata dia, Indonesia jangan hanya fokus menarik investasi luar negeri untuk menanamkan modal sehingga Indonesia bisa membuat manufaktur ponsel.
"Tetapi juga bagaimana pemerintah bisa meningkatkan SDM Indonesia. Ketika SDM siap dan ada investasi untuk membangun pabrik ponsel, itu lebih baik ketimbang ada yang ingin investasi, tapi SDM kita belum siap,” ujarnya.
Oleh sebab itu, menurut Putu, pemerintah juga perlu mengidentifikasi investor domestik terlebih dahulu. Dengan demikian, bisa dilihat gambaran tindak lanjut yang potensial di sektor ini. Ia menegaskan, tidak harus selalu menunggu masuknya investor asing. Lebih daripada itu, investor dalam negeri juga mesti digaet.
“Justru kita ingin investor dalam negeri juga ikut bergerak. Perusahaan dalam negeri yang sudah bekerja sama dengan perusahaan luar negeri bisa mendapatkan dan menerapkan transfer pengetahuan terkait, dengan optimalisasi dalam pemanfaatan anggarannya, dan lain sebagainya."
ANNISA FEBIOLA