Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK kurang-kurang dana mengalir ke masyarakat miskin di Indonesia. Tak sedikit lembaga yang berusaha meringankan beban mereka. Dan kepedulian pemerintah akan nasib kaum papa juga kian meningkat. Dua pekan silam, pemerintah memutuskan untuk menaikkan dana kompensasi bagi kaum miskin, khusus dalam menghadapi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Dana kompensasi itu naik dari Rp 1,2 triliun menjadi Rp 2,2 triliun (untuk rinciannya, lihat tabel). Tambahan dana ini diperoleh setelah pemerintah dan DPR sepakat menekan defisit anggaran dari 3,8 persen menjadi 3,7 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi tujuan menggapai kaum papa apakah bisa terlaksana? Tak mudah menjawabnya sekarang. Namun, dari sektor dan target yang memperoleh bantuan pemerintah, tampaknya masyarakat miskin yang akan dijangkau cukup luas. Sebut saja dana kompensasi untuk sektor pendidikan dan kesehatan, yang mendapat prioritas tertinggi. Di sektor kesehatan, dana kompensasi dipakai untuk pengadaan vaksin dan obat generik. "Layanan kesehatan di puskesmas memang sudah gratis. Tapi masyarakat tetap harus membeli obat. Itu yang akan kita bebaskan," kata Dokter H. Setiawan Soeparan, M.P.H., Kepala Biro Perencanaan Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Begitu pula penyaluran dana kompensasi untuk sektor pendidikan. Sebagian besar dana kompensasi di sektor ini digunakan untuk pemberian beasiswa kepada anak-anak SD/madrasah ibtidaiah dan siswa SLTP/madrasah sanawiah. Selain itu, pemerintah membantu biaya operasional lebih dari 8.000 SD/SLTP. Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Burhanuddin Abdullah, hal ini dilakukan karena keluarga miskin rata-rata mengabaikan pendidikan anaknya. Begitu sudah bisa bekerja, anak-anak itu dilepas untuk mencari makan sendiri. "Akan terjadi pembodohan yang mahahebat dari generasi ke generasi," kata Burhanuddin. Karena itu, pemerintah hendak memotong kemungkinan tersebut.
Kendati demikian, tak semua dana kompensasi sesuai dengan target yang ditetapkan pemerintah. Seharusnya dana itu hanya diberikan kepada mereka yang paling menderita atau berada di lapisan paling bawah. Namun, pemerintah masih saja menyediakan subsidi untuk angkutan yang notabene hanya dimanfaatkan oleh pengusaha atau pemilik angkutan. Dan hanya bus kota yang mendapatkan subsidi, sehingga tarif mikrolet dan angkutan pedesaan, mau tidak mau, harus naik mengikuti kenaikan harga BBM. Lagi-lagi masyarakat kelas bawahlah yang terkena dampak langsung kenaikan BBM.
Hal yang sama terjadi pada pengucuran dana kompensasi untuk usaha kecil dan menengah, yang nilainya lumayan, yakni Rp 56,3 miliar. Banyak pihak mempertanyakan pengucuran ini karena dilihat dari lapisan ekonominya, pengusaha kecil dan menengah seharusnya tidak termasuk mereka yang layak dibantu. Mestinya bank-banklah yang menyediakan kebutuhan dana pengusaha kecil dan menengah. Sayangnya, pemerintah tak pernah bisa memaksa perbankan terjun ke dunia usaha kecil dan menengah. Akibatnya, dipakailah dana kompensasi untuk membantu mereka.
Itu baru soal membagi duit ke departemen-departemen. Proses yang jauh lebih rumit adalah ketika menyalurkan dana itu kepada masyarakat. Banyak pihak meragukan penyaluran dana kompensasi ini akan tepat sasaran. Pengalaman dalam penyaluran dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) menunjukkan betapa amburadulnya penyaluran dana untuk si miskin. Begitu pula dengan penyaluran dana kredit usaha tani (KUT). Belum lagi urusan birokrasi yang rumit dan panjang. Memang, jumlah orang miskin di Indonesia sudah berkurang kini dibandingkan dengan di zaman krisis. Jumlah orang miskin sekarang, 33,5 juta orang, sudah lebih kecil dibandingkan dengan posisi 1996, yang berjumlah 34,5 juta orang.
Namun, tak jelas apakah ada kaitan antara penyaluran dana-dana bantuan untuk kaum miskin--mulai JPS sampai dana kompensasi--dan penurunan tersebut. Jangan-jangan semuanya karena daya tahan hidup mereka yang memang bagus. Meskipun begitu, Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah, Erna Witoelar, menjamin dana kompensasi itu akan sampai di alamat yang tepat. "Semua itu tergantung perencanaan dan pengawasannya. Jika ini beres, selebihnya pasti beres," kata Erna. Tapi, becermin pada kekacau-balauan dana JPS, lagi-lagi kita sangsi.
M. Taufiqurohman, Arif Kuswardono, Rommy Fibri
Penyaluran Dana Kompensasi Kenaikan BBM | ||
Sektor | Jumlah (Rp Miliar) | Target |
Pendidikan | 833,4 | Beasiswa untuk 3 juta anak SD/MI dan 870 ribu anak SLTP/MS serta dana bantuan operasi untuk 8.200 SD-SLTP. Beasiswa untuk SMU/MAN sedang diusahakan. |
Kesehatan | 534,1 | Vaksinasi gratis hepatitis B untuk 900 ribu bayi, penyediaan obat dan bantuan biaya perawatan rumah sakit, serta bantuan dana operasional untuk 2.187 panti jompo, penyandang cacat, dan anak telantar. |
Operasi khusus beras | 279,9 | Pengadaan beras murah 1,2 juta keluarga miskin. |
Transportasi | 216,4 | Subsidi bahan bakar untuk 16.700 bus dan pengadaan 740 bus baru, subsidi bahan bakar untuk 18 kapal penyeberangan, dan subsidi untuk angkutan kereta ekonomi, termasuk Jabotabek. |
Penyediaan air bersih | 174,0 | Pengadaan pompa untuk masyarakat miskin di Pantai Utara Jawa. |
Pemberdayaan masyarakat pesisir | 105,8 | ? |
Usaha kecil-menengah | 56,3 | ? |
Jumlah | 2.199,9 |
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo