Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI zaman susah seperti ini, hampir tak ada tempat bagi masyarakat untuk hidup tenang. Harga bahan bakar minyak (BBM) naik dua pekan lalu, disusul melambungnya harga barang. Belum selesai syok masyarakat akibat melonjaknya harga-harga, giliran tarif telepon yang akan dinaikkan. Memang, belum ada beleid resmi yang mengerek biaya telepon. Pro-kontra terhadap rencana keputusan itu juga masih berlangsung di media massa. Beberapa pekan lalu, DPR bahkan memutuskan untuk menunda kenaikan tarif telepon yang sedianya diberlakukan 10 Juni ini. Tapi, tanpa kepastian tentang pembatalan keputusan itu, kenaikan tarif telepon akan tetap menghantui banyak orang.
Sejatinya, telepon bukan kebutuhan primer—seperti makanan, minuman, atau baju. Tapi, saat ini, telepon telah dianggap sebagai media komunikasi yang murah dan efisien, seperti tampak dari jajak pendapat TEMPO: semua responden memiliki telepon.
PT Telkom sendiri bukan tanpa argumen dalam mengusulkan kenaikan tarif. Perusahaan itu mengaku tak bisa bergerak dalam meluaskan usahanya dengan tarif yang sekarang. Tambahan dana itu mereka perlukan, antara lain, untuk memperbanyak jaringan telepon ke daerah-daerah. Dalam perhitungan PT Telkom, kenaikan ini akan mengalirkan duit Rp 10 triliun ke kas perusahaan ini pada akhir 2001. ”Tahun ini diperkirakan ada permintaan 830 ribu sambungan telepon baru,” kata Dodi Amarudien, Wakil Presiden Komunikasi Perusahaan PT Telkom.
Tapi kalangan yang menolak kenaikan tarif telepon menilai ada apa-apa di balik rencana ini: PT Telkom adalah salah satu perusahaan publik yang tidak goyah dihantam krisis ekonomi. Pemegang monopoli jasa telekomunikasi ini bahkan masih mampu mencatat laba di atas Rp 1 triliun per tahun selama badai krisis melanda Indonesia sejak 1997. Tahun lalu, misalnya, Telkom mencatat laba bersih Rp 2,54 triliun.
Menurut pengamat telekomunikasi Roy Suryo, dengan keuntungan sebesar itu, tak ada alasan untuk menaikkan tarif. Di beberapa negara maju, tarif telepon semakin lama malah semakin murah, bahkan bisa gratis. Terlepas dari pro-kontra tersebut, hampir semua responden jajak pendapat TEMPO menolak rencana kenaikan tarif telepon.
Menurut mereka, PT Telkom tidak semestinya menaikkan tarif secara sepihak. Kalaupun ada kebutuhan dana untuk menambah saluran telepon baru, hal itu mestinya tidak dibebankan pada konsumen. Sebagian dari mereka bahkan mengusulkan agar PT Telkom lebih efisien dan profesional dalam mengelola perusahaan.
Telepon telah menjadi kebutuhan yang tak bisa ditinggalkan, lebih-lebih bagi masyarakat perkotaan. Kenaikan harga BBM telah menguras dompet masyarakat. Dan kenaikan tarif telepon tampaknya bakal membuat kehidupan lebih sulit: kantong publik bukan lagi terkuras, tapi bisa-bisa bolong.
Arif Zulkifli
Apakah Anda memiliki telepon di rumah? | |
Ya | 100% |
---|---|
Berapa rata-rata uang yang Anda keluarkan untuk membayar telepon per bulan? | |
Kurang dari Rp 100.000 | 45,9% |
Rp 100.001 - Rp 200.000 | 40,9% |
Rp 200.001 - Rp 300.000 | 9,6% |
Rp 300.001 - Rp 400.000 | 2,2% |
Rp 400.001 - Rp 500.000 | 0,8% |
Lebih dari Rp 500.000 | 0,6% |
Bagi yang menjawab tidak setuju, apa alasannya?* | |
Kenaikan tarif telepon mencekik leher konsumen | 73,3% |
Kenaikan tarif telepon tidak membuat pelayanan kepada pelanggan jadi lebih baik | 49,9% |
Seperti di negara lain, semakin banyak telepon, mestinya tarif semakin murah | 35,2% |
*Responden dapat memilih lebih dari satu jawaban | |
Bagaimana pendapat Anda terhadap rencana pemerintah menaikkan tarif telepon? | |
Setuju | 3,4% |
Tidak setuju | 96,6% |
Bagi yang menjawab setuju, apa alasannya?* | |
Kenaikan tarif telepon dapat memicu penghematan telepon | 58,8% |
Kenaikan tarif telepon wajar untuk investasi PT Telkom menambah saluran telepon | 35,5% |
Kenaikan tarif telepon masih wajar karena tidak terlalu tinggi | 11,8% |
*Responden dapat memilih lebih dari satu jawaban | |
Apa yang paling utama harus dilakukan pemerintah agar PT Telkom bisa untung tanpa menaikkan tarif? | |
Memberantas korupsi agar PT Telkom lebih efisien | 69,4% |
Memperbanyak jaringan telepon agar lebih murah | 19,0% |
Melakukan swastanisasi murni | 5,8% |
Melakukan diversifikasi usaha di bidang lain | 5,8% |
Jika terjadi kenaikan tarif telepon, apa yang akan Anda lakukan? | |
Diam saja | 49,3% |
Protes ke pemerintah/DPR | 34,3% |
Berhenti berlangganan telepon | 14,6% |
Mengurangi pemakaian telepon | 14,2% |
Protes ke PT Telkom | 0,6% |
Metodologi jajak pendapat :
- Penelitian ini dilakukan oleh Majalah TEMPO bekerja sama dengan Insight. Pengumpulan data dilakukan terhadap 501 responden di lima wilayah DKI pada 15-19 Juni 2001. Penarikan sampel dilakukan dengan metode acak bertingkat (multi-stages random sampling) dengan unit analisis kelurahan, rukun tetangga, dan kepala keluarga. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara tatap muka. Tingkat kesalahan penarikan sampel (sampling error) jajak pendapat ini adalah 5 persen, dengan tak tertutup kemungkinan terjadinya non-sampling error.
MONITOR juga ditayangkan dalam SEPUTAR INDONESIA setiap hari Minggu pukul 18.30 WIB
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo