Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Jatam Minta Ormas Menolak Konsesi Tambang, Bagaimana Sikap NU dan Muhammadiyah?

Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam mendesak Ormas keagamaan menolak konsesi tambang. Bagaimana sikap NU dan Muhammadiyah?

4 Juni 2024 | 14.14 WIB

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut organisasi kemasyarakatan berbasis agama memiliki 'privilege' untuk mengelola tambang.
Perbesar
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut organisasi kemasyarakatan berbasis agama memiliki 'privilege' untuk mengelola tambang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam mendesak organisasi masyarakat atau Ormas keagamaan menolak konsesi tambang yang diberikan oleh pemerintah. Jatam menilai tambang belum tentu dapat mendorong kesejahteraan Ormas keagamaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

ā€œPertambangan itu padat modal dan padat teknologi. Ekonomi tambang sangat rapuh, tidak berkelanjutan, rakus tanah dan rakus air,ā€ demikian tertuang dalam siaran pers, Senin 3 Juni 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 yang mengubah beberapa ketentuan dalam PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Pada ayat 1 pasal 83A PP tersebut, disebutkan bahwa dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, pemberian WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.

Pengesahan kebijakan lima bulan jelang Pilkada Serentak 2024, dinilai memuluskan jalan ormas keagamaan untuk berbisnis tambang. Jatam menganggap hal ini sebagai otak-atik regulasi dan berpotensi menjadi utang sosial dan ekologis pemerintahan berikutnya. Saat ini, jumlah izin tambang di Indonesia tercatat mencapai hampir delapan ribu, dengan luas konsesi mencapai lebih dari sepuluh juta hektar. 

ā€œDalam operasionalnya, tambang tak hanya melenyapkan ruang pangan dan air, serta berdampak pada terganggunya kesehatan, tetapi juga telah memicu kematian.ā€

Jatam juga mencatat telah lebih dari delapan puluh ribu titik lubang tambang yang dibiarkan menganga tanpa rehabilitasi di Indonesia. Di Kalimantan Timur, misalnya, telah menelan korban tewas 49 orang, mayoritas anak dan kasus semacam ini dibiarkan begitu saja, tanpa penegakan hukum.

Sementara itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU memiliki pandangan berbeda. Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf mengatakan pemberian izin tambang untuk ormas merupakan langkah berani dari Presiden Joko Widodo memperluas pemanfaatan sumber daya alam bagi keuntungan rakyat.

Pria yang kerap disapa Gus Yahya itu menganggap konsesi tambang untuk ormas sebagai tanggung jawab yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. ā€œNahdlatul Ulama telah siap dengan sumberdaya-sumberdaya manusia yang mumpuni, perangkat organisasional yang lengkap dan jaringan bisnis yang cukup kuat untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut,ā€ ujarnya lewat pernyataan tertulis, 3 Mei 2024.

NU, kata dia, nantinya akan menyiapkan suatu struktur bisnis dan manajemen yang akan menjamin profesionalitas dan akuntabilitas, baik dalam pengelolaan maupun pemanfaatan hasilnya.

Sementara itu, Ketua Bidang Ekonomi Bisnis Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas, juga menyambut baik regulasi baru tersebut. Ia menilai kebijakan ini sebagai terobosan yang perlu diapresiasi karena selama ini ormas-ormas keagamaan sudah berbuat banyak bagi negara diberi kesempatan oleh pemerintah untuk ikut mengelola tambang. 

ā€œIni jelas  merupakan sesuatu yang menggembirakan karena lewat kebijakan tersebut berarti  ormas-ormas keagamaan akan bisa memperoleh sumber pendapatan baru untuk mendukung kegiatan-kegiatan yang dilakukannya,ā€ ujarnya.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Ā© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus