Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Nama Wali Kota Solo Gibran Rakabuming menjadi topik perbincangan usai Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan Undang-Undang Pemilihan Umum tentang batas usia calon presiden dan wakil presiden. Syarat usia yang pada awalnya minimal 40 tahun dapat ditoleransi dengan memiliki pengalaman sebagai kepala daerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Putra sulung Presiden Joko Widodo atau Jokowi tersebut santer dikabarkan akan menjadi calon wakil presiden dari kandidat yang diusung oleh Koalisi Indonesia Maju, Prabowo Subianto. Meski begitu, karier politik Gibran belum genap lima tahun. Dia baru dilantik menjadi Wali Kota Solo pada Februari 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama menjabat wali kota, kinerja Gibran tentunya disorot terutama dalam persoalan pengentasan kemiskinan. Gibran pernah menyebut bahwa penanganan masalah kemiskinan di Kota Solo sejalan dengan misi yang diusung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hal itu disampaikan saat dirinya berbicara dengan Presiden Dewan Ekonomi dan Sosial (Ecosoc) PBB Paula Narvaez di Amerika Serikat (AS).
Menurut dia, permasalahan paling berat yang dihadapi oleh sebuah kota, bahkan negara adalah kemiskinan.
"Kemarin kan Presiden Ecosoc yang mendorong pencapaian SDGs di semua negara. Solo sendiri juga komitmen. Indonesia, Solo komitmen semua agar bisa mencapai SDGs," katanya di Solo, Jawa Tengah, Senin, 18 September 2023..
Lantas, bagaimana jejak kemiskinan Solo di bawah Kepemimpinan Gibran? Simak informasi selengkapnya berikut ini.
Angka Kemiskinan di Solo
Berdasarkan laman Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali, persentase penduduk miskin di eks-Karesidenan Surakarta, tepatnya di Kota Surakarta atau Solo adalah 8,84 persen pada tahun 2022 lalu. Angka ini turun dari tahun sebelumnya, 2021, dimana kemiskinan Kota Surakarta mencapai 9,40 persen.
Sementara, jumlah penduduk miskin di Solo pada 2022 berada pada angka 45,94 ribu jiwa. Jumlah ini lebih rendah dari dua tahun sebelumnya, yakni pada 2020 dan 2021, secara berturut-turut adalah 47,03 ribu jiwa dan 48,78 ribu jiwa.
Berdasarkan data BPS Kabupaten Boyolali, indeks Kedalaman kemiskinan (P10) di Kota Surakarta pada 2020 sebesar 1,50 persen. Kemudian, sempat mengalami kenaikan pada 2021 hingga mencapai angka 1,83 persen. Namun, angka tersebut berhasil diturunkan pada 2022 menjadi 1,07 persen. Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index) adalah ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
Sementara itu, indeks keparahan kemiskinan (P2) di Kota Solo pada 2022 adalah 0,27 persen. Angka ini jauh lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai 0,54 persen pada 2021 dan 0,38 persen di tahun 2020. Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index) ini memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
Adapun untuk indeks pembangunan manusia (IPM) Kota Solo pada 2022 berada di angka 83,03. Sedangkan, pada 2021 dan 2020 berturut-turut berada di angka 82,21 dan 82,62 persen. Adapun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup.
Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Untuk mengukur dimensi hidup layak, digunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang memiliki capaian pembangunan untuk hidup layak.
RADEN PUTRI
Pilihan Editor: Denny Indrayana Dorong Dibentuk MKMK untuk Pemeriksaan Pelanggaran Etika Anwar Usman