Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jepang mulai melepaskan air limbah radioaktif dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi yang telah diolah ke Samudra Pasifik pada Kamis, 24 Agustus 2023. Langkah itu langsung menuai protes dari Cina dan menilainya sebagai kebijakan egois serta tidak bertanggung jawab.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tokyo Electric Power Company (Tepco) membuang sisa pengolahan bahan-bahan radioaktif ke perairan terbuka setelah mendapatkan lampu hijau dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bulan lalu. Lantas, sebenarnya apa dampak dari pembuangan limbah nuklir ke laut?
Dampak Pembuangan Limbah Nuklir ke Laut
Dosen Rekayasa Nanoteknologi Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM) Universitas Airlangga (Unair) Intan Nurul Rizki mengatakan, limbah nuklir mengandung banyak zat radioaktif, seperti iodin, selenium, tritium, dan karbon-14. Zat-zat tersebut akan mengakibatkan dampak serius terhadap makhluk hidup yang terpapar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dampak yang ditimbulkan bersifat akumulatif, akan terlihat setelah lima, sepuluh, atau bahkan dua puluh tahun mendatang. Akumulasi umumnya pada biota laut yang terkoneksi dalam rantai makanan,” kata Intan, Kamis, 27 Mei 2021, dikutip dari situs resmi FTTM Unair.
Lanjut Intan, apabila biota laut itu dikonsumsi manusia, maka dapat menyebabkan kanker, gangguan janin, cacat organ tubuh, gangguan janin, berkurangnya peluang hidup, hingga kerusakan DNA sel.
Sementara itu, dilansir dari Forbes, ahli geofisika kelautan Kelly Martin mengungkapkan, berdasarkan pengujian pada 1950-1960, radiasi nuklir di lautan menyebar dengan cukup cepat (tidak dapat diukur setelah berbulan-bulan maupun bertahun-tahun). Beberapa radionuklida mengendap di dasar laut dan sebagian lainnya mencemari pulau-pulau di dekatnya.
Limbah nuklir dari PLTN Fukushima Jepang tidak sama dengan yang lain
Meski begitu, menurut Kelly, pembuangan air limbah nuklir dari PLTN Fukushima Jepang tidak sama dengan pelepasan limbah radioaktif lainnya. Hampir semua radionuklida di perairan Jepang adalah isotop yodium atau cesium. Keduanya larut dan tersebar di lautan seluruh dunia. Arus aktif dekat pantai mengangkut radioaktif jauh ke Pasifik, sehingga mengurangi efeknya secara cepat.
Semakin banyak radioaktif yang dilepaskan, biota laut di sekitar lokasi (dalam jarak 10-30 kilometer) akan terdampak. Karena itu, tidak disarankan untuk mengonsumsi ikan dalam kawasan pelepasan limbah nuklir, sekitar 10-50 kilometer.
Kebanyakan ikan tidak mengandung konsentrasi bahan radioaktif yang tinggi. Kata Kelly, hanya predator puncak, seperti tuna, hiu, dan manusia yang bisa terpengaruh dalam waktu cukup lama. Untungnya, kata dia, sebagian besar predator tertinggi dalam rantai makanan tidak berkeliaran dalam radius 30 kilometer.
Selain itu, Pemerintah Jepang juga memantau radiasi pada daerah tangkapan ikan di seluruh prefektur. Mereka melarang masyarakat untuk menangkap ikan di dekat PLTN Fukushima. Berdasarkan pantauan pemerintah setempat, kata Kelly, tingkat radiasi di perairan terbuka masih berada di ambang batas keamanan.
Picu Bencana Ekologis Dunia
Anggota Komisi VI DPR RI Luluk Nur Hamidah meminta pemerintah Indonesia untuk merespons serius terkait kebijakan Jepang yang membuah limbah nuklir ke laut. Pasalnya, menurut dia, hal itu juga akan mengancam perairan Indonesia.
“Kalau pemerintah Jepang benar-benar membuang limbah nuklir, akan memberikan risiko, dan juga bencana ekologis bagi dunia. Tentu saja, akan berdampak serius terhadap perairan Indonesia,” ujar Luluk dalam keterangan tertulis, Sabtu, 20 Mei 2023, dikutip dari situs resmi DPR RI.
Luluk mengaku khawatir, dampak pembuangan limbah nuklir akan menimbulkan hal-hal negatif, terutama pada jangka panjang. “Harus kita pahami, radiasi dan dampak limbah nuklir bisa berlangsung lama, jadi akan mengakibatkan situasi sangat buruk,” tuturnya.
MELYNDA DWI PUSPITA