VOLUME uang yang beredar di Surabaya diperkirakan cuma 6% dari seluruh uang yang beredar di Tanah Air. Tapi itu tak jadi soal. Pokoknya, ini tidak menghambat pembentukan sebuah pasar modal yang dirintis oleh 36 pedagang efek di sana. Usaha mendirikan Bursa Efek Surabaya (BES) ini memang sejak mula disambut gembira oleh Menteri Keuangan J.B. Sumarlin. Kendati sangat jarang melakukan acara gunting pita, Jumat pekan silam toh Sumarlin terbang ke Surabaya. Dalam peresmian pasar modal BES, antara lain ia berkata "Mendirikan pasar modal adalah usaha yang cukup rumit permasalahannya. Untuk itu diperlukan pengalaman dan keahlian yang memadai." Karena rumit itulah mungkin, BES baru terealisasi pekan silam, padahal Menkeu menetapkan ancer-ancer: 1 April 1989. Berarti terlambat 2,5 bulan. Menurut keterangan Dirut PT BES Basjiruddin A. Sarida, tugas mengkoordinasikan pendirian pasar modal ini diberikan Departemen Keuangan kepada Bank Ekspor Impor Indonesia (BEEI). Semula tak ada pengusaha Surabaya yang mau ikut. Pihak Kadin Jawa Timur sendiri kurang berminat. BEEI lalu mengajak bank-bank dan pedagang efek yang besar dari Jakarta. Setelah timbul kekhawatiran bahwa bursa ini akan dimonopoli oleh pengusaha dari Jakarta, barulah arek-arek Surabaya mau menyertakan modalnya. Mereka rata-rata menyetor Rp 50 juta. Para pendiri BES meliputi enam bank pemerintah (BEEI, Bapindo, BBD, BRI, BDN, dan BNI), ditambah delapan bank swasta nasional (Bank Bali, BCA, Bank Central Dagang, BDNI, BII, Bank Karman, BSI, dan Panin Bank). Selain itu ada 10 pedagang efek murni dari Jakarta, yakni Danareksa, Aksara Kencana, Bersepindo Utama, Binaartha Parama, Deemte Arthadharma, Dharmala Artha Sejahtera, Intan Artha, Kapita Sekurindo, Sekuritas Indo Pacific, Ramayana Artha Perkasa. Selebihnya diperkuat 12 pengusaha dari Surabaya, termasuk BPD Ja-Tim dan Puskud Ja-Tim. Kendati pasar modal Surabaya sudah ramai dibicarakan sejak awal tahun ini, tanggapan dari masyarakat di sana kecil sekali. "Untunglah, Wakil Gubernur Ja-Tim, Trimarjono, S.H., mau tampil sebagai pahlawan," kata seorang pialang. Pada hari pertama pasar modal itu beroperasi, Trimarjono membeli 1.000 lembar saham Sucaco pada harga Rp 7.200, atau enam point (Rp 150) lebih mahal dari harga di bursa Jakarta. Menyusul dua orang yang masing-masing membeli 200 lembar saham Sucaco. "Kelahiran BES diharapkan akan membawa banyak perubahan bagi perekonomian di Jawa Timur, khususnya bagi Surabaya," kata Wakil Gubernur Trimarjono. Sementara itu, Dirut PT BES, Basjiruddin A. Sarida, berucap, "Kami memang harus mengubah masyarakat bermodal di sini, dari pola hidup konsumtif menjadi produktif." Pada pengamatannya, kebiasaan masyarakat Surabaya ialah jor-joran hidup mewah dan berjudi. Padahal, kalangan kelas menengah di sini diperkirakan jauh lebih banyak daripada di Jakarta. Konon, tak sedikit ibu rumah tangga yang biasa ikut arisan Rp 25.000 sampai jutaan, sambil pamer berlian. "Kelahiran BES mudah-mudahan akan mengarahkan pola hidup yang konsumtif menjadi produktif," kata Basjiruddin lagi. Tapi karena tampaknya masih akan mengandalkan pemilik modal dari Jakarta dan luar negeri, BES dirancang untuk benar-benar bisa bersaing dengan Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang dikelola Bapepam. Untuk itu servisnya harus lebih baik dan lebih cepat. "Di sini jual-beli surat berharga (saham, obligasi, atau sekuritas) akan diselesaikan dalam tempo sehari. Tidak seperti di Jakarta, butuh kegigihan untuk mendapatkan sertifikat atau uangnya," kata bekas pejabat Bapepam yang telah "dibajak" BES. Dia pun membandingkan bagaimana penjual efek di BEJ, baru bisa menerima uangnya sampai seminggu setelah transaksi. Sedangkan pembeli menerima surat berharganya 10-14 hari kemudian, sehingga mereka tak segera bisa menjualnya kembali. Karena cara kerja seperti itulah, belum lama ini belasan pialang -- termasuk PT Danareksa -- diskors Bapepam. Masalahnya, menurut Basjiruddin, ada pialang (broker) yang malas dan nakal. Misalnya orang membeli sertifikat saham Semen Cibinong. Saham itu tentu perlu balik nama, tapi broker enggan mengurusnya. Tak pelak lagi, transaksi di BEJ sering diwarnai perdebatan, bahkan adu jotos, karena yang diperdagangkan ternyata tak ada. Untuk bersaing dengan BEJ, Basjiruddin telah menyusun strategi canggih. Para investor atau pialang yang hendak membeli efek diharuskan menyetorkan uang terlebih dahulu pada Bank Ekspor Impor Indonesia (BEEI) cabang Surabaya. Bank ini akan bertindak sebagai lembaga kliring. Surat-surat berharga yang diperjualbelikan di BES juga tak perlu diambil karena cukup aman disimpan dalam lemari baja tahan api dan gempa (safe deposi box ). Urusan balik nama pemilikan efek juga akan ditangani langsung oleh BES. Semua transaksi akan diproses di BEEI dengan komputer. "Kalau investor mau mengklaim, langsung saja minta ke BES. Dari luar negeri sekalipun takkan terlambat," begitu janji Basjiruddin. Ketua Bapepam (Badan Pelaksana Pasar Modal) Marzuki Usman berpendapat, sudah saatnya Surabaya ditingkatkan menjadi pusat keuangan baru, setelah Jakarta. Lagi pula, kota ini juga ditunjang oleh banyak industri. "Di sini cukup banyak perusahaan yang good quality," kata Ketua Bapepam, Marzuki Usman. Buktinya, Kamis pekan silam ada tiga perusahaan yang go public. PT Jaya Pari Steel mengeluarkan 3,36 juta lembar saham bernilai nominal Rp 1.000 untuk dijual Rp 7.800 per lembar. PT Sepanjang Surya Gas menjual 3 juta lembar saham bernilai nominal Rp 1.000 dengan harga jual Rp 4.100 per lembar. PT Pembangunan Dharmo Grande menawarkan surat utang jangka panjang alias obligasi (5 tahun) bernilai Rp 15 milyar. PT Zebra Taksi malah sudah lebih dulu menjual saham di PT Bursa Paralel, Jakarta. "Cukup menggembirakan, dan minat swasta cukup banyak. Mudah-mudahan putaran berikutnya akan terjadi di Medan," kata Menkeu Sumarlin.Max Wangkar (Jakarta), Wahyu Muryadi, Harry Mohammad (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini