Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENANGANAN kasus semburan lumpur panas di Sidoarjo, Jawa Timur, banyak menuai kritik. Sejak petaka ini muncul pada 29 Mei lalu, gerak pemerintah tak cukup gesit. Buktinya, meski Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menginstruksikan agar kasus ini segera ditangani, tak pernah jelas siapa yang harus bertanggung jawab. Akibatnya, bencana meluas.
Baru pekan lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla menunjuk Grup Bakrie harus ikut menanggung beban kerugian yang ditimbulkan. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie—yang belum sekali pun melongok ke Sidoarjo—akhirnya juga menyatakan Lapindo Brantas harus bertanggung jawab. Namun soal detailnya bagaimana, Ical—sapaan akrabnya—meminta kasus ini ditanyakan kepada Nirwan Bakrie, adiknya yang kini banyak menangani perusahaan keluarga Bakrie.
29 Mei Semburan lumpur panas terjadi di kawasan pengeboran gas milik Lapindo Brantas yang terletak di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Manajemen Lapindo menyebutkan ini akibat gempa bumi.
5 Juni PT Medco E&P Brantas, rekanan kerja sama operasi pengeboran, mengirim surat ke Lapindo. Medco pada 18 Mei telah mengingatkan Lapindo agar memasang selubung bor (casing) di kedalaman 8.500 kaki untuk mengantisipasi kebocoran.
12 Juni Komisi E DPRD Jawa Timur dalam dengar pendapat meminta Lapindo bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan dan kerugian masyarakat. Suara senada diungkapkan Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar. Namun General Manager Lapindo, Imam Agustino, menyatakan tanggung jawab harus dipikul bersama dengan pemerintah.
14 Juni Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral serta BP Migas melakukan investigasi.
15 Juni Sekretaris Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Sutedjo Yuwono, menyatakan kementerian yang dipimpin Aburizal Bakrie ini belum perlu berkunjung langsung ke Sidoarjo. Alasanya, sudah diwakili Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Energi. Ketua DPR Agung Laksono menilai gerak pemerintah lamban.
16 Juni General Manager Lapindo, Imam Agustino, membantah luapan lumpur akibat kesalaham timnya dalam pengeboran. Menteri Lingkungan Hidup menyatakan pengenaan sanksi atas Lapindo masih menunggu hasil tim investigasi.
19 Juni Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro di Surabaya menyatakan, semburan lumpur panas bukan akibat gempa bumi, tapi kesalahan pengeboran.
20 Juni Wakil Presiden Jusuf Kalla di Sidoarjo meminta Lapindo bertanggung jawab atas seluruh kerugian warga. Hadir dua wakil Grup Bakrie: Nirwan Bakrie dan Ari Sapta Hudaya. Nirwan meminta maaf atas nama keluarga Bakrie dan bersedia mengganti kerugian. Juru bicara Lapindo, Yuniwati Teriyana, tetap menyatakan pihaknya telah melakukan pengeboran menurut prosedur operasi standar (SOP).
21 Juni Menteri Aburizal Bakrie menyatakan Lapindo harus bertanggung jawab. Menteri Pertanian Anton Apriyantono meminta Lapindo memberikan ganti rugi atas lahan pertanian yang rusak.
22 Juni Kepolisian RI menyatakan rekanan PT Lapindo, PT Medici Citra Nusantara, tak melaksanakan prosedur standar operasi pengeboran. Kelalaian pemasangan selubung (casing) pipa bor bisa dimasukkan ke kategori pidana.
Alton International Indonesia Berdiri pada Oktober 2004, Alton International Indonesia pada 20 Januari 2006 mengantongi kontrak proyek pengeboran ladang migas dari Lapindo Brantas Inc di Sidoarjo, Jawa Timur. Kontrak dari anak perusahaan PT Energi Mega Persada Tbk senilai US$ 24 juta (lebih dari Rp 220 miliar) ini berlaku setahun sejak pertengahan Februari 2006. Sekitar 30 persen sahamnya dimiliki oleh Alton International Singapore—anak perusahaan Federal International (2000) Ltd (Singapura)—sedangkan sisanya oleh PT PT Medici Citra Nusantara.
Lapindo Brantas Inc Lapindo Brantas Incorporated berdiri pada 1996. Sebelum jatuh ke tangan PT Energi Mega Persada pada Maret 2004, perusahaan ini dimiliki oleh Kalila Energy Ltd (84,24 persen) dan Pan Asia Enterprise (15,76 persen). Lapindo menjadi operator dan pemilik 50 persen kuasa pertambangan di blok migas Brantas seluas 3.050 kilometer persegi. Wilayah operasinya mencakup penambangan darat di Jawa Timur dan penambangan lepas pantai di Selat Madura, di antaranya lapangan gas Wunut dan Carat di Sidoarjo. Kapasitas produksi gas pada 2005 di blok ini mencapai 59 juta kaki kubik per hari.
PT Energi Mega Persada PT Energi Mega Persada merupakan salah satu anak perusahaan milik Grup Bakrie, lewat PT Kondur Indonesia dan PT Brantas Indonesia. Bisnis intinya di bidang penambangan dan perdagangan minyak dan gas. Salah satunya di Selat Malaka, Sumatera, dan Blok Brantas di Jawa Timur. Pada 2004, perusahaan ini pun berhasil mengakuisisi penuh wilayah kerja penambangan di Blok Kangean, Jawa Timur. Tak lama lagi, Energi Mega bakal dilebur dengan PT Bumi Resources Tbk, salah satu anak perusahaan Grup Bakrie lainnya.
Metta Dharmasaputra, Yandhrie Arvian, Y. Tomi Aryanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo