Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Sragen - Kasus kematian secara mendadak puluhan ekor sapi milik warga atau para peternak terjadi di wilayah Kabupaten Sragen, Jawa Tengah dalam beberapa waktu terakhir. Dari gejala yang ada, diduga penyebab kematian hewan ternak itu karena tengah merebak wabah penyakit mulut dan kuku (PMK).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dokter hewan medik veteriner Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kabupaten Sragen Ana Margaretha mengonfirmasi kasus kematian puluhan ekor sapi milik warga tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ana menuturkan Dinas menerima laporan kasus kematian sapi milik warga atau peternak di wilayah Desa Saren dan Desa Karang Jati, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen.
"Belum tahu pasti jumlahnya tapi memang ada beberapa sapi yang mati dan sakit dengan gejala mengarah ke PMK," ujar Ana ketika ditemui wartawan seusai pemeriksaan hewan ternak di Sragen, Selasa, 24 Desember 2024.
Menindaklanjuti laporan itu, Ana mengatakan ,Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan Kabupaten Sragen bergerak cepat bersama petugas penyuluh lapangan (PPL) dan berkoordinasi dengan pihak pemerintah desa untuk pengobatan hewan-hewan ternak tersebut.
"Hari ini kami melaksanakan kegiatan pengobatan dan pembagian disinfektan untuk warga. Adapun dari gejalanya di antaranya ada luka pada mulut sapi, dugaan mengarah ke PMK tersebut," katanya.
Lebih lanjut, Ana mengungkapkan, kasus kematian sapi-sapi tersebut terjadi secara merata di 20 kecamatan yang ada di Kabupaten Sragen. Faktor kondisi cuaca yang saat ini hampir setiap hari turun hujan, turut menjadi pemicu penularan PMK tersebut pada hewan ternak.
"(Kasus kematian sapi) Sudah merata di 20 kecamatan. Faktornya di antaranya karena kondisi cuaca menurunkan daya tahan tubuh hewan," tutur dia.
Adapun cara penularan, Ana menjelaskan, hewan-hewan ternak itu bisa tertular melalui kontak langsung atau perantara peternak, kemudian dari peralatan kandang yang tertular, alat transportasi, misalnya dari saat di kendaraan atau mobil pengangkut ketika mau ke pasar atau beda kandang, kemudian dari peralatan yang tercemar.
Ia menambahkan kasus PMK pada hewan ternak tersebut sebelumnya juga terjadi pada tahun 2022 dan 2023.
"Tahun ini lebih banyak karena memang tahun kemarin banyak sapi baru. Jadi mungkin belum sempat divaksin, terlebih karena faktor cuaca juga mempengaruhi. Saat ini kan peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan jadi otomatis dari yang dulunya panas kemudian ini sekarang cuaca lebih sering hujan sehingga kondisi dan daya tahan tubuh hewan menurun," ucap Ana.
Dinas pun mengimbau warga atau para peternak di antaranya agar selalu menjaga kebersihan kandang hewan ternak, memberi asupan gizi yang seimbang untuk ternak, pakan dan minum yang cukup dan pemberian vitamin, serta tidak lupa untuk mendisinfeksi kandang. Selain itu juga harus selalu membersihkan diri dan menjaga sanitasi lingkungan.
"Apabila ada hewan yang sakit, lakukan karantina, dalam artian tidak boleh dicampur bersama dengan hewan yang sehat karena akan mempercepat penyebaran penyakit," tutur Ana.
Adapun untuk hewan yang dalam kondisi sakit sebaiknya diisolasi atau disendirikan agar tidak menular ke hewan lain yang masih sehat. Apabila masih ada atau terkena gejala PMK, Ana mengatakan warga bisa segera menghubungi mantri atau dokter hewan untuk pemeriksaan hewan atau melaporkan kepada pemangku wilayah setempat seperti RT, RW desa kelurahan kemudian dilaporkan ke Dinas PMK.
Menurut salah seorang warga Ngelo, Desa Saren, Mudzakir, kasus kematian sapi-sapi di wilayah tempat tinggalnya terjadi kurang lebih dua minggu terakhir.
"Milik saya udah 2 ekor lemosin mati dan 1 ekor anaknya masih dalam perawatan karena juga ikut terserang penyakit yang terjadi kurang lebih 2 minggu ini," ungkap Mudzakir.
Ia menuturkan kronologi sapi mati mendadak di Kalijambe Sragen bermula saat belasan ekor sapi mengalami gejala di antaranya mengeluarkan air liur dan kaki luka serta tidak mau makan maupun minum dan berdiri.
"Punya saya sapi limosin, pertama mati pada hari minggu tanggal 12 desember 2024 dan yang sapi kedua tanggal 18 desember 2024, yang anakan sampai saat ini masih dalam perawatan, saat terkena penyakit ini juga kita datangkan dokter hewan ke rumah, habis disuntik ada 5 jam terus dikasih telur bebek malah ikut mati," kata Mudzaki.
Akibat kematian mendadak sapi-sapinya, Mudzakir mengaku mengalami kerugian puluhan juta rupiah dan selain di tempat dirinya ada sapi mati mendadak lainnya milik tetangga sekitar rumah.
"Kalau yang babon (betina) mati itu diharga Rp 13 juta, yang kedua Rp 10 juta. Selain di tempat saya ada juga sapi milik tetangga saya yang mati mendadak yakni milik pak Sukar 1 ekor, Sigit 1 ekor, Dalimin cumpleng 1 ekor, Mahmud 1 ekor, dan yang 2 lupa namanya,'' tutur dia.
Kepala Desa Saren, Mustajab, mengatakan menindaklanjuti adanya kasus kematian hewan ternak itu, pihaknya telah meminta agar masyarakat meningkatkan kebersihan kadang ternak.
Pilihan Editor: Libur Nataru, KAI Sumut Operasikan 396 Perjalanan Kereta Api