Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kecam Kekerasan dan Penghalangan Kerja Jurnalis, AJI Minta Pengawal Menteri PU Dody Hanggodo Diproses Hukum

Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Jakarta Irsyan Hasyim mengatakan tindakan pengawal menteri Dody merupakan perbuatan pidana.

22 Maret 2025 | 14.59 WIB

Ilustrasi pria melakukan kekerasan kepada perempuan. Foto: Freepik
Perbesar
Ilustrasi pria melakukan kekerasan kepada perempuan. Foto: Freepik

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam kekerasan dan upaya menghalang-halangi kerja jurnalis Tempo, Riri Rahayu, oleh pengawal Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo. Peristiwa ini terjadi usai Dody melaksanakan Rapat Koordinasi Pengendalian Banjir bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid dan Gubernur Banten Andra Soni di Kementerian PU, Jakarta, pada Jumat, 21 Maret 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua AJI Jakarta Irsyan Hasyim mengatakan tindakan pengawal menteri Dody Hanggodo merupakan perbuatan pidana. Dalam Pasal 18 ayat (1) Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers mengatakan setiap orang yang melawan hukum dengan sengaja bertindak yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja jurnalis dalam dipidana paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Mendesak pihak Kepolisian untuk memproses hukum pelaku intimidasi jurnalis dengan delik pidana,” kata Irsyan dalam keterangan tertulis, Sabtu, 22 Maret 2025. 

Selain itu, AJI juga mendesak Dewan Pers untuk menerjunkan Satuan Tugas Anti-kekerasan dalam kasus ini. Tujuannya untuk memastikan kepolisian mengusut kasus ini dengan tuntas, termasuk potensi korban kekerasan yang lain. “Dewan Pers juga perlu memantau dan menuntaskan kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis yang selama ini luput dalam pendataan,” kata Irsyan. 

Menurut Irsyan, jurnalis melakukan kerja-kerja pers sebagai bentuk check and balances serta pengimplementasian tugasnya sebagai pilar keempat demokrasi. Segala bentuk intimidasi dan ancaman yang dilakukan terhadap jurnalis merupakan bentuk penghalang-halangan kerja pers yang dapat berakibat pada terlanggarnya hak atas jaminan rasa aman bagi jurnalis serta terlanggarnya hak publik atas informasi. 

Kasus ini bermula saat, Riri ingin wawancara cegat terhadap Dody soal tindak lanjut dan detail hilangnya 32 situ di Bekasi dan Bogor, Jawa Barat.  Namun, tiba-tiba seorang pengawal yang bertubuh besar dan tinggi menghalang-halangi Riri untuk bertanya-jawab dengan Dody. Keperluan wawancara ini dianggap penting karena Dody ketika Konferensi Pers bersama Nusron dan Andra Soni, irit bicara. Karena itu, dia dan jurnalis lain baru memiliki kesempatan bertanya usai jumpa pers tersebut. 

Shafira Cendra Arini, jurnalis Detik.com, yang mengetahui peristiwa ini mengatakan ajudan Menteri Dody memang tampak sengaja menghalangi Riri. Padahal, kata dia, jurnalis yang lain masih bisa untuk mewawancarai Dody. Ajudan ini juga bergeming. “Ajudan ini hanya mendorong Riri,” kata Shafira saat dihubungi pada Sabtu, 22 Maret 2025. 

Kepada pengawal Dody, Shafira ini juga telah mengingatkan agar tidak menggunakan fisik yang besar itu. Menurut dia, tubuh pengawal ini tinggi dan besar sekaligus berpakaian biru gelap. “Jangan main fisik, Pak,” kata dia. 

Tak hanya itu, Shafira juga mengadukan tindakan ajudannya ini ke Dody. Namun, Dody tak merespons. “Pak ini ajudannya. Tapi Bapak (Dody) melengos,” katanya. 

Pemimpin Redaksi Tempo Setri Yasra mengatakan institusinya mengecam tindakan yang menghalang-halangi kerja jurnalistik ini. Dia menyebut peristiwa ini tak seharusnya terjadi. “Perilaku lancung ini tidak seharusnya dilakukan oleh ajudan menteri dan di depan menteri, pejabat negara,” kata Setri dalam keterangan tertulis, Sabtu, 22 Maret 2025.

Setri menyebut Tempo melalu AJI juga akan mengkaji potensi mengadukan kasus ini ke Dewan Pers. Sebab, kata dia, kerja jurnalistik dilindungi Undang-Undang. “Kerja jurnalistik dijamin undang-undang, karena itu lewat AJI kami mengkaji untuk mengadukan perilaku buruk ini ke Dewan Pers,” kata Setri. 

AJI mencatat sepanjang 2024 ada 73 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Kasus kekerasan fisik paling banyak terjadi dengan jumlah 20 kasus. Adapun, jenis kasus kekerasan lain berupa teror atau intimidasi, pelarangan liputan, ancaman, serangan digital, penuntutan hukum, kekerasan berbasis gender, perusakan alat liputan, hingga pembunuhan. 

Pelaku kekerasan pun didominasi oleh polisi dengan jumlah 19 kasus. Pelaku lain meliputi anggota TNI, organisasi masyarakat, orang tak dikenal, aparat pemerintah, hingga perusahaan. 

Adil Al Hasan

Bergabung dengan Tempo sejak 2023 dan sehari-hari meliput isu ekonomi. Fellow beberapa program termasuk Jurnalisme Data AJI Indonesia.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus