Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Seperti bus pariwisata yang mengalami kecelakaan di Bantul pada Februari lalu, uji kir bus pariwisata Trans Putera Fajar sudah kedaluwarsa.
Selain memperketat pengawasan bus pariwisata, pemerintah dinilai perlu memberi sanksi bagi perusahaan bus yang lalai.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Hendro Sugiatno menyatakan untuk perusahaan bus yang tak berizin, tapi mengoperasikan kendaraannya akan dikenai pidana.
ROSDIANA melihat kejanggalan beberapa saat setelah bus pariwisata Trans Putera Fajar yang membawa anaknya, Mahesya Putera, dan teman-temannya dari Sekolah Menengah Kejuruan Lingga Kencana, Depok, Jawa Barat, berangkat menuju Bandung. Ban bus tersebut selip di pertigaan Parung Bingung atau tak berapa jauh setelah bus melaju dari Depok.
Menurut Rosdiana, ketika ban bus sempat selip, seharusnya sopir memeriksa kelayakan bus. "Saya ngenes-nya di situ, kenapa tetap dipaksakan," kata dia di kediamannya di RT 01 RW 10 Kelurahan Rangkapan Jaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Depok, Ahad, 12 Mei lalu.
Pada Sabtu malam, bus Trans Putera Fajar terguling di Ciater, Subang, Jawa Barat. Rombongan siswa ini hendak kembali ke Depok setelah mengikuti rangkaian acara perpisahan di Bandung. Penyebab kecelakaan masih didalami, tapi dugaan awal rem kendaraan wisata tersebut blong. Putra sulung Rosdiana merupakan satu dari 11 korban meninggal. Selain itu, 12 orang lainnya mengalami luka berat.
Sopir bus Trans Putera Fajar, Sadira, membenarkan ada masalah pada rem kendaraannya. Dia sempat melakukan perbaikan, tapi kondisinya tak membaik. Kontur jalan yang menurun membuat Sadira kesulitan mengatur laju kecepatan bus itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sadira sempat mencari emergency safety area di kawasan tersebut, tapi tak menemukannya. Akhirnya, dia berinisiatif membanting bus ke kanan jalan dan menabrakannya ke tiang listrik. Namun di sisi kanan terdapat tiga unit sepeda motor dan sebuah mobil yang ikut tertabrak bus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sadira meminta maaf atas kecelakaan tersebut. Dia mengatakan telah mengecek bus sebelum digunakan. “Saya minta maaf yang sebesar-besarnya karena kejadian ini tidak ada yang mau. Ini namanya musibah, mohon maafkan saya,” ujarnya kepada Antara.
Sederet permasalahan terungkap setelah bus pariwisata tersebut terguling. Dari uji kelayakan atau kir angkutan yang ternyata kedaluwarsa, rem blong atau kondisi bus yang kurang baik, hingga bus pariwisata itu terdaftar berstatus angkutan kota dalam provinsi atau AKDP.
Dinas Perhubungan Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, menyatakan uji kelayakan berkala bus itu kedaluwarsa sejak Desember 2023. Berdasarkan data di aplikasi Mitra Darat milik Kementerian Perhubungan, bus dengan nomor kendaraan AD-7524-OG ini terakhir kali melakukan uji kelayakan pada 6 Juni 2023. Bus seharusnya memperpanjang uji kelayakan tiap enam bulan sekali.
Masalah uji kir yang kedaluwarsa tidak hanya ditemukan kali ini. Pada Februari lalu, bus rombongan wisatawan yang terguling di jalan Siluk-Imogiri, Selopamioro, Imogiri, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, juga tidak memperpanjang uji kelayakan. Polisi dan dinas perhubungan setempat menyebutkan uji kir bus kedaluwarsa sejak 2020. Akibat kecelakaan tersebut, tiga orang tewas.
Adapun dalam kecelakaan di Subang, bus Trans Putera Fajar bertipe HINO terdaftar sebagai milik sebuah perusahaan di Wonogiri, Jawa Tengah. Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Wonogiri Waluyo mengatakan bus Trans Putera Fajar berstatus AKDP. “Statusnya itu masih AKDP," ujarnya pada Ahad lalu.
Bus dengan status AKDP seharusnya tidak layak digunakan sebagai bus pariwisata. Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi Deddy Herlambang mengatakan, untuk angkutan wisata ke luar daerah, seharusnya izinnya adalah antar-kota antar-provinsi atau AKAP. “Dari sisi regulasi sudah melanggar,” ujarnya.
Sejumlah bus pariwisata mengikuti konvoi bertajuk "Kampanye Peduli Covid-19" di Kota Kediri, Jawa Timur, 30 April 2020. ANTARA/Prasetia Fauzani
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Angkutan Darat atau Organda Ateng Aryono menekankan pentingnya uji kelayakan berkala agar kejadian serupa tak berulang. Ia heran masih ada pengusaha angkutan yang tidak memperpanjang uji kelayakan. “Padahal semestinya kalau mereka niat jadi pengusaha angkutan, mereka harus bertanggung jawab soal itu,” kata dia saat dihubungi kemarin.
Ateng menyebutkan kir merupakan salah satu investasi di bidang usaha angkutan umum karena menyangkut keselamatan penumpang dan kepercayaan publik. Menurut dia, pelayanan dan keselamatan adalah hal utama bagi usaha jasa angkutan. “Bagaimana mereka mengharapkan pelanggan, sementara tidak memastikan menawarkan jasa yang memang benar-benar layak untuk dijual.”
Uji kelayakan berkala yang ditetapkan Kementerian Perhubungan merupakan kewajiban bagi pengusaha angkutan untuk menjamin semua armadanya siap melayani masyarakat.
Menurut Ateng, pengurusannya saat ini lebih mudah, bisa lewat pendaftaran online. Uji kir penting karena meliputi uji kelaikan armada dan uji administrasi. Meskipun terkesan mudah, uji berkala penting karena meliputi pengecekan semua komponen kendaraan, seperti rem, dimensi, dan lampu utama. Semua item itu harus lulus pengecekan. Pemeriksaan tersebut bertujuan meminimalkan risiko kecelakaan.
Selain uji berkala, pemeliharaan rutin perlu diterapkan dan menjadi tanggung jawab pengusaha serta pengemudi, seperti tekanan angin, kanvas rem, dan lampu.
Di Organda, Ateng terbuka kepada semua orang yang ingin menjadi pengusaha angkutan. Namun mereka harus memenuhi seluruh standar dan kewajiban. Ia menilai perusahaan bus yang membawahkan bus Trans Putera Fajar abai.
Selain aspek teknik kendaraan, kemampuan pengemudi penting. Karena itu, sopir harus memiliki sertifikat yang juga diperbarui berkala.
Baca Juga Infografik:
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan pemerintah perlu menindak perusahaan atau pemilik bus. Menurut dia, sudah saatnya pengusaha bus yang tidak mau tertib administrasi diperkarakan. “Selama ini selalu sopir yang dijadikan tumbal setiap kecelakaan bus,” ujarnya.
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 310 menyebutkan setiap pengemudi yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan dan terdapat orang meninggal dikenai sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12 juta. Namun ia menyayangkan aturan tegas serupa tidak diterapkan bagi pengusaha jasa.
Ia mengatakan kerap ditemukan perusahaan yang tidak tertib administrasi. Pengawasan terhadap bus pariwisata perlu diperketat dan harus ada sanksi bagi perusahaan bus yang lalai. “Termasuk pemilik lama juga harus bertanggung jawab.”
Jika tidak, kejadian serupa dengan penyebab yang sama selalu terulang kembali. Data STNK, kir, dan perizinan sudah seharusnya dikolaborasikan serta diintegrasikan menjadi satu kesatuan sebagai alat pengawasan secara administrasi.
Polisi bersama petugas Dinas Perhubungan memeriksa kelaikan angkutan bus pariwisata di salah satu garasi biro perjalanan pariwisata di Lumajang, Jawa Timur, 13 Mei 2024. ANTARA/Irfan Sumanjaya
Pengecekan penting karena mayoritas bus pariwisata yang mengalami kecelakaan lalu lintas adalah bus bekas AKAP/AKDP. Korban-korban fatal dengan polanya sama, yaitu tidak adanya sabuk keselamatan dan badan bus yang keropos.
Ia juga merekomendasikan sekolah yang akan menggunakan bus wisata untuk meminta pengusaha bus menunjukkan surat izin, surat lolos uji kir, menyediakan dua pengemudi, dan menyediakan tempat istirahat yang layak bagi pengemudi. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan juga perlu mengumumkan secara periodik perusahaan bus yang layak digunakan untuk wisata.
Deddy Herlambang mengatakan kecelakaan bus pariwisata terjadi berulang karena sulitnya melakukan ramp check atau inspeksi keselamatan. Angkutan pariwisata adalah angkutan nontrayek sehingga tidak masuk terminal.
Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menerangkan angkutan umum terbagi dua, yakni trayek serta nontrayek. Bus pariwisata masuk kategori angkutan tidak dalam trayek.
Kendaraan trayek memiliki rute yang ditetapkan, misalnya Jakarta-Bandung atau Jakarta-Semarang. Secara aturan, kendaraan tersebut tidak bisa dipakai ke mana-mana sehingga lebih mudah dilakukan pengecekan di terminal tempat mereka mangkal. Adapun bus pariwisata yang berbasis sewa lebih sulit dikendalikan. “Tidak ada kejelasan mangkal-nya di mana. Setelah ada kejadian, baru ketahuan masalahnya,” ujarnya.
Karena itu, ia mengatakan penting bagi penyewa untuk memfilter sendiri. Pengecekan bisa dengan menanyakan langsung atau melihat data Sistem Perizinan Online Angkutan Darat dan Multimoda (SPIONAM) serta aplikasi mitra darat Kementerian Perhubungan.
Deddy mengatakan sulitnya mengatur bus pariwisata nakal juga terjadi pada bus yang mengalami kecelakaan di Subang karena bus diduga sudah pindah kepemilikan. Artinya, tidak diketahui perusahaan jasa yang sekarang menaunginya.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Hendro Sugiatno menyatakan perusahaan bus yang tak berizin tapi mengoperasikan kendaraannya akan dikenai pidana. Dia menyerahkan kasus tersebut kepada kepolisian untuk menindaklanjuti proses hukumnya. Ke depan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat melalui Balai Pengelola Transportasi Darat bersama dinas perhubungan provinsi akan mengawasi dan mengevaluasi pengujian berkala kendaraan bermotor yang ada di seluruh Indonesia.
Investigasi juga tengah dilakukan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Hal itu diungkapkan investigator senior KNKT, Ahmad Wildan. Saat ini investigasi masih berjalan. Ia mengimbau masyarakat memastikan bus pariwisata telah memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Publik bisa meminta buku ujinya ke perusahaan atau pengelola bus wisata tersebut.
"Di sini, pengguna jasa atau penyewa harus aware atau menanyakan siapa pengemudi bus wisatanya dan mana SIM-nya," kata Ahmad Wildan seperti dikutip dari Antara.
Hingga berita ini ditulis, belum ada keterangan dari pengusaha otobus pemilik bus pariwisata Trans Putera Fajar. Ateng Aryono dari Organda ataupun Waluyo sebagai Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Wonogiri juga tidak mengetahui narahubung dari pemilik bus.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Ricky Juliansyah di Depok dan Septia Ryanthie di Solo berkontribusi dalam penulisan artikel ini.