MV Easack, kapal berbendera Panama, yang mengangkut 5.000 ton
batu phosphat eks-Israel, sudah diusir dari Pelabuhan Belawan,
Medan. Pertengahan September lalu, kapal itu terpaksa diusir
sesudah pihak Bea dan Cukai menemukan dokumen (B/l) phosphat
yang tak menyebut nama pelabuhan asal. Kendati di peti kemas
yang memuat bahan baku pupuk itu jelas tertera Jordanian Origin.
Toh persoalan itu, walau dianggap sudah selesai, menimbulkan
pertanyaan benarkah Indonesia menyelenggarakan hubungan dagang
dengan Israel?
Menurut Syukri Alimudin, Humas Dep. Perdagangan dan Koperasi,
perdagangan dengan Israel bisa terjadi lewat negara ketiga --
mengingat Indonesia tak punya hubungan diplomatik. Dan sebagai
penandatangan GATT (General Agreement on Trade and Tarif),
Indonesia tak bisa menutup arus perdagangan dengan Israel, dan
RRC--keduanya anggota PBs -- sekalipun tak punya hubungan
diplomatik.
Singapura, Belanda, dan Hongkong, merupakan 'negara ketiga"
tempat transhipment biasanya diselenggarakan. Besarkah ekspor
Indonesia ke Israel? Menurut Mochtadi, Staf Perdagangan Luar
Negeri siro Pusat Statistik, Indonesia tak pernah mengekspor
komoditi ke Israel -- secara langsung maupun lewat negara
ketiga. "Kalau toh ada itu cuma barang pindahan," katanya.
Misalnyd, ada diplomat pindah tugas dari Jakarta ke Yerusalem.
dan membawa serta barangnya. Pelabuhan asal kemudian mengirim
dokumen barangnya ke SPS, dan dianggap sebagai "ekspor" ke
Israel.
Namun di bidang impor, ternyata BPS punya catatan agak
terperinci dari tahun ke tahun. (Makhlm. Indonesia menganut
sistem "negara asal" barang dan bukan negara penjual yang
menjadi perantara). Dalam tahun 1981, tercatat ada 11 komoditi
asal Israel yang masuk ke Indonesia. Jumlah terbesar adalah
pupuk yang meliputi 4,4 juta kg seharga US$ 1,3 juta.
Buah-buahan dan kacang senilai US$ 24 ribu, alat-alat listrik
US$ 31 ribu, mesin bor US$ 525 dengan berat cuma 8 kg. Sebagian
besar barang itu dibeli (transhipment) di Singapura.
Keadaan neraca perdagangan agak lain- dengan RRC. Cina daratan
itu mengimpor berbagai barang seperti kopi dan kayu lapis. Untuk
1980 misalnya tercatat ekspor Indonesia sebesar US$ 197 juta
dari jumlah barang 307 juta kg. Sedang 1981, Indonesia mengimpor
sekitar 161 komoditi meliputi 303,5 juta kg dengan nilai Rp US$
253,5 juta. Impor gula dan madu bernilai US$ 37 juta menduduki
urutan pertama.
Komoditi lain yang cukup besar didatangkan dari RRC ialah bahan
makanan nabati US$ 2,2 juta dan bahan untuk obat-obatan (nabati
pula) US$ 8,5 juta, bahan kimia (juga untuk obat-obatan antara
lain) sebesar US$ 5,2 juta, kertas US$ 6,2 juta dan bahan untuk
tekstil US$ 12,7 juta. Jenis logam yang didatangkan dari Cina
berupa aluminium US$ 6 juta dan uranium sebesar US$ 115 ribu.
Masih ada komoditi lain seperti sutera, batu kerikil dan pasir,
produk minyak, kosmetika dan mainan anak-anak serta barang
kelontong.
Soal ekspor kayu lapis, menurut sumber TEMPO di Asosiasi
Produsen Kayu lapis Indonesia (Apkindo), taltun ini sampai
Agustus meliputi 141,6 ribu m3 senilai US$ 35,5 juta. Porsi
terbesar dikirim oleh Hutan Raya Indonesia Timber (Hutrindo)
sebesar 33 ribu m3. "Kami mengapalkan langsung ke pelabuhan di
RRC seperti Shanghai, Tiensien, Wampoa, dan lain-lain," kata lan
H.B. Touw, manajer pemasaran Hutrindo pada TEMPO.
Pengapalan barang tidak boleh dibawa kapal berbendera Merah
Putih--juga berlaku sebaliknya: barang eks-RRC tak boleh
diangkut kapal berbendera negara itu. Caranya, perusahaan
pelayaran Indonesia memakai kapal asing secara sewa beli. Jadi,
kapal-kapal milik Andhika Lines--pelayaran nasional Indonesia
--merapat di sana dengan bendera asing.
Diakui, ekspor ke RRC secara resmi memang tidak ada izin dari
Depdagkop. "Tapi dibiarkan saja," kata Touw. "Karena perdagangan
ini jelas menguntungkan pemerintah dan kebetulan eksporb ukan
minyak memang bisa digalakkan." Menurut catatan Depdagkop,
perdagangan dengan RRC memang cenderung meningkat walau tidak
menyolok. Prosedurnya: tetap lewat Hongkong. Sampai sekarang
cara ini tidak merugikan Indonesia. "Selama ini memang belum ada
eksportir atau importir yang resmi terdaftar khusus untuk RRC,"
kata Darry Salim, Direktur Hubungan Perdagangan Luar Negeri,
Depdagkop. "Kebanyakan dari mereka masih bertindak dengan
hati-hati."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini