PENGURUS koperasi rupanya masih ada yang belum memahami UU 1983 tentang pajak penghasilan yang sudah dijalankan sejak Januari 1984. Sehingga, akhir Juli lalu, Dirjen Pajak Salamun A.T. masih perlu menjelaskan panjang lebar pada peserta Rapat Anggota Tahunan Induk Koperasi Unit Desa (RAT Inkud) 1985. Pagar wilayah yang terkena pajak, koperasi yang bergerak keluar dari lingkungan anggotanya, misalnya menerima pinjaman uang dan luar, atau menjual barang dan jasa kepada mereka yang bukan anggota koperasi. Terhadap hasil-hasil yang diperoleh dari kegiatan di luar anggota itu tetap berlaku ketentuan seperti di dunia usaha nonkoperasi: dikenai pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Dengan demikian, misalnya, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) yang memiliki saham di PT Nestle dan PT Tirta Amerta Agung, juga kena pajak penghasilan. "Sama seperti seseorang yang tidak bekerja tapi ternyata ada penghasilannya, ia kena pajak juga," tutur Salamun kepada Suhardjo Hs. dari TEMPO. GKSI tahun lalu menerima dividen Rp 13 juta dari kedua PT tersebut. Umpamanya lagi koperasi menjual produk industri rumah tangga anggotanya, lalu keuntungan dibagi pada anggota, ini tidak kena pajak. Tapi kalau koperasi simpan pinjam, yaitu meminjam dari pihak luar lalu meminjamkan kepada bukan anggota, ini kena pajak. Penghasilan atau sisa hasil usaha (SHU) yang tidak dibagikan kepada anggota, itu juga kena PPh. Tapi ada cara menghindarkannya, yakni dengan membagikan dividen kepada anggota, asalkan tak dibawa ke luar koperasi. Hal ini sudah dijalankan beberapa koperasi, antara lain Koperasi Simpan Pinjam Jasa di Pekalongan, yang tahun ini menyandang gelar "koperasi teladan" untuk ketiga kalinya. Dana koperasi mereka sudah mencapai Rp 4 milyar, sehingga mampu memberi kredit Rp 100 juta kepada tiap anggota, dengan bunga 2,4% - 2,7% per bulan. SHU Jasa, tahun lalu, berjumlah Rp 115 juta (diaudit). SHU itu tak kena pajak karena dibagikan kepada anggota yang langsung menyimpannya kembali sebagai modal tambahan. Koperasi Jasa, tahun 1984, hanya membayar pajak langsung Rp 2 juta dalam bentuk meterai dan PPh atas 281 karyawannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini