LUKA akibat kuota Prancis dan Italia belum sembuh. Para
pengusaha garment (pakaian jadi) Indonesia umumnya masih bingung
karena barang menumpuk. Ada yang mau menjual dengan harga berapa
saja "asal tak rugi". Tetapi dalarn suasana seperti itu
pengusaha Ny. Kemala Motik Amongpradja meresmikan pabriknya di
kawasan industri Pulo Gadung Jakarta Timur 2 Juni yang lalu.
Pada hari peresmian itu Direktur Utama PT Arrish Rulan tadi
mengantar para tamunya, antara lain Nyonya Tien Soeharto dan
Menteri Muda Peranan Wanita Ny. L. Sutanto meninjau pabrik yang
mempekerjakan 380 karyawan, sebagian besar di antaranya wanita.
Pabrik yang didirikan dengan modal Rp 1 milyar itu dibangun
sejak Oktober 1979 dan rampung bulan Maret 1980. "Saya dibantu
bank untuk membangun ini semua. Modal saya sendiri hanya sekitar
Rp 300 juta, selebihnya pinjaman dari BNI '46," ungkap Kemala
Motik kepada Marah Sakti dari TEMPO.
Wanita cantik itu nampaknya cukup pandai mencari pasaran untuk
30.000 lusin celana jean, baju pria dan wanita, kain seprai dan
sarung bantal yang setiap bulan dihasilkan pabriknya. Departemen
Hankam sudah menjadi langganannya untuk baju dan celana seragam.
Sedangkan seprai dan sarung bantal ditampung PN Industri
Sandang.
Kemala belum mengerling pasaran bebas dalam negeri. Katanya:
"Untuk sementara pasaran kami memang luar negeri. Bulan ini kami
menjual sekitar 10.000 Iusin jean ke AS dan Kanada." Melihat
gelagat usaha yang sekarang, dia yakin pinjaman untuk mendirikan
pabrik itu akan bisa dikembalikan dalam 5 tahun.
Tak Cemas
Pasaran dalam negeri dijadikannya cadangan. "Saya sadar lambat
laun semua negara industri akan melakukan kuota," katanya. Tapi
dia tidak cemas. Sebab kalau diperbandingkan jumlah penduduk
dengan kapasitas produksi, masa depan pasaran cukup luas. "kita
tak perlu mati karena kuota dari negara industri," sambungnya.
Para pengusaha yang terpukul garagara kuota negara-negara MEE
beberapa waktu yang lalu menghadapi beberapa kesulitan. Izin
yang mereka pegang tidak memperbolehkan mereka menjual di
pasaran dalam negeri, seperti yang diutarakan Manusammy,
Direktur PT Texmaco Jaya. Sedangkan masalah harga, ukuran dan
jenis bahan belum tentu cocok untuk pasaran dalam negeri.
Ada yang khawatir kalau perusahaan yang hanya memiliki izin
ekspor itu dibolehkan menjual ke pasaran dalam negeri,
jangan-jangan para pengrajin dan penjahit tradisional akan
terpukul. "Pemecahannya tergantung pada pemerintah," cetus Amir
Zain dari PT Pasifik Star dan Sekretaris Asosiasi Produsen
Sintetik Fiber Indonesia.
Sikap Departemen Perdagangan dan Koperasi jelas. "Tak ada
halangan mereka menjual di sini, asal bahan bakunya buatan dalam
negeri," begitu kata Syukri Alimuddin, jurubicara Deperdagkop.
Tetapi, katanya, kalau bahan bakunya Impor dan bebas bea masuk
seperti yang banyak dikerjakan oleh pengusaha pakaian jadi di
Bonded Warehouse Indonesia, produksi harus diekspor. Bisa saja
dijual di dalam negeri asal mereka membayar kembali bea
masuknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini