Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kemala dan pabriknya

Peresmian pabrik pakaian jadi pt. arrish rulan di kawasan industri pulo gadung, milik ny. kemala motik amongpraja oleh ibu tien soeharto. untuk sementara, produk-produknya diekspor ke as & kanada.(eb)

13 Juni 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LUKA akibat kuota Prancis dan Italia belum sembuh. Para pengusaha garment (pakaian jadi) Indonesia umumnya masih bingung karena barang menumpuk. Ada yang mau menjual dengan harga berapa saja "asal tak rugi". Tetapi dalarn suasana seperti itu pengusaha Ny. Kemala Motik Amongpradja meresmikan pabriknya di kawasan industri Pulo Gadung Jakarta Timur 2 Juni yang lalu. Pada hari peresmian itu Direktur Utama PT Arrish Rulan tadi mengantar para tamunya, antara lain Nyonya Tien Soeharto dan Menteri Muda Peranan Wanita Ny. L. Sutanto meninjau pabrik yang mempekerjakan 380 karyawan, sebagian besar di antaranya wanita. Pabrik yang didirikan dengan modal Rp 1 milyar itu dibangun sejak Oktober 1979 dan rampung bulan Maret 1980. "Saya dibantu bank untuk membangun ini semua. Modal saya sendiri hanya sekitar Rp 300 juta, selebihnya pinjaman dari BNI '46," ungkap Kemala Motik kepada Marah Sakti dari TEMPO. Wanita cantik itu nampaknya cukup pandai mencari pasaran untuk 30.000 lusin celana jean, baju pria dan wanita, kain seprai dan sarung bantal yang setiap bulan dihasilkan pabriknya. Departemen Hankam sudah menjadi langganannya untuk baju dan celana seragam. Sedangkan seprai dan sarung bantal ditampung PN Industri Sandang. Kemala belum mengerling pasaran bebas dalam negeri. Katanya: "Untuk sementara pasaran kami memang luar negeri. Bulan ini kami menjual sekitar 10.000 Iusin jean ke AS dan Kanada." Melihat gelagat usaha yang sekarang, dia yakin pinjaman untuk mendirikan pabrik itu akan bisa dikembalikan dalam 5 tahun. Tak Cemas Pasaran dalam negeri dijadikannya cadangan. "Saya sadar lambat laun semua negara industri akan melakukan kuota," katanya. Tapi dia tidak cemas. Sebab kalau diperbandingkan jumlah penduduk dengan kapasitas produksi, masa depan pasaran cukup luas. "kita tak perlu mati karena kuota dari negara industri," sambungnya. Para pengusaha yang terpukul garagara kuota negara-negara MEE beberapa waktu yang lalu menghadapi beberapa kesulitan. Izin yang mereka pegang tidak memperbolehkan mereka menjual di pasaran dalam negeri, seperti yang diutarakan Manusammy, Direktur PT Texmaco Jaya. Sedangkan masalah harga, ukuran dan jenis bahan belum tentu cocok untuk pasaran dalam negeri. Ada yang khawatir kalau perusahaan yang hanya memiliki izin ekspor itu dibolehkan menjual ke pasaran dalam negeri, jangan-jangan para pengrajin dan penjahit tradisional akan terpukul. "Pemecahannya tergantung pada pemerintah," cetus Amir Zain dari PT Pasifik Star dan Sekretaris Asosiasi Produsen Sintetik Fiber Indonesia. Sikap Departemen Perdagangan dan Koperasi jelas. "Tak ada halangan mereka menjual di sini, asal bahan bakunya buatan dalam negeri," begitu kata Syukri Alimuddin, jurubicara Deperdagkop. Tetapi, katanya, kalau bahan bakunya Impor dan bebas bea masuk seperti yang banyak dikerjakan oleh pengusaha pakaian jadi di Bonded Warehouse Indonesia, produksi harus diekspor. Bisa saja dijual di dalam negeri asal mereka membayar kembali bea masuknya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus