Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Obyekan si turis

2 orang turis australia, steven palmer & glenn, membikin pabrik batik di pekalongan. berdasarkan peraturan keimigrasian ri orang asing pemegang visa turis tidak dibenarkan bekerja di sini. (eb)

13 Juni 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

STEVEN Palmer dan Glenn, 2 turis Australia yang sering mengunjungi, dan kerap pula mampir di Pekalongan ternyata diam-diam punya kerja sampingan. Yaitu pembatikan dan garment (pakaian jadi) untuk pasaran luar negeri. Ini terungkap dari laporan Firman Tirta, 33 tahun, juragan batik bekas patner Steven di Pekalongan. Kecewa hubungan dagangnya diputus sepihak, Firman Mei lalu mengadu ke Hipmi (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) setempat. Diduga ada hubungan antara usaha pembatikan turis Australia itu dengan CV Harris, perusahaan ekspedisi dan eksportir barang kerajinan di Denpasar, Bali. Selama ini kegiatan Steven dan Glenn kabarnya berdiri di belakang nama perwakilan CV Harris di Pekalongan. Segalanya, baik kontrak rumah, bengkel kerja dan stempel surat menyurat mereka lakukan atas nama perusahaan itu. Dari Pekalongan komoditi ekspor tersebut (kebanyakan berupa rok dan blus wanita) mula-mula dikirim ke Bali. Lantas CV Harris di sana yang meneruskannya ke Australia. Namun laporan itu dibantah oleh Said Harris, Direktur CV Harris. "Kami tak punya cabang di mana pun," ujarnya kepada wartawan TEMPO I Nengah Wedja di Denpasar. Perusahaan ekspedisi yang banyak melayani pengiriman barang para turis itu, katanya, tak mempunyai cabang. Namun Said mengaku sejak lama telah mendengar nama perusahaannya dicatut di Pekalongan. "Tapi sepanjang tidak merugikan, saya tak perlu menanggapinya," katanya. Akhir bulan lalu, Ali Harris, Wakil Direktur perusahaan tersebut, dalam kunjungannya ke Pekalongan sempat pula menegaskan bantahannya. "CV Harris hanya bekerja di Bali. Juga tak pernah mempekerjakan orang asing," ujar Ali kepada pengurus Hipmi Pekalongan. Ali hanya mengakui Steven dan Glenn adalah langganannya. Tiap bulan ia mengirimkan batik kepada OM Clothing Company, perusahaan milik Steven dan Glenn di Sydney, Australia. Jumlahnya rata-rata 15 ribu potong. Steven diketahui memulai bisnisnva pada 1975. Mula-mula secara amatiran. Seperti kebanyakan turis yang pulang dari Indonesia, ia menyangking sekitar 100 potong batik. Itu dibelinya dari Firman, juragan batik Pekalongan yang ia temui di sebuah toko di Denpasar. Sejak itu rupanya Steven ketagihan. Pesanan kepada Firman kemudian datang bertubi-tubi. Selama tiga tahun hubungan Steven Firman berjalan lancar. Bahkan Fi.rman berhasil melibatkan kakaknya, Haji Mudhohri, untuk bersama-sama memanen order Australia itu. Batik pesanan Steven konon tidak sulit dibuat. Motif dan warnanya sederhana. Terbuat dari kain 'goyor' alias rayon fiber, hasil tenunan lokal dengan Alat Tenun Bukan Mesin. Dan Steven mmbeli rayon itu dari para penenun setempat. Pendeknya Steven berhasil menyalakan dapur para pengrajin di kota pesisir utara Jawa Tengah itu. Tetapi Steven kemudian mulai melirik kemungkinan memproduksi batik sendiri. Sedikit demi sedikit pesanan kepada para juragan itu dikurangi. Misalnya ia hanya mengupah pembuatan batiknya saja, sedang rayonnya disediakamnya sendiri. Akhirnya Steven menjadi juragan penuh. Untuk menangani kegiatannya ia menempatkan Glenn. Hubungan dengan para juragan setempat terputus. Malah Glenn juga dikabarkan tidak lagi tinggal di hotel tiap kali datang ke Pekalongan. Ia telah mengontrak rumah sehara Rp 800 ribu per tahun di sana. Juga beberapa rumah untuk bengkel kerjanya. Kepada Churozi Mulyo, wartawan TIMPO di Pekalongan, Glenn 27 tahun, menyatakan kenal Steven di Denpasar pada 1976. Bersama teman lain, mereka sepakat berkongsi dengan nama OM Clothing Company. "Hanya dengan 2 juta rupiah," cerita Glenn tentang modal pertama usaha tersebut. Itu terkumpul dari sisa bekal mereka sebagai turis. Tapi menyangkut kesibukannya selama ini, ia mengelak tuduhan telah membuka perwakilan OM Company di Pekalongan. "Kami tidak membuka perwakilan OM Company di sini," ujarnya kalem. Jadi milik siapa usaha pembatikan itu? Glenn tetap menyatakan itu milik CV Harris. Sedang ia berada di Pekalongan sekedar sebagai turis, dalam rangka mengurus barang pesanannya. Turis asing memang dibenarkan melakukan jual beli di sini, sejauh itu barang legal. "Orang asing bebas membeli barang kerajinan dalam jumlah tak terbatas," tutur Gusti Ngurah Rai Ardana, Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Kanwil Bali. "Bahkan bebas dari ketentuan devisa." tambahnya. Lain soal seandainya Glenn terbukti memiliki dan mengusahakan perusahaan pembatikan tadi. Berdasarkan peraturan keimigrasian RI, orang asing pemegang visa turis tidak dibenarkan berkerja di sini. "Artinya tak boleh terlibat kegiatan suatu lembaga atau perusahaan, baik dibayar maupun tidak," kata Drs. Soebagio, Kepala Humas Ditjen Imigrasi di Jakarta. Dengan begitu Glenn bisa ditindak. "Di Pekalongan memang belum ada kantor imigrasi. Tapi di sana 'kan ada kepolisian dan kejaksaan," tukasnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus