STEVEN Palmer dan Glenn, 2 turis Australia yang sering
mengunjungi, dan kerap pula mampir di Pekalongan ternyata
diam-diam punya kerja sampingan. Yaitu pembatikan dan garment
(pakaian jadi) untuk pasaran luar negeri.
Ini terungkap dari laporan Firman Tirta, 33 tahun, juragan batik
bekas patner Steven di Pekalongan. Kecewa hubungan dagangnya
diputus sepihak, Firman Mei lalu mengadu ke Hipmi (Himpunan
Pengusaha Muda Indonesia) setempat. Diduga ada hubungan antara
usaha pembatikan turis Australia itu dengan CV Harris,
perusahaan ekspedisi dan eksportir barang kerajinan di Denpasar,
Bali.
Selama ini kegiatan Steven dan Glenn kabarnya berdiri di
belakang nama perwakilan CV Harris di Pekalongan. Segalanya,
baik kontrak rumah, bengkel kerja dan stempel surat menyurat
mereka lakukan atas nama perusahaan itu. Dari Pekalongan
komoditi ekspor tersebut (kebanyakan berupa rok dan blus wanita)
mula-mula dikirim ke Bali. Lantas CV Harris di sana yang
meneruskannya ke Australia.
Namun laporan itu dibantah oleh Said Harris, Direktur CV Harris.
"Kami tak punya cabang di mana pun," ujarnya kepada wartawan
TEMPO I Nengah Wedja di Denpasar. Perusahaan ekspedisi yang
banyak melayani pengiriman barang para turis itu, katanya, tak
mempunyai cabang. Namun Said mengaku sejak lama telah mendengar
nama perusahaannya dicatut di Pekalongan. "Tapi sepanjang tidak
merugikan, saya tak perlu menanggapinya," katanya.
Akhir bulan lalu, Ali Harris, Wakil Direktur perusahaan
tersebut, dalam kunjungannya ke Pekalongan sempat pula
menegaskan bantahannya. "CV Harris hanya bekerja di Bali. Juga
tak pernah mempekerjakan orang asing," ujar Ali kepada pengurus
Hipmi Pekalongan.
Ali hanya mengakui Steven dan Glenn adalah langganannya. Tiap
bulan ia mengirimkan batik kepada OM Clothing Company,
perusahaan milik Steven dan Glenn di Sydney, Australia.
Jumlahnya rata-rata 15 ribu potong.
Steven diketahui memulai bisnisnva pada 1975. Mula-mula secara
amatiran. Seperti kebanyakan turis yang pulang dari Indonesia,
ia menyangking sekitar 100 potong batik. Itu dibelinya dari
Firman, juragan batik Pekalongan yang ia temui di sebuah toko di
Denpasar. Sejak itu rupanya Steven ketagihan. Pesanan kepada
Firman kemudian datang bertubi-tubi.
Selama tiga tahun hubungan Steven Firman berjalan lancar. Bahkan
Fi.rman berhasil melibatkan kakaknya, Haji Mudhohri, untuk
bersama-sama memanen order Australia itu.
Batik pesanan Steven konon tidak sulit dibuat. Motif dan
warnanya sederhana. Terbuat dari kain 'goyor' alias rayon fiber,
hasil tenunan lokal dengan Alat Tenun Bukan Mesin. Dan Steven
mmbeli rayon itu dari para penenun setempat. Pendeknya Steven
berhasil menyalakan dapur para pengrajin di kota pesisir utara
Jawa Tengah itu.
Tetapi Steven kemudian mulai melirik kemungkinan memproduksi
batik sendiri. Sedikit demi sedikit pesanan kepada para juragan
itu dikurangi. Misalnya ia hanya mengupah pembuatan batiknya
saja, sedang rayonnya disediakamnya sendiri.
Akhirnya Steven menjadi juragan penuh. Untuk menangani
kegiatannya ia menempatkan Glenn. Hubungan dengan para juragan
setempat terputus. Malah Glenn juga dikabarkan tidak lagi
tinggal di hotel tiap kali datang ke Pekalongan. Ia telah
mengontrak rumah sehara Rp 800 ribu per tahun di sana. Juga
beberapa rumah untuk bengkel kerjanya.
Kepada Churozi Mulyo, wartawan TIMPO di Pekalongan, Glenn 27
tahun, menyatakan kenal Steven di Denpasar pada 1976. Bersama
teman lain, mereka sepakat berkongsi dengan nama OM Clothing
Company. "Hanya dengan 2 juta rupiah," cerita Glenn tentang
modal pertama usaha tersebut. Itu terkumpul dari sisa bekal
mereka sebagai turis.
Tapi menyangkut kesibukannya selama ini, ia mengelak tuduhan
telah membuka perwakilan OM Company di Pekalongan. "Kami tidak
membuka perwakilan OM Company di sini," ujarnya kalem.
Jadi milik siapa usaha pembatikan itu? Glenn tetap menyatakan
itu milik CV Harris. Sedang ia berada di Pekalongan sekedar
sebagai turis, dalam rangka mengurus barang pesanannya.
Turis asing memang dibenarkan melakukan jual beli di sini,
sejauh itu barang legal. "Orang asing bebas membeli barang
kerajinan dalam jumlah tak terbatas," tutur Gusti Ngurah Rai
Ardana, Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Kanwil Bali.
"Bahkan bebas dari ketentuan devisa." tambahnya.
Lain soal seandainya Glenn terbukti memiliki dan mengusahakan
perusahaan pembatikan tadi. Berdasarkan peraturan keimigrasian
RI, orang asing pemegang visa turis tidak dibenarkan berkerja di
sini. "Artinya tak boleh terlibat kegiatan suatu lembaga atau
perusahaan, baik dibayar maupun tidak," kata Drs. Soebagio,
Kepala Humas Ditjen Imigrasi di Jakarta. Dengan begitu Glenn
bisa ditindak. "Di Pekalongan memang belum ada kantor imigrasi.
Tapi di sana 'kan ada kepolisian dan kejaksaan," tukasnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini