Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Kemenhub Akan Lakukan Ini Agar Pilot Muda Tak Menganggur

Kemenhub melakukan sejumlah hal agar lulusan pilot tak menganggur.

27 Januari 2018 | 18.17 WIB

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi usai sesi foto bersama di Dermaga Pelabuhan Benoa, Bali pada Rabu, 10 Januari 2018. (Andita Rahma)
Perbesar
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi usai sesi foto bersama di Dermaga Pelabuhan Benoa, Bali pada Rabu, 10 Januari 2018. (Andita Rahma)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta -Kementerian Perhubungan melakukan sejumlah upaya untuk mengatasi banyaknya pilot muda menganggur karena tidak terserap oleh perusahaan maskapai penerbangan. Sejumlah kebijakan seperti pelatihan tambahan hingga merger (penggabungan) sekolah penerbangan mulai dilakukan secara bertahap

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Saya minta sekolah-sekolah untuk meningkatkan kualitas lulusan masing-masing dengan memberikan pelatihan tambahan," kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat ditemui usai menghadiri acara Wisuda Taruna Diploma II Penerbangan STPI, Angkatan 67, Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI), Curug, Tangerang, Sabtu, 27 Januari 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Upaya ini, kata Budi, telah mulai diberikan pada 50 lulusan STPI yang lulus tahun ini. Para pilot muda akan diberikan pelatihan Airline Transport Pilot Licence (ATPL) Ground selama satu bulan dan Multi Engine Rating selama 15 jam terbang. "Kami ingin jadi lulusan terbaik," ujarnya.

Persoalan terkait dengan pilot lulusan penerbangan ini disampaikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Rabu, 24 Januari 2018. Ia mengungkapkan, sekitar 600 pilot pemula menganggur. Terlebih, ratusan pilot tersebut adalah pilot baru dengan nol jam terbang, tetapi sudah meraih sertifikat pilot komersial.

Masalah lain pun muncul, meski suplai pilot baru melebihi kebutuhan tetapi maskapai juga mengeluhkan, kompetensi calon pilot yang tersedia banyak tidak memenuhi standar kualifikasi. Salah satunya, dikatakan Direktur Operasi Lion Air Group Daniel Putut, yakni dari 150 kuota penerimaan pilot di maskapainya, hanya dua yang berhasil lulus sesuai dengan persyaratan.

Senior Manager Corporate Communications Sriwijaya Air Group Agus Soedjono juga menyampaikan hal yang sama. Menurut dia, banyak calon pilot lulusan sekolah penerbangan yang tidak tertampung di sejumlah maskapai penerbangan. Salah satu alasan adalah kebutuhan terhadap pilot tidak sebanding dengan jumlah lulusan yang ada.

Selain itu, Budi mendorong agar sekolah penerbangan bisa melakukan merger. Tujuannya, agar kualitas lulusan bisa lebih ditingkatkan. Saat ini, sudah dua sekolah penerbangan yang ditutup oleh Kementerian Perhubungan. "Sisa 17 sekolah, kami ingin mereka merger jadi 10 atau 12 saja," ujarnya.

Budi menyadari, sekolah penerbangan sempat berkeluh kesah. Lulusan sekolah pilot tak terserap karena standar dari maskapai yanh terlalu tinggi. Tapi Budi justru menyebut pola pikir seperti itu keliru. "Mikirnya gak boleh gitu, tapi justru bagaimana mencapai standar itu," ujarnya.

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus