Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Surabaya – Memasuki tahun ketiga Program Tol Laut, Kementerian Perhubungan mengajak dialog para pemangku kepentingan dalam Rapat Pembahasan Tol Laut di Surabaya, hari ini. Pertemuan dihadiri operator kapal pelat merah, PT Pelayaran Nasional (Persero), operator kapal swasta, pejabat pemerintah daerah yang disinggahi Tol Laut, hingga pengusaha ekspedisi.
Pertemuan diawali dengan sesi pengarahan etika dan wawasan kebangsaan pada penyelenggaraan Tol Laut oleh Staf Khusus Menteri Perhubungan Bidang Antar Lembaga, Buyung Lalana. Berikutnya, para tamu berdiskusi mengenai perkembangan terkini Tol Laut, termasuk indikasi monopoli trayek yang dikeluhkan para pengusaha.
“Dugaan monopoli itu harus dibuktikan melalui suatu evaluasi,” ujar Buyung saat ditemui usai pertemuan di Hotel Garden Palace Surabaya, Senin, 20 November 2017. Sebelumnya, perbincangan mengenai monopoli ini dilontarkan pula oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat penandatanganan Nota Kesepahaman dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Jumat, 10 November 2017 silam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Buyung menegaskan, Tol Laut bertujuan agar harga di daerah tak jauh berbeda dengan di Jawa, terutama bagi masyarakat di Kawasan Timur Indonesia.Dengan begitu, angka kemiskinan akan berkurang. “Tol Laut itu bukan untuk monopoli maupun mencari keuntungan yang besar. Saya harap kalau (monopoli) itu memang ada, kita harus bercermin diri kalau itu keliru,” tutur dia.
Lebih lanjut ia menjelaskan, dugaan adanya monopoli itu muncul akibat keluhan pengusaha yang ingin menggunakan jasa angkutan Tol Laut. Namun meski sudah memesan sejak jauh-jauh hari, barang mereka tetap tak bisa diangkut lantaran ada yang memonopoli jatah mereka. “Padahal memang ada pembagian komposisi ruang di kapal Tol Laut, 60 persen untuk BUMN melalui Rumah Kita, sedangkan 40 persen untuk swasta. Sehingga mereka (pengusaha) berkesimpulan itu ada monopoli,” ucap Buyung.
Maka, Purnawirawan perwira tinggi TNI Angkatan Laut itu juga mengajak diskusi operator, pemerintah daerah, dan pengusaha agar menemukan solusi terbaik. Para operator kapal akan diminta membeberkan data siapa saja pengirim barang, jenis muatan, tujuan barang, siapa penerima barang, hingga bagaimana pemasaran setiba di daerah tujuan demi transparansi informasi. “Makanya nanti kami buat sistemnya online, sehingga bisa transparan dan ditelusuri nanti,” kata dia.
Sementara itu, VP Pemasaran Kapal Tol Laut dan Ternak PT Pelni Didik Dwi Prasetio mengklaim tak ada upaya monopoli di program Tol Laut. Sebab, pemerintah pusat telah mengatur trayek dan tarif, sampai pembagian ruang (space) di dalam kapal. “Pembagian ini sementara diserahkan sementara kepada shipping line, namun berdasarkan instruksi Pak Menteri Budi Karya, 60 persen diutamakan untuk barang-barang Rumah Kita Kementerian BUMN. Misalnya Pertamina mengisi LPG, RNI dengan gula dan tepung, Bulog dengan beras, Semen Indonesia dengan semen, dan lain-lain,” jelasnya.
Sisanya, kata Didik, pengusaha swasta juga mengisi kapal Tol Laut dengan komoditi sembako. “Jadi untuk pembagian, kami berusaha untuk adil karena permintaan sangat banyak. Nggak ada yang monopoli.”
Pengusaha ekspedisi asal Surabaya, Benny Aryo, menyebut tudingan monopoli oleh sejumlah pengusaha itu tidak tepat. Sebab, monopoli artinya penguasaan hanya dilakukan oleh satu pihak. Padahal, masih ada ruang bagi swasta asalkan taat administrasi dan peraturan.
Benny menilai, pengusaha yang mengeluhkan adanya monopoli ialah pengusaha yang baru pertama kali akan menggunakan jasa angkutan Tol Laut. “Mereka adalah yang akhir-akhir ini terbentur tarif angkutan swasta yang naiknya sampai Rp 10 juta atau Rp17 juta dalam 4 bulan terakhir. Memang sekarang lagi peak season, menjelang Natal dan Tahun Baru,” ujar dia.
Ia mengimbau agar pihak swasta yang ingin berpartisipasi dalam program Tol Laut memiliki sudut pandang yang lebih berpihak pada kepentingan masyarakat. “Jangan lupa, apa yang berlaku di operator kapal swasta tidak bisa berlaku di Tol Laut. Di kapal swasta, mereka bisa menuntut semua hal. Di Tol Laut, nggak bisa. Itu yang masih belum dipahami.”
ARTIKA RACHMI FARMITA