Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kemenperin: Kemasan Polos Memicu Maraknya Rokok Ilegal

Penerapan kemasan polos pada rokok, dikhawatirkan memicu maraknya peredaran rokok ilegal.

9 Oktober 2019 | 21.03 WIB

Sinergi bea cukai batam dan kepulaan Riau amankan dua kapal pembawa rokok dan rotan ilegal.
Perbesar
Sinergi bea cukai batam dan kepulaan Riau amankan dua kapal pembawa rokok dan rotan ilegal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Subdirektorat Program Pengembangan Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Mogadishu Djati Ertanto mengatakan penerapan kemasan polos pada rokok bisa memicu maraknya rokok ilegal. Wacana kemasan polos menyeruak seiring rencana Revisi Peraturan Pemerintah No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Kekhawatiran Mogadishu didukung data kenaikan rokok ilegal di Australia pasca diterapkan aturan kemasan polos rokok 2012 silam. "Kelihatan ada kenaikan rokok ilegal dan rokok selundupan, rokok ilegal di Australia naik dari 11,5 persen ke 13,5 persen, itu bisa jadi karena kemasan polos," ujar Mogadishu di Hotel Milenium Sirih, Jakarta, Rabu, 9 Oktober 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Misalnya saja, kata Mogadishu, rokok merek tertentu yang masuk ke Australia dari negara lain diselundupkan karena masyarakat masih butuh informasi dari kemasan. Sebab, ia melihat biasanya masyarakat bisa membayangkan kualitas dan rasa dari rokok hanya dengan melihat bentuk atau kemasan dari rokok tersebut.

Di samping itu maraknya rokok ilegal juga akan memicu persaingan dengan rokok legal. "Artinya buat pasar dari segi pendapatan enggak akan membayar cukai, kemudian sisi yang berusaha legal jadi membuat iklim usaha tidak sehat dan kompetisi tidak sehat."

Mogadishu melihat dampak tersebut harus dimitigasi. Sebab, naiknya rokok ilegal mungkin saja berujung kepada hasil yang tidak bisa masuk ke dalam sistem keuangan yang legal. Belum lagi penyebaran rokok ilegal didukung oleh kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan.

"Rokok ilegal banyak menyebar antar pulau, dengan plain packaging akan memudahkan pelaku tersebut untuk membuat rokok ilegal dan dampaknya meluasm," ujar dia.

Di sisi lain, rokok kemasan polos juga dikhawatirkan bakal membebani industri hasil tembakau Tanah Air. "Ini akan berdampak kepada industri hasil tembakau nasional. Ini harus dilihat dampak lanjutannya. Jangan sampai itu kemudian sangat membebani industri berkali-kali," ujar dia.

Pasalnya, Ia melihat saat ini industri hasil tembakau juga bakal terdampak oleh kenaikan tarif cukai dan harga jual eceran pada 2020. Padahal, berdasarkan catatan Mogadishu, produksi rokok nasional terus mengalami penurunan.

Pada 2015, produksi rokok terpantau sebanyak 358 miliar batang. Angka itu turun ke 332 miliar batang pada 2018. "Itu sudah di atas 10 miliar batang, ada penurunan yang sangat signifikan," ujar dia. Dengan demikian, ia melihat konsumsi tembakau secara nasional sebenarnya sudah mengalami penurunan.

Saat ini rokok menyumbang 6 persen dari Produk Domestik Bruto industri manufaktur nasinal. Di samping, rokok juga menyumbang cukai Rp 150 triliun pada 2018 alias 9 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Belum lagi apabila melihat lanskap industri rokok di Indonesia yang berisi pemain industri sangat kecil hingga yang besar.

"Sebesar 90 persen market nasional rokok kretek, artinya dari sisi produk dan industri sudah sangat khas," kata Mogadishu. Industri rokok nasional juga menyerap hampir semua produksi tembakau nasional sebesar 200 ribu ton dan 100 ribu ton produksi cengkeh nasional. "Jadi kalau industri ada apa-apa, kebayang ke belakang kayak apa. Ini harus dimitigasi."

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi mengatakan revisi PP 109 awalnya memang difokuskan pada kenaikan komposisi gambar dari 40 persen menjadi 90 persen. Namun dalam proses pembahasan, kata dia, terdapat masukan dari kementerian dan lembaga untuk menambahkan substansi lain yang berkaitan dengan perlindungan ibu hamil dan anak hingga efektifitas pengawasan dan rokok elektronik. "Pembahasan RPP tersebut sampai dengan saat ini sudah dalam tahap Pembahasan Antar Kementrian (PAK)," kata dia pada Rabu, 2 Oktober 2019.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus