Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Energi, Sumber Daya, dan Mineral (ESDM) melakukan penyesuaian aturan investasi hulu minyak dan gas bumi (migas) agar lebih fleksibel. Direktur Pembinaan Hulu Migas Kementerian ESDM Ariana Soemanto menyatakan, penyesuaian ini dilakukan untuk memberikan kemudahan manfaat bagi Kontraktor Kerja Sama (KKS) dalam menjalankan manfaat bisnis migas di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Simplifikasi ini semata-mata bukan untuk mendorong gross split baru saja, tetapi juga pemerintah memberikan persetujuan bagi kontraktor untuk memilih jenis kontrak sesuai kenyamanan kontraktor. Silakan kontraktor yang mau pindah ke cost recovery dari sebelumnya gross split maupun sebaliknya,” ujar Ariana dikutip dari siaran pers yang diterbitkan oleh Kementerian ESDM Sabtu, 5 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ariana mengklaim penyesuaian aturan ini memberikan skema gross split baru yang lebih sederhana dan layak bagi kontraktor. Inti perbaikan skema bagi hasil gross split ini adalah memberikan kepastian bagi hasil sekitar 75-95 persen bagi kontraktor, membuat Wilayah Kerja (WK) Migas Non Konvensional (MNK) lebih menarik, mengarahkan parameter, dan memberikan pilihan yang lebih fleksibel (agile) kepada kontraktor. Beleid ini tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 13 Tahun 2020 dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 230.K/MG.01.MEM/2024.
“Implementasi kebijakan baru ini berlaku bagi kontraktor yang perjanjiannya ditandatangani pasca Peraturan Menteri Nomor 13 tahun 2024 tengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Sedangkan untuk kontraktor migas eksisting yang kontraknya ditandatangani sebelum Peraturan Menteri tersebut terbit dapat beralih ke kontrak gross split baru dengan beberapa catatan,” jelasnya.
Adapun ia menjelaskan syarat-syarat peralihan skema yang baru yakni, pertama, kontrak skema gross split lama untuk MNK, termasuk gas metana Batubara dan shale oil atau gas dapat beralih ke skema gross split baru. Arianya menyatakan, hal ini seperti proyek MNK Gas Metana Batubara di Tanjung Enim yang akan segera beralih ke gross split baru agar bisa jalan karena keekonomiannya membaik,
Yang kedua, kontrak skema cost recovery dapat beralih ke skema gross split baru, sepanjang masih tahap eksplorasi dan belum mendapatkan persetujuan plan of development pertama (POD-I) dari pemerintah.
“Adapun untuk kontrak skema gross split lama atau eksisting yang sudah tahap produksi, tidak dapat berubah ke skema gross split baru, namun dapat berubah ke skema cost recovery,” ungkap Ariana.
Hingga saat ini, setidaknya terdapat lima kontraktor atau blok yang menyatakan minat untuk menggunakan skema gross split baru. Namun, ia enggan menyebutkannya.
"Siapa dan blok mana saja, sebaiknya kita tunggu formilnya nanti ya. Tentu, senyaman kontraktornya saja untuk memilih skema kontrak mana sesuai profil risiko kontraktor masing-masing. Yang penting kita memperbaiki iklim investasi agar lebih menarik, untuk mendorong temuan cadangan dan produksi migas nantinya ," tegas Ariana.
Diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral baru menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang ditandatangai sejak 12 Agustus 2026. Peraturan Menteri ini menggantikan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang telah beberapa kali disesuaikan. Selain itu, telah ditetapkan juga Keputusan Menteri ESDM Nomor 230.K/MG.01.MEM.M/2024 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Komponen Kontrak Bagi Hasil Gross Split.