Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
OJK dan Kementerian Keuangan segera menerbitkan aturan obligasi daerah.
Ada risiko gagal bayar dalam penerbitan obligasi daerah.
Kementerian Keuangan akan mewajibkan daerah memiliki debt management unit.
RENCANA penerbitan aturan mengenai obligasi daerah menuai reaksi pro dan kontra. Banyak yang melihat penerbitan surat utang oleh daerah sebagai hal yang berisiko tinggi. Apalagi secara umum saat ini utang pemerintah terus melambung. Namun daerah juga memerlukan mekanisme pembiayaan kreatif di luar anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk membiayai proyek tertentu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan penerbitan obligasi amat bergantung pada kemampuan daerah. Menurut dia, tidak semua daerah bisa menerbitkan obligasi lantaran prasyarat yang harus dipenuhi cukup panjang. "Konsep yang utama harus pruden," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama satu jam Luky mengungkapkan seluk-beluk penerbitan obligasi daerah, termasuk tarik-ulur yang terjadi. Berikut ini petikan wawancara yang berlangsung di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, pada Kamis, 4 April 2024.
Apa latar belakang penerbitan regulasi tentang obligasi daerah?
Rencana ini sebenarnya sudah muncul ketika saya di BKF (Badan Kebijakan Fiskal) sekitar sepuluh tahun lalu. Skema pendanaan kreatif ini kemudian menguat pada 2014, ketika Presiden Joko Widodo menjabat dan mengusung agenda prioritas pembangunan infrastruktur. Dasarnya adalah gap pendanaan untuk infrastruktur begitu besar karena sumbernya sebatas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Padahal, jika kita bedah, dua pertiga APBD bergantung pada transfer dana dari pusat.
Butuh waktu panjang untuk menerbitkan semua regulasi obligasi daerah, seperti apa dinamikanya?
Konsep utama yang harus dipegang adalah kehati-hatian, harus pruden. Dalam Undang-Undang HKPD (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah), ada pasal tentang pembiayaan utang daerah, apa saja yang bisa dilakukan dan syaratnya. Undang-undang berisi aturan umum. Kita atur juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional. Nanti secara rinci akan diatur lagi apa saja syarat dan seperti apa pengawasannya. Bagi daerah, kuncinya ketika mengelola pembiayaan berupa utang ataupun obligasi, faktor kredibilitas, reputasi, kredensial, dan trust sangat penting dan akan mempengaruhi risiko serta biaya yang harus dikeluarkan, termasuk yield-nya.
Apa saja proyek yang bisa dibiayai dengan penerbitan obligasi daerah?
Pembangunan sarana-prasarana seperti irigasi, rumah sakit, jalan dan jalan tol, atau tempat pariwisata dan konservasi alam bisa dibiayai dengan obligasi daerah.
Seperti apa asesmen Kementerian Keuangan untuk menentukan daerah yang layak menerbitkan obligasi?
Lihat kemampuan fiskalnya. Kami akan menerbitkan aturan batas maksimum penerbitan utang atau pembiayaan daerah. Setiap daerah berbeda, tergantung produk domestik regional bruto, pendapatan, rasio kemampuan keuangan. Kami juga memperhitungkan faktor defisit anggaran secara keseluruhan. Untuk proses ini, kami bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Intinya memang persyaratan eligibility, tidak semua pemerintah daerah bisa menerbitkan obligasi. Sebab, begitu kita mengambil pembiayaan dari market dalam bentuk obligasi, ada perhitungan soal aspek akuntabilitas, transparansi, dan debt management.
Kabarnya sudah ada dua pemerintah daerah yang mengajukan permohonan penerbitan obligasi kepada Kementerian Keuangan....
Memang, begitu Undang-Undang HKPD terbit, beberapa daerah menunjukkan interest. Sudah berjalan dan ada konsultasi apa saja yang harus disiapkan. Termasuk pilihan instrumennya apakah obligasi konvensional atau sukuk, berapa lama tenor yang paling bagus, dan yang terpenting dananya mau dipakai untuk proyek apa. Kami juga butuh waktu untuk menerbitkan aturan teknisnya.
Bagaimana mencegah risiko gagal bayar obligasi daerah? Apalagi di luar negeri banyak kasus gagal bayar....
Dalam aturan sudah disebutkan bahwa pemerintah pusat tidak memberikan penjaminan. Namun kami harus memastikan daerah mengelola risiko dengan sebaik-baiknya. Misalnya harus ada alokasi anggaran untuk membayar imbal hasil dan kewajiban yang jatuh tempo sepanjang tahun. Daerah juga harus punya debt management unit, seperti di Kementerian Keuangan pada level Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. Harus ada bagian khusus dedicated yang mengelola utang, memastikan tidak ada default, dan membangun hubungan dengan investor. Termasuk memitigasi risiko jika ada kabar negatif agar investor tak kabur. Batas maksimum pembiayaan utang menjadi instrumen penting. Pengalaman pemerintah dalam mengelola anggaran berikut kenaikan utang yang manageable di masa pandemi Covid-19 akan dicoba dipraktikkan di daerah.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo