Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah angkat bicara soal perkara yang terjadi antara Koperasi Simpan Pinjam-Sejahtera Bersama (KPSPB) Bogor, Jawa Barat, dan sejumlah anggota mereka. Dalam perkara ini, koperasi diduga mengalami gagal bayar dan belum menunaikan hak para anggota mereka.
Kementerian Koperasi ikut mengurusi persoalan ini. Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi Ahmad Zabadi, menyebut pihaknya selalu meminta kepada pengurus untuk memperhatikan para anggota yang tidak puas dengan penyelesaian pembayaran kewajiban.
"Kami berusaha menjembatani semua pihak, semaksimal mungkin, sesuai dengan tugas dan kewenangan," kata Ahmad saat dihubungi di Jakarta, Minggu, 22 Agustus 2021.
Sebelumnya, masalah di koperasi ini disampaikan para anggota yang tergabung dalam Akabe atau Aliansi Korban Koperasi Simpan Pinjam-Sejahtera Bersama (KPSPB). Perkara ini sudah masuk dan diputus di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Aliansi menyebut koperasi lalu berkoordinasi dengan kantor cabang agar para anggota setuju dengan skema homologasi alias perdamaian. Hasilnya, 98,24 persen anggota setuju dengan skema ini yaitu dengan pembayaran cicilan bertahap mulai Juli 2021 setiap 6 bulan sekali selama 5 tahun tanpa imbal jasa.
"Kemenangan 98,24 persen tersebut terjadi atas ketidakpahaman para anggota," kata aliansi. Dalam skema homologasi yang disepakati, besaran cicilan dinilai sangat kecil yaitu 4 persen (2021), 7 persen (2022), 10 persen (2023), 12 persen (2024), dan 17 persen (2025).
Seharusnya, kata aliansi, koperasi sudah melakukan pembayaran angsuran ke-1 sebesar 4 persen di bulan Juli 2021. "Namun realisasinya belum dibayarkan," kata aliansi.
Tempo telah mencoba mengonfirmasi persoalan itu kepada Ketua Pengawas KPSPB Iwan Setiawan dan Direktur Utama KPSPB Vini Noviani. Namun, Tempo belum mendapat jawaban.
Menurut aliansi, mereka sudah mengirim surat kepada Kementerian Koperasi sebanyak 3 kali (17 Juli 2020, 27 Juli 2020 dan 7 Agustus 2020). "Namun tidak direspon dengan baik," kata aliansi.
Di sisi lain, Ahmad juga menyebut persetujuan 98,42 persen ini harus dikonfirmasi ulang kepada para pengurus koperasi. "Karena 98,42 persen itu kan diambil dan ditetapkan pengadilan, sehingga mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkrah)," kata dia.
Lalu dalam keterangannya, aliansi korban ini juga menyebut dugaan unsur Korupsi, Kolusi dan Neopotisme (KKN) antara pegawai Kementerian Koperasi dan UKM dengan pengurus dan pengawas KPSPB. Sebab, KPSPB ini sempat diberi penghargaan sebagai koperasi berprestasi pada 2020.
Ahmad pun menjawab tudingan KKN Kementerian Koperasi dengan pengawas KPSB. "Saya kira ini sebuah konsekuensi, pihak yang tidak puas bisa melakukan berbagai hal agar kepentingannya mendapat perhatian," ujar dia.
Baca juga: Tuntut Uang Kembali, Ini Rencana Anggota Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini