Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) memberi sinyal audit terhadap pengembang perumahan bersubsidi dilanjutkan. Sebelumnya, rencana ini disampaikan seiring temuan Kementerian PKP soal adanya rumah subsidi rusak, banjir, atau tidak layak. Karena itu, Menteri PKP Maruarar Sirait alias Ara mengajukan permohonan audit kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Inspektur Jenderal Kementerian PKP Heri Jerman menuturkan hal tersebut masih diproses di BPK. “Ya, berproses audit,” kata Heri ketika dikonfirmasi Tempo melalui aplikasi perpesanan pada Selasa, 25 Maret 2025.
Akan tetapi, Ketua Bidang Perizinan, Pertanahan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Bambang Setiadi mengaku belum mendapat informasi terkait dengan waktu pelaksanaan audit oleh BPK. Bambang juga masih mempertanyakan payung hukum pelaksanaan audit ini karena pengembang bukan pelaksana pengguna anggaran secera langsung. Ia berujar, audit oleh BPK mestinya dilakukan terhadap internall pemerintah.
“Kalau secara hukum ada dasarnya, pasti kami akan taat untuk agenda audit. Tapi kami juga keberatan kalau diada-adakan, kalau dicari-cari,” ujar Bambang kepada Tempo, Selasa, 25 Maret 2025.
Bila tidak ada dasar hukum, menurut Bambang, audit BPK terhadap pengembang perumahan subsidi bisa disebut sebagai malpraktek audit. “Kalau dilaksanakan, pasti kami akan memberi sanggahan secara hukum,” ujarnya.
Sebelumnya, Pengajar Hukum Administrasi dan Keuangan Negara Universitas Bengkulu Benni Kurnia Illahi juga mengatakan rencana Kementerian PKP meminta BPK mengaudit pengembang perumahan subsidi perlu dikaji kembali. Musababnya, secara hukum, wewenang BPK adalah memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah (pemda), dan lembaga negara lainnya, termasuk BUMN dan BUMD. BPK memiliki fungsi audit keuangan, audit kinerja, dan audit dengan tujuan tertentu atau investigasi.
Sementara itu, dalam pembangunan rumah bersubsidi, anggaran program bersumber dari APBN yang dikelola oleh pemerintah pusat, pemda atau instansi yang diberi kewenangan delegasi. Anggaran tersebut kemudian dialokasikan untuk merealisasikan pembangunan rumah subsidi yang digarap pengembang. Karena itu, pintu masuk audit ini mestinya dari pemerintah.
“Posisi pengembang sebagai pusat informasi, sejauh mana dia melaksanakan fungsi penyedia atau pelaksana proyek tersebut,” kata Benni saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 22 Februari 2025.
Anggota Komisi V DPR RI Adian Napitupulu juga mengatakan Kementerian PKP tidak perlu meminta BPK melaksanakan audit terhadap pengembang. Senada dengan Benni, Adian menyebut audit langsung tidak bisa dilakukan karena pengembang perumahan tidak mengelola APBN. Politikus PDIP itu meminta Kementerian PKP melihat dasar hukum pelaksanaan audit tersebut.
“Ini kan swasta. Kalau ada permintaan audit, ya auditor publik,” kata Adian saat ditemui usai rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan asosiasi pengembang perumahan di Gedung DPR, Rabu, 19 Maret 2025.
Pilihan Editor: Pelan-pelan Proyek 3 Juta Rumah pun Makin Tak Jelas
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini