Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menegaskan tidak ada patokan resmi dalam menentukan menu program makan bergizi gratis yang sudah berjalan sejal 6 Januari 2025. Alih-alih menu yang distandarisasi, BGN menetapkan standar pada aspek gizi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami menetapkan standar komposisi gizi. Oleh sebab itu di setiap satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG), Badan Gizi menetapkan satu ahli gizi untuk meracik menu sesuai dengan potensi sumber daya lokal dan juga kesukaan masyarakat," ujar Dadan saat ditemui di Kompleks Parlemen usai rapat kerja dengan Komisi IX DPR pada Senin malam, 3 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia juga menjelaskan soal pernyataannya yang sempat viral dengan mengusulkan serangga seperti belalang dan ulat sagu agar menjadi menu makan bergizi gratis. "Kan kami sampaikan ada masyarakat tertentu yang suka itu. Jadi untuk masyarakat yang tidak suka itu tidak mungkin menggunakan itu," katanya memberi alasan.
Ia lalu mencontohkan di daerah-daerah yang memproduksi telur kemungkinan mayoritas sumber protein hewaninya berasal dari telur. Dadan berkelakar bisa saja ada orang yang pusing bila tidak mengonsumsi makanan khas daerahnya bila lebih dari dua hari. Kendati begitu, ia berujar menu telur itu akan juga diselingi sekali-kali dengan ikan maupun daging.
Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) itu menyampaikan penentuan menu makan bergizi gratis juga mencakup jenis karbohidrat sesuai budaya dan potensi sumber daya lokal. "Jadi kalau di daerah Sunda kan lebih banyak makan nasi ya. Kemudian di Nusa Tenggara Timur jagung, kemudian di Halmahera itu kan singkong dan pisang rebus. Sementara di Ambon dan Papua kan sagu diolah menjadi papeda," kata Dadan memberikan rincian contoh.
Usai mengurutkan aneka jenis karbohidrat andalan tiap daerah, Dadan menjelaskan bahwa penggunaan keragaman sumber daya lokal untuk MBG membawa pesan tensendiri untuk paenerima manfaat. "Memberikan pelajaran kepada anak-anak bahwa keragaman dan kearifan lokal itu baik juga untuk ketahanan pangan di masing-masing daerah," ujarnya.
Sebelumnya Dadan menyebut serangga bisa menjadi alternatif sumber protein dalam program makan bergizi gratis. Ia menjelaskan menu MBG dirancang berdasarkan potensi lokal, sehingga daerah tertentu dapat memanfaatkan serangga yang sudah umum dikonsumsi oleh masyarakat setempat. "Mungkin saja ada satu daerah suka makan serangga (seperti) belalang, ulat sagu, bisa jadi bagian protein," kata Dadan dalam pemaparannya di Rapimnas Perempuan Indonesia Raya, Sabtu, 25 Januari 2025.
Pilihan editor: Komdigi Bentuk Tim Khusus Kaji Pembatasan Internet Anak