PERESMIAN pengolah air minum kemasan PT Tirta Mangli di Wonosobo, Senin pekan ini, agaknya tak semeriah yang direncanakan. Di balik gebyar sukses pembangunan pabrik ke-10 dari kelompok industri air minum bermerek Aqua itu, grup usaha ini terpukul berat. Tiba-tiba saja mereka kehilangan Tirto Utomo, pemilik sekaligus pendiri Aqua Group. Pelopor bisnis air mineral itu meninggal dalam tidurnya, Rabu pekan silam, beberapa hari sebelum Tirta Mangli diresmikan. Kepergian Tirto juga tak pula mengisyaratkan adanya "putra mahkota". Dan selama 20 tahun sejarah Aqua, belum ada kejelasan siapa yang akan meneruskan kendali bisnis 22 perusahaan yang dimiliki Tirto. Padahal, pengalihan tongkat komando dalam sebuah perusahaan keluarga tak selamanya mulus. Ada beberapa contoh, seperti silang sengketa yang melanda ahli waris T.D. Pardede di Medan atau saling pecat di perusahaan Jamu Nyonya Meneer, Semarang. Akankah keruwetan seperti itu juga kelak melanda Aqua Grup? Itu masih merupakan teka-teki. Lihatlah bagaimana kuatnya posisi Tirto sebagai tokoh sentral. Menantunya, Gideon Sulistio, yang menjabat Wakil Presiden Direktur PT Aqua Golden Misisipi, menyatakan, Tirto jugalah yang membebaskan Aqua dari cengkeraman kesulitan keuangan. Ceritanya bermula ketika Tirto mulai merintis usahanya, tahun 1974. Ia menyerahkan urusan Aqua kepada adiknya, Slamet Utomo, dan seorang teman dekatnya, Willy Sidharta, yang hingga kini menjabat Presiden Direktur PT Aqua Golden Missisipi. Tirto hanya menerima laporan perusahaan, sambil tetap bekerja di Pertamina. Mungkin karena saat itu jualan air tawar tak dipandang sebelah mata, maka omzet Aqua pun tak maju-maju. Biaya operasi harus terus ditomboki, sedangkan utang makin bertumpuk. "Bapak terpaksa mencari utang ke sana kemari," kata Gideon kepada pembantu TEMPO, Arief Kuswardono. Empat tahun berlalu tanpa hasil, Tirto mulai tak sabar. Tahun 1978, ia terpaksa meninggalkan Pertamina agar bisa lebih serius menangani Aqua. Tak sampai tiga tahun, Aqua berhasil mancapai titik impas. Dan tujuh tahun setelah Tirto terjun langsung, Aqua mulai membangun pabriknya yang kedua di Jakarta, lalu berturut-turut di Pandaan, Bali, Manado, Lampung, Medan, Sukabumi, Kuningan, terakhir Wonosobo. Sukses pun tampak di ambang pintu. Tirto mengambil alih pesaing utamanya, VIT, hingga menguasai hampir 90% pasar air mineral di dalam negeri. Ratusan juta liter air minum tawar berhasil dijualnya di negeri yang kaya air ini. Bahkan ada yang diekspor ke negara tetangga. Semenjak dikendalikan Tirto, "Aqua tak pernah mengalami kesulitan keuangan," kata Gideon. Apakah semua itu hasil kerja Tirto seorang diri? Tentu saja tidak. Tapi Gideon membenarkan, "Kewenangan Bapak sangat luas." Sebagai presiden komisaris, semua keputusan penting harus disetujui Tirto. Kini, apakah pemusatan wewenang itu akan mempersulit manajemen Agua? Menurut Gideon, kepergian Tirto tak akan berpengaruh besar karena mertuanya itu telah mengembangkan manajemen murni profesional. Buktinya, anak-anak Tirto tak diberi tempat istimewa di Golden Missisipi, "Kecuali jika mampu." Pengamat dunia usaha, Chistianto Wibisono, juga sepakat dengan Gideon. Ia tak meragukan alih generasi di Aqua akan mulus. Katanya, pendekatan Tirto yang profesional membuat sistem manajemennya sudah melembaga, sehingga perusahaan tak guncang, konon pula merosot.DSI dan Diah Purnomowati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini