Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ketangkap Basah

Akibat pool pelelangan kayu di Jambi yang sepi dari transaksi, gubernur Djamaluddin tambunan mendadak ke BBP penggergajian kayu. Puluhan ribu kubik kayu bulat tebangan rakyat ditimbun di pabrik.(ekbis)

27 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

POOL pelelangan kayu di Jambi kini kekurangan kayu bulat. Transaksi perdagangan pun sepi karena pabrik penggergajian kayu (saw mill) di sana tidak turun ke pasar. Anehnya 21 buah perusahaan penggergajian yang bertebaran di sepanjang sungai Batang Hari itu tetap bekerja. Tahun 1977 produksi kayu gergajian di Jambi mencapai 240.000 kubik, tahun 1978 diperkirakan cuma meningkat 15%. Dari mana bahan bakunya? Gubernur Jambi Djamaluddin Tambunan ketika baru-baru ini melakukan kunjungan mendadak ke beberapa pabrik penggergajian telah menangkap basah puluhan ribu kubik kayu tebangan rakyat yang masuk secara gelap kepabrik-pabrik . "Kayu yang ditimbun itu tidak dibubuhi cap Dinas Kehutanan," kata Sekwilda R. Badaruddin. Tanpa cap berarti tidak legal. A.A. Malik, Kepala Dinas Kehutanan Jambi mengakui anak buahnya berhasil menangkap sekitar 17.000 batang kayu tebangan liar yang kemudian "dititipkan" pada sebuah perusahaan penggergajian. Maka pemerintah daerah Kabupaten Bungo Tebo membentuk tim untuk mengamankan dan inventarisasi penebangan kayu yang dilakukan penduduk. 'Puluhan nbu kubik sudah dikirim ke Jambi tapi yang masuk ke sini cuma sekitar 2000 kubik," keluh Zainal Bachri pejabat Pool Lelang kepada pembantu TEMPO di Jambi. Sisanya ia tidak tahu. "Kami cuma terima suratnya, barangnya tidak." Sejak Oktober sampai Januari ini diperkirakan kayu yang masuk secara gelap ke pabrik-pabrik penggergajian itu berjumlah sekitar 200.000 M3. Kayu bulat itu datang dari kabupaten Bungo Tebo, Sarolangun Bangko dan kabupaten Batang Hari, tanpa melalui Pool Lelang Kayu. Raja Hutan Kalau angka 200.000 kubik itu benar, sedikitnya pemerintah daerah rugi sekitar Rp 660 juta. Liwat Pool Lelang pemerintah dapat memungut luran Hasil Hutan (IHH) Rp 1.450/M3, Grading Fee Rp 100/M3 dan uang Ganti Rugi Kerusakan Hutan Rp 1.250/M3. Bahkan beberapa anggota DPRD Jambi memperkirakan kerugian karena tidak dapat dipungutnya bea-bea itu berjumlah Rp 1 milyar. Pihak MPI di Jakarta mengakui banyak perusahaan penggergajian di daerah Jambi didirikan tanpa mempunyai Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Akibatnya banyak kayu yang dijual ke penggergajian terdiri dari kayu yang ditebang rakyat secara tidak legal di hutan-hutan. Bahkan ada yang melakukan penebangan itu di HPH perusahaan lain. Samsu, direkcur PT Aman Saw Mill di Jambi -- salah satu perusahaan yang ketangkap basah menimbun kayu bulat hasil tebangan liar -- mengaku cuma punya HPH seluas 5000 Ha, di kabupaten Sarolangun. Dan kayu bulat yang ditimbunnya di PT Djambi Saw Mill, PT Batan Hari Raya Saw Mill dan PT Kim Java Saw Mill juga tanpa cap dari Kehutanan. "Kayu-kayu ini semua sudah dibereskan dengan raja hutan di Sorolangun," katanya kepada Sekwilda R. Badaruddin. Yang dimaksudnya dengan "raja hutan" tak lain dari para pejabat Dinas Kehutanan Kabupaten Sarolangun Bangko.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus