TERNYATA harga semen masih melangit di Medan. Para kontraktor
bangunan mengeluh. "Kami harus menyelesaikan kontrak tapi bahan
sukar didapat," ucap Dalmi Iskandar dari kelompok kontraktor
Dian di Medan kepada koresponden TEMPO Zakaria M. Passe. Sampai
20 Januari harga semen di Medan Rp 2.500 per kantong, turun Rp
500 dari harga sebelumnya (TEMPO 20 Januari). Maka Kepala Biro
Ekonomi Kantor Gubernur Sumatera Utara, A. Hakim Nasution
memperingatkan para pedagang yang menjual semen di atas harga
eceran tertinggi (HET) yang sejak 5 Januari lalu ditetapkan
menjadi Rp 1.750 per kantong. "Jika dilanggar mereka akan
ditindak."
Oleh pihak Asosiasi Semen ancaman itu didukung dengan
peningkatan suplai. Sampai pekan lalu semen yang dibongkar di
pelabuhan Belawan berjumlah 17.000 ton. Namun harga di pasaran
belum banyak berubah. Para pedagang menjual semennya dengan
harga Rp 2.500 sekantong, masih Rp 750 di atas HET. Maka ketika
selesai melapor kepada Presiden, Sabtu lalu Mendagkop Radius
Prawiro mengulangi lagi ancamannya: "Pemerintah akan mencabut
izin usaha penyalur yang menimbun." Bagi pengusaha yang
melanggar, Pangkopkamtib Sudomo mengancam "akan mengambil
tindakan penahanan dan hukum kerja paksa."
Kali ini ancaman Pangkopkamtib benar-benar dilaksanakan. Senen
kemarin sudah 5 penyalur diperiksa kepolisian Medan dan 5 gudang
disegel. Di antaranya sebuah gudang yang terletak di Jalan
Kapten Muslim yang kedapatan menimbun 10.000 kantong semen. Juga
di gudang PT Dharma Niaga dan PT Panca Niaga sebanyak 8.000
kantong. Kemudian di Jalan Razak sejumlah 3.600 kantong.
Sekalipun demikian para pedagang tampaknya belum mau mengikuti
anjuran Pemda: menggantungkan di tokonya harga sesuai dengan
HET. Mereka masih menjual dengan Rp 2.300 sekantong, Rp 550 di
atas HET. Tapi bukan hanya semen saja yang naik harganya. Bahan
bangunan lainnya pun ikut "menyesuaikan" harga. Besi beton naik
sampai 60% dari harga lama, sedang paku naik 30%.
Di Sibolga, tulis pembantu TEMPO Bersihar Lubis "sudah syukur
kalau membeli semen Rp 2.100 per kantong." Pengusaha truk
rupanya ogah-ogahan mengangkut semen dari Padang, karena jalan
rusak di musim hujan sekarang. Ongkos angkut semen yang Rp 8
sekilo dari Padang ke Sibolga oleh pengusaha truk tidak menarik
lagi.
Di Jambi bahan bangunan lain seperti seng, asbes dan kunci ikut
menghilang dari pasaran bersama semen. Sama halnya dengan di
Sibolga, semen Padang tak masuk Jambi karena alasan jalan buruk
akibat hujan, sedang angkutan laut dari Teluk Bayur ke Jambi
juga sulit. "Untuk mendatangkan semen dari Jakarta kalkulasi
tidak cocok," kata M. Yunus Lubis. Menurut ketua Gabungan
Pemborong Nasional Daerah (Gapenda) itu, "dari Jakarta pokoknya
saja sudah Rp 1.800 per kantong, sedang HET di Jambi resminya Rp
1.750."
Di Tanjung Balai, kabupaten Asahan, koresponden TEMPO melaporkan
ada toko bahan bangunan yang digerebek. A Hok, si pemilik toko
Bina mengaku tidak memiliki stok seng. Tapi ketika digeledah
ternyata ditemukan 2.000 lembar seng di belakang tokonya.
Alhasil, untuk mengamankan itu Kenop-15 polisi pun aktif
melakukan pemeriksaan di Kota Kisaran, kabupaten Asahan, 9
Januari lalu. Di sana semen ikut menggila harganya. "Untuk
membelinya orang harus bisik-bisik," ujar Abdul Latif, seorang
kontraktor. Dia jadi bingung, karena di samping semen yang
dengan bisik-bisik bisa diperoleh Rp 2.500 per kantong, harga
bahan bangunan lain rata-rata ikut naik sampai lebih separoh.
Di Banda Aceh Laksusda sempat turun tangan sehingga harga semen
dapat ditekan sampai Rp 1.800 per kantong sesuai dengan HET.
Tapi cuma bertahan sebentar. Para agen semen di Aceh kehabisan
stok. Asosiasi Semen Indonesia (ASI) pekan lalu mengakui keadaan
semen di Sumatera Utara, Aceh, Bengkulu dan Tarakan "masih
rawan". "Namun akhir bulan ini pasaran sudah akan tenang," kata
Sucipto dari PT Semen Cibinong. Menurut dia, ASI juga "tidak
senang melihat harga semen demikian tinggi di pasaran."
Khusus daerah Sumatera Utara untuk Januari-Pebruari ke empat
pabrik di Jawa akan mensuplai sebanyak 72.000 ton atau 36.000
ton sebulan. Sedang untuk Aceh sekitar 6.000 ton sebulan. Bahkan
di pelabuhan Teluk Bayur Padang kini 8 kapal yang memuat semen
Padang sedang antri, untuk diangkut ke Sibolga, Bengkulu dan
Belawan.
Angin Barat
Tapi para penyalur yang memasarkan semen terbentur pada
fasilitas pelabuhan dan angkutan. Pelabuhan Tanjung Priok
menurut ASI hanya mampu memuat 800 ton sehari, sementara buruh
pelabuhan di Lhok Seumawe (Aceh) untuk membongkar sejumlah itu
membutuhkan wktu 8 hari. Karena kapal tidak bisa sandar di
pelabuhan, pembongkaran semen dilakukan di tengah laut ke dalam
tongkang. Kalau lagi dihembus angin barat seperti sekarang tentu
bisa lebih lama lagi.
Lagi pula menurut kalangan ASI, perusahaan pelayaran sekarang
secara diam-diam telah menaikkan tarifnya. Dari Priok ke Belawan
yan selama ini Rp 4.500 per ton kini naik menjadi Rp 5.000
sampai Rp 5.500 per ton. Konon pihak pelayaran punya alasan:
Kalau HET semen naik, kenapa ongkos angkut tak bisa naik."
Pihak perusahaan pelayaran tidak membantah atau membenarkan
kenaikan ongkos angkutan laut itu. "Tarif adalah soal yang amat
peka," kata sumber TEMPO di Badan Operasi Bersama Pelayaran
Nusantara (Bopberpan). "Khusus untuk angkutan semen dewasa ini
sedang dalam pembicaraan dengan pemerintah," ucapnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini