UDIN, petani teh dari Darangdan, Jawa Barat, berharap kali ini tak sekadar menggantang asap. Bersama ribuan sejawat lain yang datang dari Tasikmalaya, Sukabumi, Pangalengan, dan Cianjur, ia ikut hadir di pelataran pabrik Panglejar - 22 km dari Bandung arah ke Purwakarta - Rabu pekan lalu. Amanat Presiden Soeharto, tentang meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani teh melalui dua pabrik pengolahan yang diresmikan hari itu - Panglejar dan Pasir Yunghuhn - disimaknya secara saksama. Di tengah kenyataan turunnya pasaran teh Indonesia di luar negeri, rata-rata antara 1 dan 20 sen dolar per kg, pembukaan kedua pabrik itu menjanjikan sejumlah harapan. Antara lain peningkatan mutu yang - menurut Menteri Pertanian Achmad Affandi seusai upacara - akan membuat kita, "Mampu bersaing di pasaran teh dunia." Panglejar, yang dibangun dengan biaya Rp 1,4 milyar, menggunakan 60% mesin produksi dalam negeri. Dua pertiga ongkos pembangunan ditanggung bantuan Bank Dunia, dan sisanya dipikul PT Perkebunan (PTP) XII. Adapun Pasir Yunghuhn, yang terletak di daerah Pangalengan, Bandung, dibangun dengan biaya sekitar Rp 1,2 milyar, seluruhnya dari kas PTP XIII. Sebagai penghuni wilayah perkebunan teh terluas di Indonesia, Udin dan kawan-kawannya memang patut berharap. Panglejar bakal menyerap 60 tpn pucuk basah per hari dari 4.126 ha areal tanaman teh rakyat yang dikelola sekitar 6.000 petani di sepanjang Cikalong Wetan, Darangdan, dan Wa-nayasa. Setelah diolah, pucuk basah itu akan menghasilkan 12 ton teh kering. Sementara itu, Pasir Yunghuhn mampu menampung 40 ton pucuk basah per hari. Enam pabrik pengolahan yang sebelumnya beroperasi di Jawa Barat memang sudah lama kewalahan menampung hasil panen teh rakyat. Banyak petani terpaksa berhubungan dengan pengijon. Sebab, kalau tak segera dijual, pucuk basah itu harus diolah sendiri menjadi "teh hijau", dengan mutu dan harga yang sangat rendah. Kini, "Tidak akan ada lagi teh rakyat yang tidak terjual," ujar Ir Gumira Soejadanoeningrat, Direktur PTP XII. Sejak kedua pabrik itu beroperasi, harga pucuk basah pun berubah, dan Rp 80 per kg menjadi Rp 170 per kg. Pendapatan petani teh, yang selama ini rata-rata Rp 117.000 pcr ha per tahun, paling tidak diharapkan terangkat menjadi Rp 720.000 per ha per tahun Menurut catatan 1982, areal tanaman teh di Indonesia sekitar 112.000 ha, dengan produksi lebih dari 9.000 ton per tahun. Sekitar 90% areal tanaman teh itu berada di Jawa Barat. Dibandingkan dengan produksi teh Cina, Sri Lanka, India, Jepang, Kenya, bahkan Uni Soviet, Indonesia selama ini masih ketinggalan. Panglejar dan Pasir Yunghuhn, antara lain, merupakan bagian dari usaha mengejar ketinggalan itu. Terutama dalam peningkatan mutu. Sekarang saja, menurut Menteri Achmad Affandi, "Kita sudah lebih unggul dari India dan Sri Lanka." Pemerintah, sementara itu, sedang melakukan pelbagai pembenahan untuk meningkatkan produksi, terutama dengan merehabilitasikan sejumlah perkebunan teh. Usaha itu memang mulai menunjukkan hasil. Seperti dilaporkan Achmad Affandi kepada Presiden, kualitas dan produktivitas teh rakyat mulai meningkat, bahkan 40%nya memasuki pasaran dunia. Produksi yang selama ini maksimal 800 kg per ha, sekarang mencapai rata-rata 1.500 kg per ha Diharapkan angka itu bisa mencapai 2.200 kg per ha, seperti yang diperoleh PTP selama ini. Udin, 52, membenarkan laporan itu. Kcbun tehnya, yang seluas dua hektar, tadinya hanya menghasilkan 400 kg teh kering per tahun. Tiga tahun lalu ia merehabilitasikan kebunnya. Sekarang ia memetik tiga ton pucuk basah per tahun - tiga kali lipat bila dibandingkan dengan perolehannya dulu Setelah dikurangi dengan biaya produksi, kini ayah empat anak itu boleh berharap mengantungi Rp 300.000 sampai Rp 400.000 tiap bulan. Peningkatan produksi melalui rehabilitasi ini pula yang membuat para petani agak cemas menaksir kemampuan pabrik. "Pabrik teh harus ditambah lagi," kata Rachmat, petani dari Taraju, Tasikmalaya. Tetapi jaminan sudah diberikan Gumira. "Kami akan membeli semua hasil panen teh rakyat," katanya, "sesuai dengan amanat Bapak Presien.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini