KABAR baik untuk petani kopi, datang dari London, Kamis pekan lalu. ICO (Organisasi Kopi Internasional) menaikkan jatah ekspor kopi Indonesia ke negara-negara kuota, dari 147.424,6 ton menjadi 150.130,2 ton untuk 1983-1984 (sampai Juni mendatang). Dengan demikian, menurut Ketua Umum Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Dharyono Kertosasto, produksi kopi Indonesia tahun 1983-1984 - yang diperkirakan 360.000 ton - akan terserap habis. Sebab, 80.000 ton untuk konsumsi dalam negeri, 150.130,2 ton diekspor ke negara-negara kuota, dan selebihnya ke negara-negara nonkuota di Eropa Timur dan Timur Tengah. Harga kopi di ICO sekarang ini paling tinggi dalam tujuh tahun terakhir: US$ 2,96 per kg. Tetapi kopi Indonesia di pasar Eropa (MEE) kena pajak 10%, dan karena dianggap masih bermutu di bawah yang lain di bursa London kena lagi korting 10%. Harga kopi Indonesia sampai pembeli (C & F) di ICO adalah US$ 2,80, sedangkan di negara nonkuota adalah US$ 1 1/2 per kg. "Yang penting, para petani kopi sekarang menerima 75% harga ekspor, tidak lagi 45% seperti dulu," kata Dharyono. Harga kopi Ji Dampit (awa Timur), misalnya, kini berkisar antara Rp 1.300 dan Rp 1.500 per kg. Bagi eksportir sendiri, dengan membeli kopi petani seharga sekitar satu dolar lebih, jelas rugi mengekspor ke negara nonkuota. Tapi dari ekspor ke negara kuota, "Setelah dipotong pajak sekitar Rp 1.000, yah, bisa untung minimal Rp 200 per kg," tutur Dharyono. Ia optimistis target devisa dari kopi sebesar US$ 460 juta tahun ini akan tercapai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini