Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BURSA Saham New York (New York Stock Exchange/NYSE) akhirnya melayangkan surat teguran kepada manajemen Swift Energy Co, Jumat dua pekan lalu. Otoritas mempersoalkan harga saham perusahaan energi yang berbasis di Houston, Texas, Amerika Serikat, itu karena telah 30 hari berturut-turut berada di kisaran US$ 0,96 per lembar. Angka itu berada di bawah ketentuan bursa, yang mengharuskan harga minimal US$ 1 dolar per saham.
"Swift harus memenuhi persyaratan jika ingin tetap tercatat di bursa," demikian isi surat NYSE, yang ditayangkan di situs Swift Energy, Senin pekan lalu.
Otoritas juga mempermasalahkan kapitalisasi pasar dan ekuitas perseroan selama sebulan terakhir, yang tidak mencapai US$ 50 juta. Padahal angka itu adalah nilai terkecil yang harus dipenuhi perusahaan jika ingin terdaftar di pasar saham. Jika tidak ada perbaikan dalam enam bulan ke depan, NYSE akan mendepak Swift Energy dari lantai bursa.
Berada jauh di Texas, Swift Energy sebenarnya berhubungan erat dengan perusahaan milik pemerintah Indonesia. Pertengahan tahun lalu, PT Perusahaan Gas Negara (PGN)—melalui anak usahanya, PT Saka Energi Indonesia—mengakuisisi 36 persen hak partisipasi area shale gas Fasken milik Swift Energy. Saka harus mengucurkan investasi US$ 175 juta saat itu atau setara dengan Rp 2,3 triliun lebih dengan kurs sekarang. Rinciannya, pembayaran tunai US$ 125 juta dan biaya pengembangan lapangan yang dikeluarkan bertahap kepada Swift pada semester pertama 2014 sejumlah US$ 50 juta. Jebolnya valuasi Swift dengan sendirinya mengancam investasi.
Seorang pejabat PGN mengungkapkan investasi di Amerika ini digagas oleh direksi PGN yang dipimpin Direktur Utama Hendi Prio Santoso. Rencana aksi korporasi itu dipaparkan direksi sejak akhir 2013. Manajemen beralasan ekspansi di sektor hulu sangat penting untuk menjamin pasokan gas bagi perusahaan, termasuk investasi gas non-konvensional di luar negeri. Dengan bisnis utama perseroan di bidang utilisasi dan distribusi gas, direksi menganggap PGN memerlukan jaminan pasokan lebih banyak.
"Alasan itu sebenarnya mengada-ada," kata pejabat yang tak setuju dengan keputusan Hendi itu. "Sebab, alokasi pasokan gas ditentukan oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Jadi, meskipun punya sumber gas, belum tentu kami bisa mendapat pasokan untuk dijual di sini."
Pertanyaan mencuat ketika investasi hulu yang ditanamkan Saka ternyata lebih banyak berupa portofolio. Kalaupun ada investasi di ladang gas, bloknya tidak terintegrasi dengan infrastruktur PGN. "Kalau mau mengamankan pasokan, semestinya akuisisi dijalankan di Blok ConocoPhillips, yang selama ini gasnya dialirkan lewat pipa kami," petinggi PGN itu menambahkan.
Toh, kebijakan investasi di negeri koboi itu tetap dijalankan. Juli tahun lalu, Saka mulai mengucurkan dana untuk pengembangan shale gas di Blok Fasken Eagle Ford milik Swift Energy.
Sempat mengendap beberapa bulan, polemik penanaman duit di Negeri Abang Sam tersebut kembali mencuat pada Maret 2015. Sebuah surat tanpa nama melayang ke meja Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno. Isinya: kekecewaan terhadap kinerja manajemen PGN selama digawangi Hendi. Salah satu yang disebut adalah kebijakan ekspansi perusahaan di sektor hulu yang dinilai berlebihan, termasuk investasi di Texas.
Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan, dan Pariwisata Kementerian BUMN Dwijanti Tjahjaningsih mengkonfirmasi telah menerima surat tanpa nama pengirim itu. Ia mengaku telah menyerahkan surat kepada manajemen PGN untuk ditindaklanjuti. "Itu nanti terserah PGN," katanya.
Berdasarkan salinan korespondensi yang diterima Tempo, Kementerian BUMN mengirimkan surat anonimus tersebut kepada Dewan Komisaris PGN pada 25 Juni lalu. Namun surat itu baru diterima komisaris pada 14 Juli dan didisposisikan pada 22 Juli untuk didiskusikan di tingkat Dewan Komisaris.
Rontoknya saham Swift dan kekhawatiran amblasnya investasi perusahaan negara itu memicu langkah lain di luar PGN. Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia Ferdinand Hutahaean melaporkan aksi akuisisi ini ke Kejaksaan Agung. "Kami masukkan laporannya pada 17 Mei lalu," ujar Ferdinand. "Saat itu harga saham Swift sudah anjlok jadi US$ 2 per lembar."
Menurut Ferdinand, sedari awal harga yang ditawarkan oleh Swift memang terlalu mahal, yakni US$ 12 per lembar saham. Dia menduga harga itu direkayasa dengan membesar-besarkan potensi produksi lapangan eksplorasi di Texas dan Louisiana, yang diklaim mampu mencapai 200 juta kaki kubik per hari (mmscfd). Padahal realisasi hingga saat ini hanya ada di kisaran 120 mmscfd. "Di sini ada kerugian karena nilai saham dan angka produksi yang jauh dari target."
Hanya berselang sebulan setelah transaksi dengan PGN rampung, bulan berikutnya harga saham Swift di pasar mulai merosot. Sampai Selasa pekan lalu, saham perusahaan itu di Bursa New York cuma dinilai US$ 0,53 per lembar. Total kapitalisasinya kurang dari US$ 50 juta. "Ini artinya PGN membeli barang rongsokan dengan harga yang sangat mahal. Kapitalisasinya saja jauh lebih rendah dari harga pembelian Blok Fasken," kata Ferdinand.
Sebagai perusahaan energi yang berdiri sejak 1979, bisnis Swift Energy disebut-sebut mengalami kemunduran sejak tahun lalu, seiring dengan merosotnya harga minyak dunia. Pada awal 2015, CEO Swift Energy, Terry Swift, menyampaikan kebijakan pemangkasan belanja perusahaan 75 persen.
Suramnya nasib perusahaan berlanjut ketika Terry Swift mengumumkan mulai menyewa jasa penasihat finansial Lazard Freres & Co LLC untuk mengevaluasi aset dan mengatasi masalah keuangan. "Kami tidak bisa menjamin hasil akhirnya dan berapa lama waktu yang dibutuhkan," kata Terry Swift, seperti dilaporkan situs berita lokal di Houston, Fuelfix.com.
Direktur Utama PGN Hendi Prio Santoso menyangkal tudingan adanya main-main di balik investasi mereka di Swift. Ia meyakinkan investasi PGN Saka sampai saat ini baik-baik saja dan tidak merugikan. "Kami tidak mengurus soal harga saham. Yang penting eksplorasi dan produksi naik terus. Bahkan rencananya mau ada kenaikan lagi," kata Hendi saat dijumpai di acara penyerahan participating interest dan surat keputusan jaringan gas dari Kementerian Energi ke pemerintah Jawa Tengah dan Jawa Barat di Semarang, Rabu pekan lalu.
Direktur Operasional Saka Energi, Tumbur Parlindungan, mengatakan penurunan harga saham Swift Energy tidak berdampak terhadap perusahaannya. Sebab, Saka tidak berbisnis dengan Swift langsung. "Kami bekerja sama hanya di Blok Fasken. Mau saham Swift anjlok pun tidak mengganggu operasional di lapangan gas," ujarnya. Nilai aset PGN yang ada di sana pun, menurut dia, tidak akan ikut merosot bersama harga saham Swift.
Ia menjelaskan, PGN dan Saka telah mengetahui kondisi Swift sejak dulu. Namun perusahaan hanya melirik Blok Fasken, yang mereka nilai punya prospek cukup bagus. Buktinya, Tumbur menambahkan, produksi gas yang di awal investasi hanya 30 juta kaki kubik per hari kini beranjak naik dan menyentuh angka 160 mmscfd. "Akhir tahun nanti malah diperkirakan bisa menyentuh 190 mmscfd. Jadi tidak rugi."
Namun dia mengakui gas yang diproduksi di Amerika itu tidak bisa dinikmati langsung di dalam negeri. Alasannya lebih disebabkan oleh infrastruktur yang belum memadai dan pertimbangan harga untuk mengimpor langsung.
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Achsanul Qosasi, mengatakan ekspansi anak usaha perusahaan-perusahaan pelat merah yang berdampak merugikan perusahaan induk bukanlah hal baru. "Karena itu, kami sudah sepakat dengan Kementerian BUMN untuk tidak membuat lagi anak usaha yang keluar dari inti bisnis perusahaan dan bertabrakan dengan bisnis BUMN lain," katanya.
Soal investasi PGN Saka di Amerika, menurut dia, BPK sangat berwenang mengauditnya. Apalagi jika sudah ada laporan yang masuk, bukan tidak mungkin BPK segera memeriksanya tahun ini. "Lebih cepat ada laporan, bisa segera kami periksa, agar tak ada lagi investasi yang merugikan negara karena perusahaan tidak teliti mengkajinya."
Gustidha Budiartie, Ayu Primasandi, Edi Faisol (Semarang)
Swift Energy Co
Perusahaan minyak dan gas yang bermarkas di Houston, Texas, Amerika Serikat.
Perusahaan ini didirikan oleh Aubrey Earl Swift pada 11 Oktober 1979 dan merupakan perusahaan keluarga.
PT Saka Energi Indonesia
Anak usaha PT PGN (Persero) yang didirikan pada 27 Juni 2011 dengan fokus usaha di eksplorasi dan produksi (sektor hulu migas).
2009
Swift Energy memulai pengeboran di Lapangan Fasken, Texas.
2013
Terdapat lima sumur shale gas yang dapat dibor Swift Energy di Lapangan Fasken.
2014
Februari
Swift Energy mengumumkan laporan keuangan 2013, yang merugi US$ 19 juta.
6 Mei
Swift Energy dan Saka mengumumkan rencana kerja sama untuk mengembangkan lapangan gas seluas 8.300 hektare di Fasken, Texas. Perjanjian investasi berlaku efektif per Januari 2014.
15 Juli
Saka Energi dan Swift Energy menuntaskan transaksi kerja sama akuisisi 36 persen saham di Fasken. Total transaksi bernilai US$ 175 juta.
31 Juli
Swift Energy mempublikasi laporan keuangan kuartal kedua 2014. Total pendapatan perusahaan naik 9 persen dibanding periode serupa tahun lalu, menjadi US$ 155,7 juta.
2015
Februari
Swift Energy mengumumkan laporan keuangan tahun 2014 yang merugi sebanyak US$ 283,4 juta.
28 Juli
Swift Energy menyewa jasa konsultan finansial Lazard Freres & Co LLC untuk mengatasi krisis keuangannya.
Harga Saham Swift Energy
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo