Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
UNEk-unek Rizal Ramli itu disampaikan kepada Presiden Joko Widodo dalam sebuah pertemuan pada Idul Fitri, medio Juli lalu. Rizal diundang untuk membicarakan situasi ekonomi yang memburuk lantaran rupiah semakin loyo terhadap dolar Amerika Serikat. Setelah obrolan menyoal ekonomi kelar, Rizal menyampaikan pendapatnya tentang rencana pembelian 30 unit pesawat Airbus A350 oleh PT Garuda Indonesia Tbk.
Doktor ekonomi lulusan Boston University itu melihat bahaya besar mengintai di balik rencana maskapai penerbangan pelat merah tersebut. Dia mengingatkan Presiden bahwa pada 2000 Garuda pernah megap-megap terjerat utang US$ 1,8 miliar atau sekitar Rp 20 triliun dengan kurs yang berlaku waktu itu. Posisi Rizal saat itu adalah Menteri Koordinator Perekonomian di kabinet Abdurrahman Wahid, yang diberi tugas memimpin restrukturisasi utang Garuda kepada kreditor dari konsorsium bank Eropa.
Potensi lilitan utang yang bisa melumpuhkan perusahaan itulah yang sekarang dia khawatirkan berulang. Rizal menilai pembelian puluhan pesawat berbadan lebar untuk rute jarak menengah-jauh itu bisa kembali menggulung Garuda menuju kebangkrutan. Itu sebabnya, ia berpendapat rencana bernilai US$ 9,1 miliar atau sekitar Rp 120 triliun lebih tersebut harus dihentikan. "Ini yang saya sampaikan, dan Presiden Jokowi setuju," Rizal bercerita kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Kesempatan bertemu dengan Presiden itu datang lagi pada pekan pertama Agustus lalu. Kali ini Rizal datang memenuhi undangan Joko Widodo di suatu tempat di luar Istana, yang dia rahasiakan. Di sana Presiden memintanya bergabung dengan kabinet yang akan dikocok ulang untuk pertama kalinya sejak terbentuk pada Oktober tahun lalu. Rizal ditawari mengisi posisi Menteri Koordinator Kemaritiman, menggantikan Indroyono Soesilo.
Singkat cerita, Rizal menerima tawaran itu dan dilantik seminggu kemudian di Istana Negara, tepatnya pada Rabu dua pekan lalu. Presiden Jokowi juga mengangkat Darmin Nasution sebagai Menteri Koordinator Perekonomian, Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan merangkap Kepala Staf Kepresidenan, Thomas Trikasih Lembong sebagai Menteri Perdagangan, Sofyan Djalil sebagai Kepala Bappenas, dan Pramono Anung sebagai Sekretaris Kabinet.
Baru sehari menduduki kursi menteri lagi, Rizal mulai menembakkan kritiknya tentang rencana Garuda. Ia menyampaikannya secara terbuka dan segera menjadi ramai di media massa. Isinya sama: ia menilai keputusan Garuda membeli A350 itu keliru. Menurut hitungannya, pembelian pesawat tipe long haul yang pendanaannya bersumber dari kredit Bank of China Aviation itu tak cocok buat pasar Garuda.
Alasannya, tipe pesawat ini hanya ekonomis bila digunakan untuk melayani penerbangan ke Eropa atau Amerika. Padahal di rute inilah titik lemah Garuda. Rizal menyebut rute Jakarta-Amsterdam sebagai contoh. Tingkat keterisian bangku penumpang atau load factor di rute itu hanya berkisar 30 persen. Dia menganggap Garuda tak kuat bersaing dengan maskapai lain yang berkantong tebal, seperti Emirates, Etihad, Qatar Airways, dan Singapore Airlines.
Sepinya penumpang Garuda Indonesia di rute internasional itu dibenarkan oleh Faisal Basri, pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia. Melalui situs pribadinya, Faisal menceritakan kursi pesawat rute Eropa tak pernah penuh. Terakhir, pada Juni lalu, saat dia terbang ke Eropa menggunakan Garuda, dua kursi di sebelahnya kosong.
Niat Garuda memborong 30 Airbus A350 XWB dituangkan dalam nota tanda minat atau letter of intent yang diteken Direktur Utama Garuda Indonesia Arif Wibowo di arena Paris Airshow pada 15 Juni lalu. Pihak Airbus Industrie diwakili Chief Operating Officer dan Customers John Leahy. Tipe pesawat ini disebut-sebut sebagai andalan produsen yang berbasis di Toulouse itu dalam menghadapi pesaingnya, Boeing B-787 Dreamliner. Keduanya dibuat dengan dominasi bahan komposit serat karbon dan diklaim sama-sama hemat bahan bakar serta lebih akrab lingkungan.
"Menyusul kesuksesan dalam merevitalisasi operasi regional di Asia-Pasifik, kami akan memprioritaskan pengembangan jaringan penerbangan jarak jauh pada tahun-tahun mendatang," kata Arif Wibowo dalam keterangannya menyangkut rencana Garuda atas pembelian itu. "Dengan penghematan konsumsi bahan bakar, daya jangkau, serta kabin yang ekstraluas, A350 XWB akan menjadi salah satu pilihan kami untuk memposisikan kembali maskapai kami sebagai maskapai premium yang memimpin di kelas penerbangan jarak jauh ke luar pasar Asia yang amat kompetitif."
John Leahy memberi tambahan. "Kami bangga menyambut Garuda Indonesia sebagai maskapai berikutnya yang menyatakan komitmennya untuk A350 XWB generasi terbaru," katanya. "Kami tak sabar melihat A350 XWB terbang dengan corak Garuda Indonesia, seiring dengan usaha Garuda memperluas jangkauannya ke berbagai destinasi baru di seluruh dunia."
Namun, buat Rizal Ramli, rancangan Garuda untuk merambah pasar lebih jauh itu sebagai langkah yang tak perlu dan belum waktunya. Menteri Koordinator Kemaritiman yang antara lain membawahkan Kementerian Perhubungan ini mengatakan perusahaan milik negara itu sebaiknya membeli pesawat lebih kecil, yang lebih cocok dioperasikan di rute domestik dan regional. "Kalau mau rute internasional, nanti tujuh tahun lagi."
Kritik pedas dan serangan terbuka Rizal membuat Rini Soemarno, Menteri Badan Usaha Milik Negara, berang dan bereaksi tak kalah sengit. Rini menganggap permintaan membatalkan rencana pembelian Airbus A350 itu sebagai tindakan Rizal menerabas kewenangannya. Sebab, urusan Garuda Indonesia ada di bawah kewenangan Kementerian BUMN, yang dikoordinasi oleh Kementerian Koordinator Perekonomian, bukan Menko Kemaritiman. "Apa dasarnya bicara seperti itu? Apa dasarnya cancellation itu? Janganlah bicara tanpa dasar atau jangan sembarangan," kata Rini.
Serangan balik Rini tak membuat Rizal surut. Ia mengaku tak salah ucap atau keceplosan. Dia benar-benar sudah merencanakan hendak memicu kontroversi karena meyakini kritiknya benar. "Ini jurus rajawali ngepret (mengipas) untuk membuat shock therapy," ujar Rizal sembari terkekeh. Dia mengatakan pengalamannya merestrukturisasi utang Garuda pada konsorsium bank Eropa membuatnya punya hubungan emosional untuk menjaga perusahaan itu dari risiko kebangkrutan di masa mendatang.
Rizal mengatakan tak bisa memahami keputusan manajemen Garuda yang hendak berekspansi besar-besaran di tengah sulitnya ekonomi dan jebolnya kas perusahaan akibat melemahnya rupiah serta tingginya harga bahan bakar. Apalagi, selain berniat membeli 30 Airbus baru, Garuda menjajaki pembelian 60 unit pesawat Boeing senilai US$ 10,9 miliar atau hampir Rp 150 triliun. Lagi-lagi sumber pembiayaan buat rencana ini sebagian datang dari utang ke Bank of China Aviation. "Performance keuangan belum bagus, jangan spending jorjoran."
Dalam rancangan bisnis satu dasawarsa mendatang, Garuda bakal mendatangkan 53 pesawat berbadan lebar dan 80 unit yang lebih kecil. Dua lusin pesawat senilai US$ 1,85 miliar atau setara dengan Rp 25 triliun akan didatangkan mulai Juni hingga Desember 2017, yaitu 11 unit Airbus A-330, 9 unit pesawat ATR, 3 unit Boeing 777-300, dan 1 unit Boeing 737-MAX.
Geringnya kondisi keuangan Garuda Indonesia sudah terendus pula oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Lembaga auditor negara ini sedang menelisik sejumlah kejanggalan dalam laporan keuangan dan kinerja perusahaan sejak enam bulan lalu.
Seorang pejabat negara yang mengetahui pemeriksaan BPK mengatakan arus kas maskapai ini mengalami defisit Rp 1,8 triliun pada 2014. Kerugian ini ditutup dengan penerbitan surat utang Rp 1,5 triliun pada tahun ini.
Laporan keuangan Garuda Indonesia kepada Bursa Efek Indonesia menyebutkan perseroan mengalami kerugian US$ 371,9 juta atau sekitar Rp 4,87 triliun (kurs Rp 13.100 per dolar) sepanjang 2014. Padahal, pada 2013, maskapai terbesar di Indonesia ini masih sanggup meraup laba US$ 13,583 juta.
Sumber kerugian masih ditelusuri oleh para auditor BPK. Menurut pejabat negara ini, auditor mencurigai salah satu biang tekor berasal dari skema pembelian pesawat. Isu lain yang menjadi fokus auditor adalah pendirian anak usaha di luar negeri.
Dalam audit pembelian pesawat, ada skema penjualan yang dinilai tak lazim. Ada tiga jenis skema, yaitu sales and leaseback (transaksi jual dan sewa balik), operating lease (sewa operasi), dan financial lease (sewa pembiayaan). Dalam pembelian pesawat, banyak perusahaan lazimnya menggunakan skema sewa operasi dan sewa pembiayaan.
Namun, dalam penelusuran BPK, ditemukan ada enam pesawat yang dibeli dengan skema sales and leaseback. Skema ini digunakan Garuda sebagai pihak penyewa dengan pihak yang menyewakan, yaitu Garuda Indonesia Holiday France, anak usaha Garuda Indonesia yang bermarkas di Prancis. "Auditor sudah mengecek ke Prancis, karyawan Holiday France hanya tiga orang," katanya.
Achsanul Qosasi, anggota BPK yang membawahkan audit BUMN, membenarkan adanya pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan ini bersifat audit investigasi, khususnya mengenai pembelian pesawat. Namun dia enggan menjelaskan soal materi audit oleh lembaganya. "Kami membutuhkan perpanjangan waktu dalam audit pembelian pesawat," katanya kepada Tempo.
Menanggapi hasil temuan itu, Direktur Utama Garuda Indonesia Arif Wibowo mengaku belum mengetahui detail laporan audit BPK. "Saya belum tahu hasil auditnya karena masih dalam proses," ujarnya. Arif juga tak bersedia memberi respons atas polemik yang dipicu oleh kritik terbuka Rizal Ramli.
Akbar Tri Kurniawan, Devy Ernis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo