Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Lo Kheng Hong membeberkan dua alasan utama mengapa bertahan di saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang sempat anjlok hingga level terendah pada tahun 2015 silam. Saat itu harga saham BUMI ambles ke Rp 50 per lembar saham dari sebelumnya sempat meroket hingga Rp 8.750 per lembar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Investor kawakan tersebut pernah menggenggam 1 miliar saham BUMI atau pada saat itu setara dengan 2,7 persen. Ketika harga saham perusahaan itu jeblok akibat lonjakan utang dan terimbas krisis subprime mortgage AS yang menjalar ke Indonesia, Lo Kheng Hong bergeming.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pak Lo, begitu ia akrab disapa, berkukuh tidak melepas saham BUMI atau cut loss. Ia bersabar hingga akhirnya melepas saham produsen tambang ini di harga Rp 500 pada tahun 2017 silam.
Ia mengaku bertahan tak menjual saham saat harganya jeblok karena sebelumnya saham tersebut dibeli di harga yang sangat murah. "Saya bisa bertahan karena saya tahu perusahaan yang saya beli itu terlalu murah," ujarnya dalam unggahan YouTube Hungry Stock, Rabu, 1 September 2021. "Dan yang kedua terjadi mukjizat harga saham di pasar Rp 50 dan bisa dikonversikan Rp 926, serta harga batu bara naik ke US$ 100."
Pria yang juga dijuluki sebagai Warren Buffet-nya Indonesia ini menjelaskan, saat itu BUMI memiliki punya cadangan batu bara senilai 3 juta ton. Dengan asumsi harga batu bara berada di level US$ 100, maka BUMI memiliki kekayaan sebesar US$ 300 miliar.
Saat itu, jumlah saham BUMI yang beredar sekitar 20 miliar. Jika jumlah saham itu dikalikan Rp 50, maka nilai sahamnya berada di kisaran US$ 700 juta.
Ia yakin keputusannya benar karena perusahaan tersebut memiliki cadangan batu bara besar, tapi valuasinya tidak mahal. "Tentu saya bisa bertahan, masa saya punya perusahaan yang memiliki cadangan batu baranya US$ 300 miliar sedangkan valuasinya di bursa hanya US$ 700 juta," ucapnya.
Faktor lainnya membuatnya bertahan, menurut Pak Lo, adalah bantuan dari Tuhan. Saat itu BUMI hampir dipailitkan dan masuk dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) itu merupakan masa perjuangannya.
“Mukjizat karena harga sahamnya dari Rp 50 bisa dikonversikan ke Rp 926, mukjizat kedua harga batu bara uang US$ 50 bisa naik ke US$ 100, harga saham nya naik ke Rp 500 dan saya keluar, uang saya balik,” ucap Lo Kheng Hong.
BISNIS