Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kita Mesti Berpacu. Ada Minyak ...

Carter mengirim 5 maskapai minyak AS ke RRC untuk menjajagi kemungkinan kerjasama ekplorasi minyak di lepas pantai laut Cina Selatan. 10 thn mendatang minyak RRC dapat mengganggu pasaran OPEC. (eb)

11 November 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEMUNGKINAN minyak dari RRC mengalir ke Amerika makin besar saja tampaknya. Sekitar dua bulan lalu, 5 wakil maskapai minyak AS telah diutus ke Peking. Mereka, antara lain raksasa Exxon, Pennzoil dan Standard Oil, menyambut tawaran pemerintah Hua Kuo-feng, agar melakukan eksplorasi di lepas pantai Laut Cina Selatan. Sementara penjajagan kemungkinan tengah giat dilaksanakan, pekan lalu tak kurang dari James A. Schlesinger, Menteri Enerji AS, yang diutus oleh Presidcn Carter untuk berunding ke Peking. Schlesinger, 48 tahun, bekas Menteri Pertahanan sewaktu kabinet Nixon, kabarnya disambut dengan permadani merah. Tamu penting itu juga tidak bergegas ia akan tinggal selama 13 hari di RRC sampai 5 Nopember, untuk kemudian singgah dua hari di Tokyo, sebelum melapor ke Wahington. Bisa dipastikan banyak yang dilihat dan dirundingkan selama Schlesinger berada di sana. Ada 14 pejabat penting, termasuk orang-orang Deplu AS, yang menyertainya. Mereka diberitakan akan membahas secara detil kemungkinan kerjasama di bidang enerji. Rezim baru di RRC rupanya ingin cepat bisa menyedot harta karun yang selama ini lebih banyak dibiarkan terpendam. Beberapa waktu sebelum misi Schlesinger datang, RRC sudah pula membeli lima macam menara bor terapung dari Amerika, Jepang dan Norwegia. Mereka juga telah membeli beberapa kapal untuk survai dan menunjang usaha pencarian minyak. Tidak mengherankan jika rezim Hua Kuo-feng yang pragmatis itu memusatkan perhatian pada usaha pencaharian minyak. RRC yang ingin membangun industrinya secara modern, tentu ingin memperbesar ekspor minyaknya agar mampu membiayai pembangunan di dalam negeri. Kunjungan Wakil PM Teng Hsiaoping ke Jepang dua pekan lalu, yang menghasilkan suatu kemungkinan kerjasama ekonomi meliputi $ 100 milyar, juga banyak bicara soal minyak. Bahkan jauh sebelum Teng ke Tokyo, Jepang telah menandatangani persetujuan untuk membeli sebanyak 7,1 juta ton minyak dari RRC selama lima tahun pertama ini. Jumlah tersebut akan meningkat 100% dalam tahap 5 tahun berikutnya. Bahaya? Bahaya untuk Indonesia Banyak orang beranggapan begitu. Lebih-lebih, sebagaimana diakui oleh seorang pejabat minyak di Jakarta, harga jual minyak RRC itu rata-rata $ 50 sen lebih rendah dari rata-rata minyak Indonesi yang $ 12,80 per barrel. Tapi Dir-Ut Pertamina Piet Harjono, yang ditemui TEMPO akhir pekan lalu, tidak melihat bahaya itu akan terasa dalam waktu dekat. Membalik-balik catatannya, Piet memastikan ekspor minyak kita ke Jepang masih tetap sama, kecuali jenis LSWR (waxy residue), yang tahun ini sulit dijual (lihat: Tetap Tak Mau Cari Hutan Sendiri). Sekalipun demikian, orang pertama Pertamina itu mengakui bahaya itu mungkin bakal datang 8 sampai 10 tahun mendatang. Kalau saja RRC kelak tampil sebagai negara penghasil minyak yang besar, aliran minyaknya pasti akan bisa mengacau pasaran OPEC. Dan Indonesia, yang terutama mengekspor minyaknya ke Jepang dan Pantai Barat AS, pasti akan terkena. Kekhawatiran Dir-Ut Pertamina itu memang beralasan. Selain kelima perusahaan minyak AS itu, dari Jepang sudah lebih dulu giat memancing minyak di RRC. Salah satu adalah di Teluk Pohai, tepat di sebelah timur kota pelabuhan Tientsin, yang diperkirakan menelan investasi sebanyak $ 2 milyar. Kalau Jepang nanti berhasil mengail minyak, bisa dipastikan yang lain akan menyusul pula. Satu-satunya jalan bagi Indonesia, menurut Piet Haryono, adalah dengan memproduksi lebih banyak minyak di sini. Itu berarti pencarian ladang-ladang baru, di samping menyuntik ladang lama seperti dilakukan oleh Caltex di Sumatera. Untuk itu rupa-rupa usaha sudah dilakukan Pertamina agar orang-orang minyak itu tergiur mencari sumur baru. Tapi sampai sekarang masih belum banyak sambutan. Tak bisa lain, seperti diakui seorang pejabat Pertambangan, mereka harus diberi rangsangan ekstra. Apa pula bentuknya, masih belum diketahui. Tapi bagaimanapun Piet setuju, "kita memang harus berpacu".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus