Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

KKI Warsi Bantu Masyarakat Dayak Malinau Kembangkan Potensi Alam Jadi Produk Ekonomi

KKI Warsi bekerjasama dengan Kabupaten Malinau mengembangkan potensi sumber daya alam dengan pengembangan ekonomi hijau masyarakat Dayak.

27 Maret 2024 | 23.47 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Perlengkapan sumpit yang akan dipergunakan berburu oleh pemuda Dayak Kenyah Uma'lung di Desa Setulang, Malinau, Kalimantan Utara, 21 Juni 2017. Sumpit merupakan senjata yang paling efektif, tidak mengeluarkan bunyi namun mematikan. Sumpit biasanya terbuat dari kayu Ulin yang panjangnya bisa mencapai tiga meter dan bisa digunakan sebagai tombak. Sementara anak sumpit terbuat dari bilah bambu yang diolesi getah beracun. ANTARA FOTO/Zabur Karuru

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi ikut mengembangkan potensi sumber daya alam dengan pengembangan ekonomi hijau melalui produk-produk masyarakat Dayak di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara. Mereka menghadirkan pelatih profesional ke tengah masyarakat, sehingga bisa mempraktikkan langsung pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan potensi yang dimiliki.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pelatihan yang dilakukan di antaranya, pelatihan pengelolaan produk rotan, lengkap dengan padu pada rotan dengan material lain, hingga pengelolaan padi sawah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Umumnya masyarakat Dayak masih bertani padi ladang bergulir setiap tahunnya dan lokasinya semakin jauh dari desa, sehingga membutuhkan tenaga kerja, waktu dan biaya yang cukup besar,” kata Manager Program KKI Warsi, Yul Qari, melalui keterangan tertulis, dikutip Tempo pada Rabu, 27 Maret 2024.

Yul mengatakan, ada wilayah dataran dekat desa yang bisa dikelola dan tersedia sumber air yang memadai. Berangkat dari situ, kata dia, masyarakat jadi punya perspektif baru dalam pengolahan lahan.

“Ini kami hubungkan dengan Dinas Pertanian untuk mendapatkan pelatihan pengolahan padi sawah dari mulai penyiapan lahan, penamanan, dan pemeliharaan padi,” ujarnya.

KKI Warsi juga melatih masyarakat dalam penyuntikan gaharu dan pengolahan produk turunan dari gaharu, berupa minyak gaharu dari proses penyulingan dan teh dari daun gaharu. Ia mengatakan, pihaknya juga melatih masyarakat dalam mengelola lahan sekitar desa untuk areal pertanian dan agroforest.

“Dengan pelatihan-pelatihan dan praktik langsung di lapangan, masyarakat sudah bisa menghasilkan produk-produk bernilai ekonomi,” ujar Yul.

Malinau merupakan jantung Borneo dengan hutan alam dengan kondisi yang masih sangat baik, dengan keberagaman sumber daya alam di dalamnya. Sumberdaya alam ini menjadi sumber penghidupan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan.

“Kita Orang Dayak, hidup kita tidak bisa dipisahkan dari hutan,” kata Bupati Malinau, Wempi Wellem Mawa pada acara workshop Aksi Bersama Penguatan Sistim Informasi Potensi Ruang Mikro Aplikasi Informasi Desa dan Perhutanan Sosial di Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Utara, yang dilangsungkan di Ruang Laga Fratu Kantor Bupati Malinau, Rabu, 27 Maret 2024.

Ia mengatakan, di Desa Nahakramo misalnya, pemerintah desa mengalokasikan dana desa untuk pengadaan mesin jahit guna menghasilkan produk kerajinan rotan. Hasil produk-produk kerajinan yang dihasilkan masyarakat itu, kata Wempi, merupakan produk yang bernilai tinggi, karena dihasilkan oleh masyarakat yang telah menjaga hutannya dengan baik.

“Jadi orang lain yang jauh dari kita, namun bisa memegang produk kita, produk dari jantung Borneo. Ini yang kita manfaatkan peluangnya untuk meningkatkan sumber ekonomi kita,” katanya.

Kegiatan KKI Warsi di Kabupaten Malinau merupakan bentuk dukungan atas upaya pengelolaan hutan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat di alam dan sekitar hutan. KKI Warsi dan Pemkab Malinau telah membuat Kesepakatan Bersama untuk program tersebut.

Saat ini, terdapat 24 desa di Kabupaten Malinau yang telah memiliki sistem informasi desa yang bisa diakses secara online, dan dua kecamatan yang telah menggabungkan data desa menjadi website kecamatan. Dalam kesepakatan ini, KKI Warsi memfasilitasi penyelesaian batas desa di 16 desa, dilanjutkan dengan pengajuan skema pengelolaan hutan berbasis masyarakat.

“Saat ini ada enam desa yang sudah mendapatkan perizinan perhutanan sosial, selanjutnya adalah mengisi perhutanan sosial dengan memanfaatkan potensi yang ada di desa tersebut dalam mengolah produk-produk berbasis potensi yang ada di masyarakat,” tutur Yul.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus