Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK meminta PT Freeport Indonesia untuk membuat kajian mengenai pemanfaatan limbah pertambangan (tailing). Langkah ini adalah strategi Kementerian untuk mengurangi jumlah limbah yang telah dihasilkan selama ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Konsepnya untuk dampak lingkungan dari limbah itu adalah memanfaatkan tailing tersebut. Nantinya Freeport akan diminta buat kajian terlebih dahulu mengenai hal ini," kata Inspektur Jenderal KLHK Ilyas Assaad saat mengelar konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu 9 Januari 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya KLHK sempat disorot oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat karena tak melakukan transparansi mengenai hasil temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Salah satunya mengenai potensi kerusakan lingkungan hidup akibat limbah pertambangan (tailing) sehingga diprediksi menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 185 triliun.
Adapun diketahui Freeport mengelola limbah tailing dalam tempat penimbunan yang disebut ModADA (Modified Ajkwa Deposition Area) seluas 230 kilometer per segi. Dalam sehari diperkirakan hasil limbah tailing Freeport mencapai 160.000 ton per hari.
Ilyas melanjutkan nantinya kajian tersebut harus dibuat dalam jangka waktu delapan bulan mulai Januari 2019. Nantinya, kajian tersebut harus dilaporkan kepada Kementerian untuk diverifikasi dan dikaji. Jika lolos maka Freeport baru diperbolehkan melakukan manajemen pengelolaan limbah sesuai hasil kajian.
Ilyas mencontohkan, beberapa hasil studi menunjukkan bahwa limbah tailing bisa dimanfaatkan untuk berbagai macam hal. Misalnya limbah bisa dibuat untuk bahan menjadi batu bata atau batako hingga material bahan pembangunan infrastruktur jalan.
"Tentu akan sangat bermanfaat bila limbah tailing bisa digunakan untuk material pembangunan jalan di Papua juga," kata Ilyas.