Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BIASANYA, kekacauan politik merupakan faktor pengganggu yang membuat pasar finansial di negara berkembang kocar-kacir. Kali ini, lain ceritanya. Sumber gejolak pasar sedunia justru datang dari Amerika Serikat, yang sistem politik dan tradisi demokrasinya sudah begitu mapan. Ketidakpastian politik yang mencekam menjelang pemilihan presiden November mendatang membuat volatilitas pasar finansial meningkat tajam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apalagi ketika Presiden Donald Trump sempat melempar sinyal bahwa ia tidak akan menerima kekalahan begitu saja. Pasar mulai mengantisipasi situasi terburuk. Kekisruhan politik Amerika karena saling gugat di pengadilan hanya akan membuat penanganan masalah ekonomi yang tengah terpuruk terabaikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dan kegelisahan pasar kian memuncak pada Jumat, 2 Oktober lalu, ketika ada kabar Presiden Trump positif tertular Covid-19. Jika di hari-hari ini ada kepastian bahwa Trump benar-benar sakit dan tak mampu menjalankan roda pemerintahan, pasar bisa kian menggelegak tak karuan. Sebaliknya, jika ia cuma positif mengidap virus tanpa gejala, pasar mungkin bisa kembali tenang. Namun ada satu pertanyaan yang masih menggantung: bagaimana kelanjutan proses pemilihan umum?
Dalam tempo tinggal sebulan menjelang hari pemungutan suara, akankah ada penundaan jadwal? Atau apakah akan ada pergantian calon dari Partai Republik jika Trump benar-benar tidak cukup fit untuk melanjutkan kontes? Berbagai pertanyaan ini mungkin baru terjawab dalam sepekan atau dua pekan mendatang. Yang jelas, konstitusi Amerika mematok jadwal yang belum pernah sekalipun dilanggar sebelumnya. Untuk periode ini, paling lambat pada 20 Januari 2021 Amerika harus sudah melantik presiden baru.
Para analis langsung berhitung, sakitnya Trump membuat Joe Biden punya kesempatan menang lebih besar. Partai Demokrat juga berpeluang memanfaatkan situasi untuk menguasai mayoritas Senat sehingga mengendalikan sepenuhnya lembaga legislatif karena sejak 2018 sudah memegang kursi mayoritas Kongres.
Trump mungkin tergolong presiden yang tidak populer. Banyak pembantu dekatnya yang dipecat atau berhenti di tengah jalan lantaran tak tahan melihat kebijakan ataupun gaya sang Presiden. Tapi, selama ini, pasar finansial justru mendapat banyak manfaat dari kebijakan Trump. Maka investor kini harus mulai mengantisipasi kemungkinan perubahan orientasi kebijakan di Amerika jika kursi presiden dan lembaga legislatif berada di tangan Partai Demokrat.
Para analis memperkirakan komitmen pemerintah, lembaga legislatif, juga bank sentral untuk mendukung pasar finansial tidak akan sekuat di era Trump. Sementara itu, saat ini pasar finansial boleh dibilang benar-benar sangat bergantung pada stimulus bunga super-rendah dan suntikan likuiditas tanpa batas dari The Federal Reserve. Jika pakem ini berubah, tentu akan ada penyesuaian pula di pasar finansial.
Pergeseran kebijakan itu juga bisa memukul negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, yang masih sangat tergantung pada dana investasi portofolio asing. Situasi tersebut membuat pergerakan harga berbagai aset finansial, imbal hasil obligasi, bunga utang, juga kurs rupiah di negeri ini sangat sensitif mengikuti pergerakan bunga.
Sedikit kenaikan suku bunga di Amerika, misalnya, akan membuat kurs rupiah merosot tajam. Di tengah situasi tidak menentu ini, akhir September lalu, Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah menyepakati Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2021 yang sangat optimistis. Pemerintah dan DPR bahkan berani mematok target ekonomi Indonesia akan tumbuh 5 persen tahun depan, melonjak amat tajam dari proyeksi pemerintah yang minus 1,7 persen pada tahun ini. Sedangkan untuk nilai tukar rupiah, patokannya 14.600 per dolar Amerika. Sementara itu, pada 2 Oktober lalu saja, kurs rupiah mencapai 14.992 di pasar spot.
Dalam situasi krisis, kendati ada risiko kredibilitas anggaran di mata investor bisa runtuh, pemerintah memang tak punya pilihan selain tetap bersikap optimistis. Sedangkan investor, jika ingin selamat, lebih baik mengambil perhitungan yang lebih realistis di tengah gejolak yang serba tidak pasti.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo