Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Komponen yang pulang kandang

Grup gemala mengekspor chassis untuk truk berukuran 3 dan 8 ton ke jepang. tapi baru tahap penandatanganan kontrak. pt prima alloy steel universal di sidoarjo mengekspor velg aluminium alloy ke jepang.

16 April 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YENDAKA, yang sampai kini tetap jaya, sesewaktu bisa jadi senjata makan tuan. Menguatnya yen setidaknya bisa berakibat tidak enak bagi Jepang - yang setelah sukses sebagai produsen terbesar kini terpaksa jadi konsumen. Ini misalnya berlaku bagi komponen chassis dan velg aluminium alloy, yang lebih dikenal dengan nama velg racing. Dan Grup Gemala, swasta yang merakit berbagai komponen mobil, sudah membuktikannya ketika Februari lalu menandatangani kontrak transaksi chassis untuk truk berukuran tiga dan delapan ton, dengan Mitsubishi-Jepang. Realisasi ekspornya baru akan berlangsung September mendatang. Bagaimanapun menembus pasar Jepang bukanlah hal yang mudah. Ini diakui Edward Wanandi, Direktur Utama Gemala. Negosiasi awal dilakukan Juli tahun lalu, ketika Edward bersama rombongan Menteri Perindustrian berkunjung ke Jepang. Pulang dari sana, perhitungan pun dilakukan. "Dan kami lihat, yang baru bisa bersaing di sana hanyalah chassis," tutur Edward. Tapi itu bukan berarti, transaksi bisa dimulai. Sebagai salah satu induk teknologi permobilan, Mitsubishi sangat ketat dalam mendeteksi kualitas komponen yang masuk. Itulah sebabnya Gemala mengambil jalan pintas. Untuk kebutuhan chassis dalam negeri, biasanya disertakan sekitar 45% bahan baku lokal. Tapi untuk keperluan ekspor, Edward nekat. "Supaya tidak membuang waktu karena masa pengetesan, kami terpaksa untuk sementara menggunakan 100% bahan baku impor, ya dari Jepang juga," ujarnya. Kendati bahan baku (hot rolled steel sheet) seluruhnya impor, chassis Indonesia masih bisa kompetitif. Ini kata Edward. Terutama dengan produk dua perusahaan Jepang yang kini menjadi subkontraktor Mitsubishi. "Kemenangan kita paling besar pada sektor biaya buruh yang jauh lebih rendah," katanya lagi. Apalagi kalau penjualan yang dilakukan tidak melalui subkontraktor Mitsubishi, kita pasti bisa lebih kompetitif. Untuk tahap pertama, Gemala akan mengekspor sekitar 100 unit per bulan dengan nilai sekitar 150 ribu dolar. Masih kecil memang. Tapi terobosan ini telah sedikit menolong Gemala yang baru berproduksi 18 ribu unit, dari kapasitas terpasang yang 50 ribu unit per tahun. Gemala baru sampai pada tahap penandatanganan kontrak, tapi Enmaru, merk velg racing buatan PT Prima Alloy Steel Universal (Pasu) di Sidoarjo sudah selangkah lebih maju. Mulai pertengahan Maret lalu, Jepang resmi menjadi importir. Dari 40 ribu pis (satu pis berisi 5 velg) senilai US$ 1,4 juta yang dipesan dari Pasu, sudah direalisasikan senilai US$ 300 ribu. Modalnya, mirip seperti yang dipakai Gemala. Selain sudah bisa memenuhi standar mutu Jepang (Japanese Technical Standard), harga yang dipasang pun cukup bersaing. Sebagai perbandingan, adalah harga velg yang beredar di dalam negeri. Velg impor yang menguasai 5 % pasar Indonesia harganya berkisar antara Rp 500 dan Rp 700 ribu per pis. Sedangkan produksi Pasu yang 95% menguasai pasar - Pasu satu-satunya pabrik velg di Indonesia - hanya memasang harga Rp 350- Rp 450 ribu. "Dalam hal kualitas, Pasu sebenarnya tidak kalah, hanya saja masih banyak orang yang senang pakai produk impor," kata Djoko Soetrisno, Direktur Pasu. Apa yang menarik dari velg racing? Di Indonesia, velg jenis ini tampaknya masih untuk sekadar aksesori. Padahal, menurut Djoko, fungsi utamanya adalah untuk pengamanan. "Dengan velg racing, ban tidak akan kempis mendadak karena kena paku, atau benda tajam lainnya. Sehingga, tidak akan membahayakan pengemudi." Kendati hanya untuk gengsi, produk yang dibuat Pasu sejak 1985 ini - setahun mencapai 480 ribu pis - bisa terjual habis. Budi Kusumah, Herry Mohamad

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus