Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto, meneken Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas PP 37/2021 mengenai Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Regulasi ini mengatur skema perlindungan bagi pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja disingkat PHK untuk bisa mendapat uang tunai sebesar 60 persen dari upah untuk paling lama enam bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengklaim aturan ini merupakan bentuk kepedulian pemerintah terkait kesejahteraan pekerja. “Itu adalah salah satu bentuk kepedulian pemerintah terhadap teman-teman pekerja. Banyak hal ketika kemudian industri kita daya saingnya turun, ada yang kena PHK dan seterusnya,” kata Menaker Yassierli di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Senin, 17 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lebih lanjut, Pemerintah membuat kebijakan untuk meringankan beban finansial pekerja yang kehilangan pekerjaan secara tiba-tiba serta memberikan jaring pengaman sementara sebelum pekerja menemukan pekerjaan baru.
Kendati menjadi kabar baik bagi pekerja yang terdampak PHK, regulasi ini juga menyoroti tantangan ketenagakerjaan di Indonesia. Gelombang PHK yang meningkat akibat tekanan ekonomi dan efisiensi membuat banyak pekerja kehilangan mata pencaharian.
Penjelasan PP Nomor 6/2025
PP Nomor 6 Tahun 2025 memberikan perlindungan bagi pekerja yang terkena PHK dengan memberikan kompensasi finansial. Dalam aturan tersebut, pekerja yang mengalami PHK berhak mendapatkan uang tunai sebesar 60 persen dari gaji bulanan mereka selama kurun waktu enam bulan.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 21, sebagaimana dikutip dari salinan PP tersebut di Jakarta, Ahad, 16 Februari 2025. "Manfaat uang tunai diberikan setiap bulan sebesar 60 persen dari upah, untuk paling lama enam bulan," menurut Pasal 21 ayat (1) dalam PP Nomor 6 Tahun 2025.
Dalam pasal tersebut, turut diatur bahwa upah yang menjadi dasar pembayaran manfaat JKP adalah upah terakhir yang dilaporkan pengusaha kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan batas maksimal Rp5 juta.
Apabila upah pekerja melebihi batas atas upah maka upah yang digunakan sebagai dasar pembayaran manfaat uang tunai adalah sebesar batas atas upah, demikian dikutip dari Pasal 21 PP Nomor 6 Tahun 2025.
Lebih lanjut, dalam beleid yang ditandatangani Prabowo pada 7 Februari lalu tersebut, terdapat beberapa pasal yang mengalami perubahan, antara lain, dalam Pasal 11, besaran iuran JKP juga diubah. Sebelumnya, iuran ditetapkan sebesar 0,46 persen dari upah per bulan, kini diturunkan menjadi 0,36 persen bersumber dari iuran yang dibayarkan Pemerintah Pusat dan sumber pendanaan JKP.
Iuran dari pemerintah pusat, yaitu 0,22 persen dari upah sebulan. Sementara sumber pendanaan JKP hanya berasal dari rekomposisi iuran Program JKK sebesar 0,14 persen dari upah sebulan.
Peraturan ini juga menambahkan Pasal 39A yang mengatur bahwa jika perusahaan dinyatakan pailit atau tutup dan menunggak iuran hingga enam bulan, manfaat JKP tetap akan dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Namun, kewajiban pengusaha untuk melunasi tunggakan iuran dan denda program jaminan sosial ketenagakerjaan tetap berlaku.
Aturan ini kemudian diharapkan dapat menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya jaminan bagi pekerja terdampak PHK, daya beli dapat tetap terjaga, sehingga turut mendukung pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.