Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) mendesak perusahaan membayarkan tunjangan hari raya (THR) keagamaan bagi buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sekurang-kurangnya H-30 sebelum hari raya. Pembayaran THR juga berlaku bagi buruh yang sedang dalam proses pemecatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Buruh yang sedang dalam proses penyelesaian PHK tetapi belum ada penetapan dari Pengadilan Hubungan Industrial, THR beserta upahnya harus tetap dibayarkan," ujar Presiden FSPMI Riden Hatam Aziz dalam keterangannya, Jumat, 22 April 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketentuan ini, ucap Riden, mengacu pada Undang-undang Ketenagakerjaan. Selama proses penyelesaian PHK masih berlangsung dan belum ada penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, perusahaan berkewajiban untuk tetap membayarkan hak-hak buruh.
Riden mencontohkan buruh di salah satu pabrik di Semarang yang terkena PHK sejak tahun lalu. Karena sampai saat ini proses penyelesaian masih berlangsung, dia menyebut perusahaan harus mencairkan upah serta THR buruh sesuai ketentuan.
Selain itu, Riden mengingatkan perusahaan untuk membayarkan THR maksimal H-7 hari raya kepada para pekerja. Lantaran sesuai dengan kalender Idul Fitri jatuh pada 2 Mei 2022, selambat-lambatnya Senin 25 April, kata dia, perusahaan harus sudah menerima THR.
Adapun besaran THR adalah satu bulan upah bagi pekerja yang memiliki masa kerja minimal 1 tahun. Sedangkan jika masa kerja kurang dari 1 tahun, nilai THR yang diberikan bersifat proporsional.
Riden meminta agar Kementerian Ketenagakerjaan mengawasi perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan THR. “Ini bertujuan untuk memastikan agar H-7 nanti, semua buruh di Indonesia sudah mendapatkan THR," kata Riden.