Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) memprediksi praktik dumping baja dari China ke Indonesia akan semakin parah. Hal ini buntut krisis baja yang saat ini tengah terjadi di Negeri Panda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IISIA mencatat impor baja dari China dalam beberapa tahun terakhir telah melonjak secara signifikan. Dari 2,89 juta ton pada 2022, volume impor meningkat menjadi 4,15 juta ton pada 2023 atau naik sebesar 43,4 persen. Sedangkan pada semester I 2024, impor baja dari Negeri Tirai Bambu meningkat dari 2,23 juta ton menjadi 2,98 juta ton atau naik sebesar 34 persen secara tahunan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dumping produk baja ke Indonesia pada 2024 dan selanjutnya diperkirakan akan semakin parah," ucap Direktur Eksekutif IISIA, Widodo Setiadharmaji, saat dihubungi Tempo, Ahad, 6 Oktober 2024.
Widodo menjelaskan permintaan baja di pasar domestik China saat ini tengah menurun secara signifikan. Penurunan ini disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi serta memburuknya pasar properti China dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam situasi ini, Widodo mengatakan banyak produsen baja China yang mengalami kerugian, termasuk perusahaan nomor dua terbesar negara itu, yakni Angang Steel. Perusahaan tersebut merugi selama delapan kuartal berturut-turut. Menurut Widodo, kondisi ini menunjukan buruknya kondisi finansial produsen baja Tiongkok. "Kondisi ini diperkirakan terus memburuk dalam beberapa waktu mendatang," katanya.
Chairman Baouwu, salah satu produsen baja Tiongkok, kata Widodo, telah memperingatkan kondisi baja China sedang menghadapi krisis yang lebih besar daripada krisis pada 2015 dan 2008. Saat ini, lebih dari 90 persen perusahaan Tiongkok merugi dan berimbas pada kerugian perusahaan baja global.
Kondisi pasar Tiongkok yang melemah serta kinerja finansial yang memburuk dan merugi, menurut Widodo, mengharuskan perusahaan baja China menjual produk baja sebanyak-banyaknya untuk sekadar bertahan hidup. Bahkan, mereka bersedia menjual dengan harga sangat rendah hingga merugi dengan melakukan dumping ke pasar baja global, termasuk ke Indonesia.
Kendati telah menerapkan berbagai pembatasan impor, Widodo mengatakan proteksi Indonesia masih lemah. Indonesia saat ini baru menggunakan instrumen trade remedies sebanyak 34 antidumping dan 11 safeguard. Beberapa di antaranya memiliki masa berlakuu yang telah atau akan habis. Sedangkan antidumping untuk empat produk saat ini masih dalam peninjauan ulang (sunset review).
"Indonesia akan menghadapi banjir produk baja dumping dari Tiongkok dengan harga sangat rendah yang mengakibatkan produsen nasional kehilangan pasar domestik dan merugi serta akan bangkrut jika tidak ada perlindungan pemerintah segera," katanya.