Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sinyal Pasar

Efek Buruk Krisis Beras, dari Inflasi hingga Krisis Ekonomi

Tingkat produksi beras diramalkan menyusut tajam tahun ini. Waspadai potensi krisis beras yang bisa memicu inflasi dan krisis ekonomi.

7 Juli 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Indonesia bakal mengimpor beras hingga 5,17 juta ton karena tingkat produksi berkurang.

  • Sejumlah negara membatasi penjualan beras demi kebutuhan dalam negeri.

  • Indonesia terancam krisis beras yang dampaknya akan sangat serius pada perekonomian.

ADA kabar buruk tentang pangan. Tingkat produksi beras nasional bakal merosot tajam tahun ini sehingga Indonesia harus mengimpor beras sebanyak 5,17 juta ton. Jika perkiraan ini benar-benar terealisasi, Indonesia bakal menjadi negara pengimpor beras terbesar di dunia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejauh ini pemerintah sudah menerbitkan izin impor beras sebanyak 3,6 juta ton. Sebagai perbandingan, pada 2023, angka impor beras Indonesia masih 3 juta ton. Melambungnya tingkat impor beras yang begitu besar tentu akan menjadi bahan gorengan politik. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Presiden Joko Widodo akan menjadi bulan-bulanan karena tak mampu memenuhi janji politik yang ia sampaikan pada 2014. Tak lama setelah terpilih menjadi presiden, Jokowi sesumbar akan membuat Indonesia mencapai swasembada beras dalam tempo tiga tahun.

Sepuluh tahun berlalu, Indonesia malah menjadi negeri pengimpor beras terbesar. Wajar hal ini mengundang kritik. Namun politikus seyogianya menahan diri sebatas mengkritik, tidak mengganjal, apalagi mensabotase rencana impor beras. Sebab, ada bahaya lebih besar yang akan menimpa jika Indonesia gagal mendapatkan pasokan beras impor. Kekurangan stok bisa memicu kelangkaan yang meluas dan mendongkrak harga dengan tajam.

Tanpa hambatan politik di dalam negeri pun tak mudah mencari beras di pasar internasional saat ini. Pasokan beras dunia sedang ketat karena banyak negara produsen menghadapi masalah serupa dengan Indonesia: tingkat produksi merosot karena perubahan iklim mengacaukan pola tanam.

Selain itu, pasokan beras ke pasar global terhambat sejak tahun lalu setelah pemerintah India melarang ekspor. Hanya beras super premium jenis basmati yang boleh dijual ke luar negeri. Jika tak ada perubahan kebijakan itu, pasokan dunia akan tetap terbatas tahun ini.

Sementara itu, angka kebutuhan beras Indonesia justru meningkat tajam. Pada 2022, Indonesia mengimpor 429 ribu ton. Pada 2023, jumlahnya melonjak tujuh kali lipat menjadi 3 juta ton. Jika tahun ini Indonesia harus mencari 5,17 juta ton di pasar global, sudah pasti tekanan permintaan membesar dan harganya kian mahal pula.

Lihat saja pergerakan harga Thai 5% Broken Rice, patokan pasar di Asia Tenggara, yang melejit menjadi US$ 660 per ton pada Januari 2024 dari US$ 517 setahun sebelumnya. Per Juni 2024, seusai panen, harga beras Thailand ini cuma turun sedikit menjadi US$ 632 ton. Tambahan permintaan dari Indonesia yang amat besar di bulan-bulan mendatang berpotensi melambungkan lagi harganya.

Kenaikan itu tentu menjalar ke pasar domestik. Agustus 2023, sebelum terjadi kemelut beras, harga rata-rata beras medium secara nasional masih Rp 12.070 per kilogram. Data Badan Pangan Nasional menunjukkan harga beras patokan pemerintah ini mencapai puncaknya, Rp 14.270, pada Maret 2024 dan sedikit menurun menjadi Rp 13.500 pada Juli.

Naiknya harga beras internasional plus pelemahan kurs rupiah dua bulan terakhir dapat mendorong kenaikan harga beras medium hingga akhir tahun. Inflasi pangan pun kembali menjadi ancaman serius. 

Melonjaknya tingkat inflasi pangan sungguh merupakan kabar buruk bagi ekonomi Indonesia. Dampaknya sangat kuat menggerus daya beli masyarakat, terutama warga miskin dan rentan miskin yang baru lepas dari batas kemiskinan. Naiknya harga pangan bisa memangkas habis daya beli mereka untuk kebutuhan nonesensial. Orang yang selama ini hidup susah akan merasakan beban ekonomi yang makin berat.

Investor di pasar keuangan tentu perlu memperhatikan dengan cermat perkembangan harga beras dan tren inflasi pangan ini. Jika gelagat kenaikan harga beras makin jelas, pengaruhnya pada pasar finansial cukup signifikan. Lonjakan tingkat inflasi pangan berpotensi memaksa bank sentral menaikkan suku bunga agar harga-harga barang lain tidak ikut terseret melonjak dengan liar.

Kenaikan bunga akan menambah persoalan bagi pasar yang sekarang pun masih bergelut mengantisipasi gonjang-ganjing kurs rupiah. Lebih celaka lagi jika gejolak harga beras berlanjut dengan kelangkaan. Persoalan bisa meluas menjadi krisis pangan yang bukan tak mungkin memicu pula kemelut politik ataupun sosial.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Waspada Ancaman Krisis Beras"

Yopie Hidayat

Yopie Hidayat

Kontributor Tempo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus