Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Waskita Karya menghadapi gugatan PKPU dari Bukaka Teknik Utama.
Utang Waskita Karya antara lain akibat penugasan proyek jalan tol.
Pemerintah memberi proyek baru kepada Waskita Karya.
BAK lolos dari lubang jarum. Ini yang terjadi ketika PT Waskita Karya (Persero) Tbk kembali bebas dari gugatan para vendor yang melayangkan tagihan kepada perusahaan pelat merah di bidang konstruksi itu. Pada Jumat, 1 Desember lalu, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang diajukan PT Bukaka Teknik Utama Tbk, perusahaan milik mantan wakil presiden Jusuf Kalla.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bukaka menggugat Waskita Karya karena pembayaran konstruksi pembangunan jalan tol layang Mohammed bin Zayed belum mereka terima. Komisaris Utama Bukaka, Solihin Kalla, mengatakan total utang Waskita Karya kepada perusahaannya Rp 240 miliar. Menurut Solihin, ini adalah gugatan kedua Bukaka terhadap Waskita Karya sepanjang tahun ini. “Setahu saya tidak ada jadwal pembayaran yang mereka ajukan. Karena itu, kami mengajukan PKPU,” katanya kepada Tempo pada Sabtu, 2 Desember lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, pada 17 Maret lalu, Bukaka juga menggugat Waskita Karya. Namun, sebelum gugatan diputus pengadilan, Bukaka mencabut tuntutannya. Bukaka, yang juga bergerak di bidang konstruksi, adalah satu dari sekian banyak vendor atau penyedia jasa yang menuntut Waskita Karya membayar utang. Sampai 30 September lalu, ada 32 perkara hukum yang menjerat Waskita, tujuh di antaranya berupa gugatan PKPU.
Mobil melintas di Jalan Tol Layang Mohamed bin Zayed, Jatibening, Bekasi, Jawa Barat, April 2021. Tempo/Hilman Fathurrahman W
Gugatan-gugatan ini menjadi kerikil bagi Waskita Karya yang sedang berusaha berdamai dengan para vendor, kreditor, dan pemegang obligasi. Perusahaan ini mesti segera mendapat keringanan jika tak ingin dipailitkan. Dalam keterangan kepada Bursa Efek Indonesia pada Kamis, 30 November lalu, manajemen Waskita menyatakan sedang meninjau perjanjian induk restrukturisasi atau master restructuring agreement (MRA) yang mereka sepakati dengan kreditor perbankan pada 2021.
Pada September lalu, manajemen Waskita Karya mengusulkan final term sheet berupa poin-poin penting yang masuk revisi restrukturisasi 2021. Mereka mengklaim mayoritas kreditor perbankan yang mewakili lebih dari 90 persen sisa utang sudah menyetujui perubahan MRA. Namun berbeda halnya dengan negosiasi para pemegang obligasi.
Rapat umum pemegang obligasi pada Rabu dan Kamis, 22 dan 23 November lalu, tak mencapai kuorum. Walhasil, Waskita Karya belum mendapat persetujuan negosiasi pembayaran utang pokok dan kupon dari para pemegang obligasi. Jika terus begini, tak ada jalan selain mengajukan permohonan PKPU sukarela, seperti yang dilakukan manajemen PT Garuda Indonesia Tbk pada 2022. Hasilnya bisa selamat atau sebaliknya, dipailitkan.
•••
NASIB Waskita Karya dalam beberapa tahun terakhir memang tak lepas dari tagihan utang yang sangat besar. Pada 2019 atau setahun sebelum terjadi pandemi Covid-19, total utang Waskita Karya mencapai Rp 93,47 triliun. Gunungan utang ini muncul setelah Waskita menggarap proyek-proyek besar, antara lain pembangunan jalan tol.
Persoalan ini diungkapkan oleh Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Kartika Wirjoatmodjo dalam rapat bersama Komisi BUMN Dewan Perwakilan Rakyat pada September 2021. Saat itu Kartika mengatakan Waskita Karya berutang besar karena penugasan pemerintah untuk membangun 16 ruas jalan tol dengan total investasi Rp 18,9 triliun pada 2015-2016.
Pada periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo itu, banyak proyek jalan tol yang menghubungkan Jawa bagian barat dengan Jawa bagian timur mangkrak bertahun-tahun. Jokowi berambisi menuntaskannya. Selain itu, ada megaproyek jalan tol Trans Sumatera yang menghubungkan Aceh dengan Lampung. Jokowi kemudian menugasi sejumlah BUMN, antara lain Waskita Karya, untuk mengerjakannya.
Waskita Karya diminta mengakuisisi sejumlah ruas jalan tol yang mangkrak di jalur Trans Jawa, seperti Kanci-Pejagan, Pejagan-Pemalang, Pemalang-Batang, dan Pasuruan-Probolinggo. Di luar jalur Trans Jawa, Waskita diperintahkan membangun jalan tol Bogor-Ciawi-Sukabumi, Bekasi-Cawang-Kampung Melayu, Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi, dan Kayu Agung-Palembang-Betung.
Foto udara pengerjaan proyek Jalan Tol Trans Sumatera ruas Kayu Agung-Palembang-Betung (Kapal Betung) seksi II, di Desa Pulo Kerto, Gandus, Palembang, Sumatera Selatan, 16 Desember 2021. Antara/Nova Wahyudi
Untuk membiayai proyek itu, Waskita Karya harus mencari modal sendiri, menerbitkan surat utang, hingga mengajukan permohonan kredit ke bank. Walhasil, utang Waskita menggelembung empat kali lipat dari Rp 20 triliun sebelum 2015 menjadi Rp 93,47 triliun pada 2019. Utang Grup Waskita yang berhubungan dengan pembangunan jalan tol mencapai 58 persen.
Pandemi Covid-19 pada 2020 memperburuk kondisi Waskita Karya. Pendapatan dari jalan tol yang baru beroperasi langsung anjlok gara-gara pembatasan mobilitas. Apalagi sebagian ruas jalan yang dibangun Waskita tidak layak secara bisnis. Secara keseluruhan, bisnis konstruksi Waskita yang menyumbang 87 persen pendapatan menurun tajam, dari Rp 28,6 triliun pada 2019 menjadi Rp 14,2 triliun, karena nyaris tak ada proyek selama masa pandemi. Padahal pendapatan ini tulang punggung perusahaan untuk membayar utang.
Setahun kemudian, kesehatan keuangan Waskita Karya terus memburuk. Rasio utang terhadap ekuitas atau debt-to-equity ratio pada pertengahan 2021 mencapai 5,75. Artinya, utang perusahaan lima kali lipat ekuitas atau modalnya. Angka ini jauh di atas batas aman, yaitu 1,5.
Sebetulnya rasio lancar perusahaan pada 2021 dan 2022 berada di level 1,56, yang berarti dalam setahun perusahaan masih sanggup membayar 156 persen utang jangka pendek. Tapi, masalahnya, rasio utang terhadap aset atau debt-to-asset ratio (DAR) perusahaan mencapai 0,85 atau sudah di atas normal. Angka itu menunjukkan 85 persen aset perusahaan berasal dari utang. Pada 2022, DAR Waskita naik hingga 0,86.
Dengan dukungan Kementerian BUMN, pada 25 Agustus 2021 Waskita Karya bisa meraih keringanan pembayaran utang dari para kreditor, sebagian besar bank pelat merah. Waktu jatuh tempo pembayaran utangnya bisa mundur lima tahun atau sampai 31 Desember 2026, plus opsi perpanjangan sampai 31 Desember 2031 khusus untuk fasilitas kredit tranche B2. Bunga pinjaman juga turun dari awalnya 9 hingga belasan persen menjadi 5,5-8 persen.
Bank yang menyetujui restrukturisasi utang antara lain Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, Bank Syariah Indonesia, Bank DKI, Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, dan Bank BTPN. Bank swasta dan bank asing yang juga menjadi kreditor Waskita kemudian ikut menyetujui restrukturisasi, di antaranya BNP Paribas Indonesia, China Construction Bank Indonesia, KEB Hana Indonesia, Maybank Indonesia, OCBC NISP, dan UOB Indonesia.
Setelah memperoleh keringanan pembayaran utang, Waskita Karya langsung menjual sejumlah jalan tol yang mereka bangun. Hingga 2022, Waskita mengoperasikan 843 kilometer jalan tol. Tiga yang paling membebani keuangan perusahaan adalah Kayu Agung-Palembang-Betung (Kapal Betung), Bekasi-Cawang-Kampung Melayu, dan Krian-Legundi-Bunder-Manyar. Jika semua aset ini bisa dijual, beban utang Waskita akan berkurang hingga Rp 41 triliun.
Jalan tol Kapal Betung menjadi beban lantaran lahannya melintasi area gambut. Karena itu, sebagian ruas jalannya ambles. Demi meringankan beban Waskita, pemerintah memutuskan PT Hutama Karya (Persero) mengambil alih proyek ini tahun depan. Caranya adalah mengalokasikan penyertaan modal negara (PMN). Dari total PMN yang diterima Hutama Karya sebesar Rp 18,6 triliun pada 2024, sebanyak Rp 10 triliun digunakan untuk menebus saham Waskita di jalan tol Kapal Betung dan sisanya buat merampungkan proyek.
Selain mendorong restrukturisasi utang dan penjualan jalan tol, pemerintah menyuntik Waskita Karya dengan kontrak proyek infrastruktur yang dibiayai anggaran negara. Sebagai contoh, hingga Oktober lalu, Waskita meraih kontrak delapan proyek di ibu kota negara (IKN) Nusantara senilai Rp 8,8 triliun. Angka itu setara dengan 67 persen nilai kontrak baru Waskita sepanjang tahun ini. Perusahaan milik negara dan perusahaan daerah juga berperan dengan memberi proyek kepada Waskita.
Meski begitu, pertolongan itu belum cukup. Hingga September lalu, Waskita merugi Rp 3,23 triliun dan hanya meraup pendapatan Rp 7,816 triliun. Sedangkan kewajiban pembayaran utangnya kepada bank atau lembaga pembiayaan lain mencapai Rp 3,169 triliun.
Dalam laporan keuangan September 2023, Waskita menyebutkan kondisi tersebut antara lain terjadi karena perusahaan masuk periode standstill atau tidak boleh membayar utang di luar kesepakatan serta ada pengaturan cash waterfall atau urutan prioritas penggunaan pendapatan perusahaan. Ini semua adalah konsekuensi skema restrukturisasi pada 2021.
Seorang bankir yang mengetahui isi skema restrukturisasi 2021 mengungkapkan, selama terikat perjanjian, pendapatan Waskita langsung masuk ke rekening penampungan yang dikelola bank yang memimpin pinjaman sindikasi modal kerja atau supply chain financing (SCF). Duit yang diparkir di rekening tersebut diprioritaskan buat pembayaran SCF dan melunasi utang kepada bank, sisanya baru bisa dipakai buat memenuhi kebutuhan lain, seperti membayar vendor.
Yang membuat Waskita Karya makin nelangsa, bank hanya mau mengeluarkan SCF untuk proyek baru atau proyek pemerintah dan proyek yang dijamin pembayarannya oleh negara. Untuk proyek lama, termasuk proyek turn key yang belum selesai, Waskita tak bisa lagi mendapat pendanaan. Proyek turn key adalah proyek yang pembayarannya baru akan dilunasi jika sudah beres dan berjalan. Selama proses pembangunan, Waskita harus mencari modal sendiri. Klausul ini yang memicu Waskita meminta peninjauan perjanjian dengan para kreditornya.
Klausul lain dalam restrukturisasi 2021 adalah Waskita Karya wajib mempertahankan rasio lancar minimal 1 kali, interest service coverage rasio (ISCR) minimal 1,0 kali yang berlaku per laporan keuangan 31 Desember 2022, ISCR minimal 1,1 kali per laporan keuangan 31 Desember 2023, dan ekuitas minimal Rp 3 triliun. Per September 2023, ekuitas perusahaan mencapai Rp 12,4 triliun dengan rasio lancar 2,07. Dimintai tanggapan tentang hal ini, Vice President Corporate Secretary Waskita Karya Ermy Puspa Yunita belum menjawab.
Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengakui Waskita masih kesulitan mendapatkan persetujuan restrukturisasi utang dengan pemegang obligasi mereka. Dia mengimbau pemegang obligasi menyetujui skema penyelesaian utang, yakni waktu jatuh tempo pinjaman diperpanjang hingga 10 tahun ke depan terhitung sejak 2023.
Waskita dan Kementerian BUMN menyamakan klausulnya dengan skema yang tertuang dalam master restructuring agreement yang disetujui perbankan pada 2021. "Tidak mungkin berbeda karena memang kondisi cash flow seperti itu dan kita harus menunggu proyek jalan tol yang belum selesai," kata Kartika pada September lalu.
Pemerintah sebenarnya punya opsi lain untuk menyelamatkan Waskita Karya. Salah satunya adalah menggabungkannya dengan Hutama Karya, perusahaan konstruksi yang 100 persen sahamnya milik negara. Namun, tanpa persetujuan keringanan pembayaran dari bank dan pemegang obligasi, opsi ini sulit diterima karena bisa menjadi beban bagi Hutama Karya. “Daripada masuk dulu baru kita restrukturisasi,” tutur Wakil Direktur Utama Hutama Karya Aloysius Kiik Ro kepada Tempo pada Rabu, 29 November lalu.
Presiden Direktur Kalla Group, Solihin Jusuf Kalla. Kalla.co.id
Kini bank yang sudah menyetujui skema restrukturisasi utang Waskita Karya pada 2021 telah mencadangkan piutang mereka sebagai kerugian. Di antaranya BNI yang memiliki piutang Rp 9,776 triliun atau yang terbesar dibanding bank-bank lain. “Pencadangan impairment telah dilakukan dan telah menggambarkan kondisi Waskita Karya saat ini,” kata Sekretaris Perusahaan BNI Okki Rushartomo Budiprabowo pada Jumat, 1 Desember lalu.
Sedangkan pemilik piutang lain seperti Bukaka Teknik Utama belum memikirkan strategi alternatif untuk mengejar tagihan kepada Waskita Karya setelah gugatan mereka ditolak pengadilan. “Kami akan berdiskusi dulu setelah ini mau apa,” ucap Solihin Kalla, Komisaris Utama Bukaka.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Nasib Waskita Dikepung Tagihan"